Menteri ATR Ingatkan Tanah Belum Bersertifikat Rawan Jadi Sumber Konflik, Termasuk Tempat Ibadah

Wait 5 sec.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid memimpin Rapat Koordinasi dengan Pemda Maluku Utara, di Kota Ternate, Sabtu, 23 Agustus. (Dok: Kementerian ATR/BPN)JAKARTA – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid menegaskan pentingnya percepatan sertifikasi tanah di Indonesia, termasuk tanah milik masyarakat, organisasi keagamaan, hingga tempat ibadah.Menurutnya, kepastian hukum melalui sertifikat dapat mencegah konflik pertanahan yang kerap muncul. Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam Rapat Koordinasi dengan Pemda Maluku Utara, di Kota Ternate, Sabtu, 23 Agustus."Bisa ribut kalau sudah menyangkut masalah tanah, apalagi tanah yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Kalau belum disertifikatkan, biasanya aman ketika orangnya masih hidup, tetapi ketika sudah wafat sering kali justru muncul konflik di antara anak-anaknya. Itu kejadian banyak sekali," ungkapnya dalam keterangan resmi.Ia menambahkan, potensi perselisihan bukan hanya terjadi pada tanah milik pribadi, tetapi juga pada tanah wakaf dan aset yang digunakan untuk kepentingan sosial maupun keagamaan. Tanah-tanah tersebut, kata Nusron, harus memiliki kekuatan hukum agar terlindungi dari sengketa."Supaya kejadian itu tidak terjadi, maka saya minta tolong tempat ibadah, masjid, mushala, pesantren, madrasah, gereja, dan rumah ibadah lainnya, bagaimana caranya wajib hukumnya disertifikatkan. Baik itu sertifikat bentuknya wakaf, maupun sertifikat bentuknya hak milik," tegas Nusron.Melalui langkah itu, Nusron berharap tanah keagamaan dapat benar-benar terlindungi secara hukum dan dimanfaatkan secara berkelanjutan. Selain menyoroti tanah tempat ibadah, Menteri ATR/BPN juga menekankan pentingnya dukungan pemerintah daerah dalam mempercepat program sertifikasi tanah.Menurutnya, setiap penerbitan sertifikat sangat bergantung pada dokumen dan verifikasi yang diberikan pemda, khususnya pemerintah desa."Kolaborasi dan koordinasi mutlak sifatnya, tidak boleh tidak. Kami tidak bisa menerbitkan sertifikat tanah kalau tidak ada dukungan dokumen dari pemda, dukungan dari kepala desa. Karena, setiap akan menerbitkan sertifikat, harus tahu tentang riwayat tanah, dan yang tahu riwayat tanah itu adalah desa," jelas Nusron.Ia menegaskan, dokumen awal yang ditandatangani kepala desa merupakan prasyarat utama untuk memastikan keabsahan riwayat tanah sekaligus mencegah potensi konflik di kemudian hari.