RI Butuh Investasi dan Dukungan Teknologi Global untuk Garap Logam Tanah Jarang

Wait 5 sec.

Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Todotua Pasaribu, disela acara OCBC One Connect 2025 di Hotel Fairmont Jakarta, Rabu (27/8). Foto: Muhammad Fhandra/kumparan Pengembangan rare earth atau logam tanah jarang di Indonesia membutuhkan dukungan teknologi global. Ini diungkapkan Wakil Menteri (Wamen) Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Todotua Pasaribu. Di samping juga, sambungnya, sektor ini masih pembiayaan investasi.“Gini, investasi itu dua konteks hal, berbicara apalagi dalam rangka downstream atau hilirisasi satu adalah supporting pendanaan, yang kedua adalah teknologi,” kata Todotua kepada wartawan dalam acara OCBC One Connect 2025 di Hotel Fairmont Jakarta, Rabu (27/8).Menurutnya, pembentukan Badan Industri Mineral oleh Presiden Prabowo Subianto merupakan tindak lanjut dari pertemuan dengan ribuan peneliti Indonesia, sekaligus bentuk keseriusan pemerintah menggarap mineral strategis.“Berbicara konteks itu negara kita ini punya sumber daya alam yang luar biasa, salah satunya itu isu mengenai bicara logam tanah jarang atau bicara rare earth mineral,” ujarnya.Todotua menilai, Indonesia tak bisa sendirian dalam mengelola mineral strategis tersebut. Menurutnya, butuh pengembangan riset dan teknologi tingkat lanjut.Dia menyebut, sejumlah negara berpotensi menjadi mitra penting dalam pengembangan logam tanah jarang di Indonesia. Katanya, kerja sama internasional perlu difokuskan dengan negara-negara yang telah lebih maju dalam penguasaan teknologi terkait rare earth.“Beberapa-beberapa negara seperti China, Amerika, ini adalah atau Rusia dan lain-lain ini adalah negara-negara yang kita tahu juga sudah mempunyai teknologi terhadap ini (rare earth), tetapi ini memang harus kita fokuskan itu kenapa kemarin Badan Mineral ini dibentuk supaya memang kita juga punya kesiapan,” ungkap dia.Todotua menambahkan, hilirisasi di sektor mineral strategis ini memiliki karakter yang berbeda dari praktik hilirisasi yang selama ini sudah umum dilakukan. Pengolahan logam tanah jarang membutuhkan pendekatan yang lebih spesifik dan berbasis riset.“Konteks ini adalah konteks downstream juga tapi lebih kepada special downstream, yang lain kan selama ini ada itu kan memang downstream yang sudah common terjadi tetapi kita mau membawa proses pengolahan dan manufakturnya negara kita dalam konteks lembaga mineral itu terhadap mineral-mineral yang memang butuh lebih spesifikasi lagi dalam segi research dan teknologinya,” jelasnya.Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto telah resmi melantik Brian Yuliarto sebagai Kepala Badan Industri Mineral di Istana Presiden, Jakarta, Senin (25/8). Badan baru ini ditugaskan khusus mengelola material strategis, terutama logam tanah jarang, yang penting bagi industri pertahanan dan teknologi tinggi. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menekankan pentingnya pembentukan lembaga tersebut. “Rare earth sedang dibutuhkan oleh dunia maka harus ada perhatian khusus mengenai itu,” kata Airlangga usai acara penganugerahan gelar dan tanda kehormatan, Senin (25/8).