Mantan PM Israel Sebut Kabinet Netanyahu Musuh dari Dalam

Wait 5 sec.

Mantan Perdana Menteri Israel Ehud Olmert. Foto: REUTERS/Yana PaskovaMantan Perdana Menteri Israel, Ehud Olmert, menyebut kabinet PM Benjamin Netanyahu sebagai musuh dari dalam. Menurutnya, kabinet ekstremis Netanyahu mendukung kekerasan di Gaza dan Tepi BaratLebih lanjut, Olmert menyebut kabinet Benjamin Netanyahu sebagai kabinet ekstremis yang mendukung kekerasan di Gaza dan Tepi Barat."Mereka adalah musuh dari dalam," ungkap Olmert, dikutip dari The Guardian, Senin (14/7).Olmert juga menghadiri pemakaman dua warga Palestina dan satu warga AS yang tewas dalam dibunuh pemukim Israel di Tepi Barat. Olmert menyatakan serangan itu merupakan kejahatan perang."Serangan itu tidak bisa dimaafkan. Tidak bisa diterima. Ada operasi berkelanjutan yang terorganisir, diatur dengan cara yang paling brutal dan kriminal oleh sekelompok orang besar," kata OlmertMereka yang menyerang penduduk di Tepi Barat sering disebut 'pemuda puncak bukit di Israel' dan digambarkan sebagai ekstremis pinggiran. Namun, Olmert lebih suka menyebut mereka sebagai 'kekerasan di puncak bukit'."Tidak mungkin mereka dapat beroperasi secara konsisten, masif, dan luas tanpa kerangka dukungan dan perlindungan yang diberikan otoritas [Israel] di wilayah [Palestina yang diduduki]," tuturnya.Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (2-kiri) memimpin rapat kabinet mingguan di Kementerian Pertahanan di Tel Aviv pada 7 Januari 2024. Foto: Ronen Zvulun / POOL / AFPOlmert juga menanggapi kemarahan yang timbul akibat penderitaan yang dialami warga di Gaza dan Tepi Barat. Menurutnya, kemarahan itu tidak bisa disebut sebagai antisemit."Di Amerika Serikat ada banyak dan meluasnya ungkapan kebencian terhadap Israel. Kita meremehkan diri sendiri dengan mengatakan: 'Mereka antisemit'. Saya rasa mereka tidak antisemit, saya rasa banyak dari mereka yang anti-Israel atas apa yang mereka tonton di televisi dan lihat di jaringan sosial," ujarnya."Ini menyakitkan, tapi merupakan reaksi normal orang-orang yang berkata: 'Hei, kalian telah melewati batas'," katanya lagi.Ia mengatakan, sikap di dalam negeri mungkin akan berubah hanya ketika Israel mulai merasakan tekanan internasional. Dia pun meminta intervensi internasional yang lebih kuat karena tidak ada oposisi politik yang serius di dalam negeri.Ia juga mengkritik media Israel atas kegagalan mereka melaporkan kekerasan terhadap warga Palestina.Olmert juga sebelumnya mendukung operasi militer Israel terhadap Hamas sebagai pembelaan diri. Namun, begitu pemerintah secara terbuka dan brutal mengabaikan negosiasi untuk mengakhiri pertempuran secara permanen, dia mencapai kesimpulan bahwa Israel sebagai negara melakukan kejahatan perang.Warga Palestina memeriksa lokasi serangan udara Israel di sebuah tenda yang melindungi orang-orang terlantar, di Deir Al-Balah di Jalur Gaza bagian tengah, 17 Mei 2025. Foto: REUTERS/Ramadan Abed"Apa yang dapat saya lakukan untuk mengubah sikap, kecuali pertama, mengakui kejahatan ini dan kedua, mengkritik mereka dan memastikan opini publik internasional tahu bahwa ada suara-suara [lain], banyak suara di Israel?" tanyanya.Olmert juga yakin militer mengabaikan dampak pasti dari perang, yaitu menyebabkan terbunuhnya orang-orang yang tidak terlibat."Ini mengapa saya tidak dapat menahan diri dan menuduh pemerintah ini bertanggung jawab atas kejahatan perang yang dilakukan," ungkapnya.Meski demikian, Olmert masih berharap two-state solution dapat terwujud. Olmert merupakan perdana menteri Israel terakhir yang secara serius berupaya mencapai solusi konflik dengan Palestina.Dia saat ini bekerja bersama mantan Menlu Palestina, Nasser al-Kidwa, untuk mendorong two-state solution secara internasional dan yakin penyelesaian bersejarah dapat dicapai -- mengakhiri perang di Gaza dengan imbalan normalisasi hubungan dengan Arab Saudi -- jika Netanyahu bersedia menerimanya.Olmert juga mengaku terkejut melihat Netanyahu -- yang dapat surat perintah penangkapan atas kejahatan perang dari Pengadilan Pidana Internasional -- menominasikan Presiden AS Donald Trump untuk Nobel Perdamaian.