Foto: Diah Ayu-VOIJAKARTA - Sebanyak 24 orang mengajukan sebagai amicus curiae (sahabat pengadilan) terkait uji materi (judicial review) atas Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).Salah satu pengaju amicus curiae ke Mahkamah Konstitusi (MK) adalah mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Erry Riyana Hardjapamekas.Erry bersama puluhan akademisi atas nama Gerakan Pemberantasan Korupsi yang Berkeadilan menyatakan dukungan kepada pemohon judicial review Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor."Amicus curiae ini mendukung permohonan Judicial Review yang meminta agar Mahkamah Konstitusi mencabut Pasal 2 dan Pasal 3. Kenapa? Karena kami merasakan bahwa Pasal 3 itu dalam pelaksanaannya menjadi kurang fokus terhadap suap," kata Erry dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, 27 Agustus.Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menekankan pada dua elemen utama, yaitu perbuatan melawan hukum dan dampak berupa kerugian keuangan negara atau perekonomian negara.Sementara Pasal 3 UU Tipikor mengatur tentang penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada pada seseorang karena jabatannya, yang berakibat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Menurut Erry, pemberantasan korupsi yang terjadi di Indonesia telah salah arah dan justru tidak efektif. Korupsi tidak lagi dilihat sebagai perbuatan dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan dengan cara-cara yang tidak sah, namun sebatas pada semua perbuatan yang dipandang merugikan keuangan negara."Kami sepakat bahwa korupsi pada dasarnya akan mengakibatkan kerugian bagi negara, baiksecara langsung maupun tidak langsung. Namun, bukan berarti setiap perbuatan yangmerugikan keuangan negara maupun perekonomian negara adalah tindak pidana korupsi," urai Erry."Harusnya kan ada niat jahat, harus terbukti di pengadilan ada suap, Menguntungkan diri sendiri artinya kan. Bahwa itu semuanya merugikan keuangan negara, iya. Tapi jangan hanya fokus pada kerugian keuangan negara saja," tambahnya.Diketahui, permohonan uji materi diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Syahril Japarin (mantan Direktur Utama Perum Perindo), Kukuh Kertasafari (mantan pegawai Chevron Indonesia), Nur Alam (mantan Gubernur Sulawesi Tenggara), dan Hotashi Nababan (mantan Direktur Utama Merpati Airlines).Para pemohon uji materi tersebut, diakui Erry, memang merupakan orang yang pernah terjerat korupsi dan telah menjalani masa hukuman. Namun, Erry sependapat dengan materi judicial review mereka."Tidak ada sama sekali niat untuk membela koruptor, sama sekali tidak ya. Bahwa si pemohon ini terpidana, iya. Tapi kan yang bersangkutan sudah melaksanakan hukumannya dan sebagainya," imbuhnya.