Penulis Lele Laila ditemui di MD Place, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (13/8/2025). Foto: Vincentius Mario/kumparanPenulis skenario Laila Nurazizah, atau yang lebih dikenal sebagai Lele Laila, menjadi salah satu penulis populer di industri perfilman Indonesia, khususnya genre horor. Tangannya telah melahirkan skenario film laris seperti waralaba Danur, hingga film KKN di Desa Penari.Meski begitu, Lele mengakui adanya pasang surut dalam genre yang membesarkan namanya itu. Lele sadar bahwa genre horor saat ini sangat padat dan sering mendapat cap buruk karena dianggap repetitif."Sekarang horor banyak banget. Ada ending saat happy, sedih. Karena itu genre ini seringkali dicap buruk karena terlalu banyak. Sedangkan bertahun-tahun terakhir ini, akhirnya aku jadi bagian dari genre ini. Ada saatnya bosan sekali sama setan-setanan ini," ujar Lele dalam konferensi pers di MD Place, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (13/8).Di tengah rasa bosannya, Lele justru menemukan ruang untuk bercerita lebih dalam.Konferensi pers film Mama: Pesan dari Neraka di MD Place, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (13/8/2025). Foto: Vincentius Mario/kumparanPenulis berusia 34 tahun itu menjadikan horor sebagai medium menyampaikan kisah-kisah yang lebih manusiawi. Baginya, horor adalah "selimut" untuk membungkus berbagai isu."Ada kalanya semakin aku memahami, genre ini justru jadi selimut untuk aku menceritakan banyak hal. Fokus sendirinya aku tidak pernah terjebak, sedangkan rasa takut itu milik semua manusia," ujar Lele Laila.Temukan Ciri Khas Tentang Perempuan dalam KaryaSeiring berjalannya waktu, Lele Laila menyadari sebuah pola dalam karyanya, yaitu ciri khas yang mengikuti tanpa direncanakan."Ada kalanya, karyaku ini kok rasanya perempuan semua. Filmnya aku, rata-rata perempuan sebagai penggerak cerita. Aku berusaha, ada hal yang jadi signature kecil yang kulakukan tanpa disadari," ungkap Lele.Konferensi pers film Mama: Pesan dari Neraka di MD Place, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (13/8/2025). Foto: Vincentius Mario/kumparanLele mengaku pernah marah besar ketika ada yang mempertanyakan nilai feminisme dalam karyanya. Ia merasa tudingan tersebut salah alamat."Pernah saya marah ketika ada satu orang komentar, 'Lele Laila filmmaker yang enggak feminis'. Aku marah besar karena itu signature aku," tegas Lele.Selain menempatkan perempuan sebagai penggerak cerita, Lele Laila juga menolak menjadikan perempuan sekadar objek penderita atau sumber teror semata."Signature aku cukup sederhana, bahwa di filmku perempuan enggak boleh hanya jadi setan," tutur Lele.Contoh KaryaLele mencontohkan salah satu karyanya, Mama: Pesan dari Neraka, untuk menjelaskan fokusnya.Film karya Azhar Kinoi Lubis itu menurutnya tidak hanya menakuti dengan teror supranatural, tetapi juga menggali ketakutan yang lebih mendasar, yaitu seorang anak kehilangan ibunya."Kayak di film Mama: Pesan dari Neraka, ketakutan seorang anak ditinggal sama ibunya dan dia belum melakukan apa-apa untuk ibunya. Ketakutan itu yang aku pahami. Aku lebih fokus dengan rasa takut itu," tutupnya.