Wamenlu Havas: Barang AS Tak Akan Banjiri RI Meski Bebas Tarif

Wait 5 sec.

Wamenlu Arif Havas Oegroseno bersiap menyampaikan keterangan saat double check Gempita dan PCO di Beltway Office Park, Jakarta, Sabtu (19/7/2025). Foto: Luthfi Humam/kumparanWakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno menanggapi kekhawatiran sejumlah pihak terkait kesepakatan antara Presiden Prabowo Subianto dan Presiden AS Donald Trump yang mencakup tarif 0 persen untuk barang asal Amerika Serikat. Menurutnya, kekhawatiran tersebut tidak perlu dibesar-besarkan karena secara faktual, barang-barang produksi AS jarang ditemukan di pasar Indonesia.“Kalau ada yang bilang barang Amerika bakal masuk 0 persen, ya saya tanya balik, barang Amerika yang mana? Sepatu, baju, handphone, itu semua made in China, bukan made in USA,” kata Havas double check Gempita dan PCO di Beltway Office Park, Jakarta, Sabtu (19/7).Havas menceritakan pengalamannya berkunjung ke AS beberapa waktu lalu. Ia mengaku kesulitan menemukan produk yang benar-benar diproduksi di Amerika, bahkan di toko suvenir sekalipun.“Saya cari T-shirt made in USA di New York, Washington, sampai Philadelphia nggak ketemu. Jadi kekhawatiran soal produk Amerika membanjiri pasar kita, menurut saya terlalu dibesar-besarkan,” tegasnya.Ia juga menegaskan bahwa akses penuh (full access) bagi produk AS tidak otomatis berarti akan terjadi lonjakan impor. Faktor harga tetap jadi penentu utama. “Misalnya ada Ford Mustang bebas masuk RI. Tapi kalau di sebelahnya ada Toyota Avanza, ya saya beli Avanza. Saya PNS, mana sanggup beli Mustang,” ujarnya disambut tawa audiens.Lebih lanjut, Havas menjelaskan bahwa dalam diplomasi dagang, keputusan antarnegara ditentukan oleh kepentingan masing-masing, bukan perasaan. “Politik luar negeri itu nggak pakai iri atau dengki. Yang ada itu kepentingan nasional,” katanya.Pernyataan Havas ini sekaligus merespons analisis dari sejumlah akademisi, termasuk Prof. Hikmahanto Juwana, yang sebelumnya menyebut kesepakatan tarif nol bisa memicu kecemburuan dagang dari negara mitra lain seperti Jepang, Uni Eropa, dan China.Menurut Havas, kekhawatiran tersebut bisa dijawab melalui diplomasi yang berbasis data dan evaluasi perjanjian dagang yang sudah ada. Ia menutup pernyataannya dengan mengajak semua pihak untuk tidak buru-buru menilai, dan lebih dulu memahami data perdagangan secara menyeluruh. “Please, look at the numbers dulu sebelum komentar. Jangan terjebak asumsi,” kata dia.