Gaikindo: Utilisasi Produksi Otomotif Nasional Terancam Turun Lagi

Wait 5 sec.

Ilustrasi aktivitas di pabrik baru Karawang Assembly Plant 2 (KAP 2) milik Astra Daihatsu Motor (ADM) yang berlokasi di Kawasan Industri Surya Cipta, di Karawang Timur, Jawa Barat. Foto: Astra Daihatsu Motor Industri otomotif Indonesia tampaknya sedang berada di ambang dilema. Penjualan mobil listrik dianggap sukses dengan pemberian insentif pada Battery Electric Vehicle (BEV) impor, sejalan menuju semangat net zero emission pemerintah, namun di sisi lain produktivitas manufaktur lokal kian tergerus.Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kukuh Kumara menyampaikan kekhawatirannya terhadap laju industri otomotif Tanah Air. Masuknya mobil listrik impor berstatus Completely Built Up (CBU) dianggap menekan utilisasi produksi dalam negeri.”Pada 2024, kendaraan bermotor listrik semakin banyak. Namun, ini akhirnya menekan kendaraan yang sudah diproduksi di dalam negeri. Padahal, kendaraan-kendaraan hasil produksi dalam negeri ini punya TKDN cukup tinggi,” buka Kukuh di Gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (25/8/2025).Proses perakitan mobil di pabrik Hyundai Motor Manufacturing Indonesia (HMMI). Foto: HyundaiMenurutnya, saat ini mobil yang telah diproduksi lokal atau Completely Knocked Down (CKD) mayoritas berada di segmentasi harga mulai Rp 200-400 juta. Ia menambahkan, banyak produk di rentang harga tersebut yang memiliki TKDN tinggi, bahkan bisa mencapai 80-90 persen.”Menyangkut kendaraan-kendaraan yang banyak diminati oleh masyarakat kita. Mulai dari entry level dan low di kisaran Rp 200-400 juta. Karena 70-80 persen marketnya memang di sana,” imbuhnya.Antara ekspor, impor, dan produksi lokalSebelumnya, utilisasi produksi dikabarkan sempat mengalami kenaikan hingga lebih dari 70 persen, namun dikhawatirkan akan mengalami depresiasi hingga 55 persen.”Utilisasi produksi jadi turun lagi, padahal sempat naik ke 73 persen. Dikhawatirkan ini akan turun lagi hingga 55 atau 60 persen. Padahal lapangan kerja di sana cukup banyak,” terangnya.”Kemudian kita tertolong oleh ekspor di kisaran 400-500 ribu. Namun ini harus kita jaga hati-hati,” imbuhnya.Kapal BYD Shenzhen. Foto: BYDSaat industri otomotif nasional mulai melambat, performa ekspor dan penerimaan impor justru meningkat. Berdasarkan data Gaikindo, jumlah impor mobil CBU pada Juli 2025 melambung hingga 15.092 unit, naik 42 persen dari bulan sebelumnya sebanyak 10.606 unit.Jika dibandingkan secara year on year dengan Juli 2024, angkanya naik 45 persen dari 10.358 unit. Sejalan dengan itu, periode Januari-Juli 2025 pun meningkat signifikan menjadi 76.755 unit, melambung 50 persen dari periode serupa tahun lalu sebanyak 50.932 unit.Kabar baiknya, aktivitas ekspor mobil Completely Built Up (CBU) pada Juli 2025 juga mengalami peningkatan, tercatat sebanyak 50.339 unit dari 11 perusahaan manufaktur. Capaian tersebut naik 24,5 persen secara year on year dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 40.431 unit.Adapun jumlah ekspor sepanjang Januari-Juli 2025 ikut naik 9,8 persen dibandingkan periode serupa tahun lalu, dari 258.890 unit menjadi 284.285 unit.Dampak ke industri pendukungBusi iridium NGK terbaru untuk mobil bermesin NR seperti kepunyaan Toyota atau Daihatsu. Foto: dok. NGK Busi IndonesiaImbas masifnya mobil impor CBU mulai dirasakan para perusahaan industri komponen. Terutama, kendaraan listrik kategori BEV dengan kandungan TKDN rendah.”Kendaraan dengan kandungan lokal tinggi itu tertekan, volumenya menurun. Sementara kendaraan listrik muncul dengan TKDN rendah, tapi volume meningkat. Ini yang mengganggu keseimbangan industri dalam negeri kita,” jelas Kukuh.Gaikindo dan GIAMM (Gabungan Industri Alat-alat Mobil dan Motor) mencatat ada 22 produsen Original Equipment Manufacturer (OEM), 550 pemasok tingkat (tier) 1 dan 1.000 pemasok tier 2 dan 3, termasuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).ExxonMobil Lubricants Indonesia meluncurkan oli Mobil Super All-in-One Protection (AIOP) di Gandaria, Jakarta Selatan, Kamis (30/5). Foto: Fitra Andrianto/kumparan“Kami mendapat banyak pertanyaan, walaupun itu bukan lingkupnya Gaikindo, karena komponen. Perusahaan mengeluhkan, kalau terus-terusan volumenya seperti ini, kita berat karena supply semakin menurun,” pungkasnya.Industri otomotif sendiri merupakan salah satu pilar ekonomi negara dengan melibatkan sekitar 1,5 juta tenaga kerja yang tersebar di berbagai kelas perusahaan. Kapasitas produksi manufaktur nasional mampu mencapai 1,2 juta unit per tahun pada 2024, terbesar ke-2 di ASEAN.