Saksi di Sidang ASDP: Di Bisnis Kapal, Tidak Ada Aturan yang Batasi Umur Kapal

Wait 5 sec.

Suasana sidang lanjutan pemeriksaan saksi kasus dugaan korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (31/7/2025). Foto: Iqbal Firdaus/kumparanTidak ada aturan yang membatasi usia kapal dalam bisnis pelayaran di Indonesia maupun di dunia. Hal tersebut disampaikan Ardhian Budi dari PT Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) yang dihadirkan sebagai saksi oleh jaksa penuntut umum KPK dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (28/8).“Umur kapal bukanlah ukuran dalam bisnis pelayaran. Ukurannya adalah apakah kapal layak jalan atau tidak,” ujar Ardhian dalam sidang kasus akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP Ferry Indonesia.Ardhian menambahkan, meskipun usianya kapal tua, tapi kalau punya sertifikat laik layar, maka kapal itu punya nilai ekonomis.Dalam perkara ini, ada 3 terdakwa yang dituduh merugikan negara senilai Rp 1,27 triliun. Para terdakwa dalam kasus ini adalah mantan direktur utama PT ASDP Ira Puspadewi, Harry Muhammad Adhi Caksono selaku Direktur Perencanaan dan Pengembangan periode 2020–2024, dan Muhammad Yusuf Hadi selaku Direktur Komersial dan Pelayanan periode 2019–2024.Dalam dakwaan, disebut bahwa mayoritas kapal PT JN sudah berumur tua dan bahkan beberapa tidak layak beroperasi. Seperti dua kapal yang diuji oleh Biro Klasifikasi Indonesia: satu bersertifikat tidak berlaku, dan satu kapal ditemukan karam.Namun, hal itu yang diluruskan Ardhian. Menurut dia, umur kapal bukanlah ukuran dalam bisnis pelayaran. Dia juga menunjukkan data kapal kapal di Indonesia paling banyak umurnya di atas 20 tahun.“Ada kapal yang usianya 50 tahun dan masih laik jalan,” kata Ardhian.“Kapal yang rusak (atau kandas) bukanlah kapal rongsok karena kalau dimaintain dan diperbaiki bisa berlayar lagi,” imbuh Ardhian yang mewakili BKI.BKI atau PT Biro Klasifikasi Indonesia (persero) adalah lembaga resmi yang ditunjuk pemerintah untuk melakukan survei dan sertifikasi untuk memastikan kapal layak laut, aman, dan tidak mencemari lingkungan.Soal kapal PT JN yang dituduhkan jaksa ada kapal yang karam, pengacara terdakwa, Soesilo Ariwibowo, membantahnya."Kapal itu tidak karam tapi kandas. Karam itu artinya tenggelam dalam air. Kalau kandas itu terdampar pada dan setelah diperbaiki kapal Musi itu sudah beroperasi kembali," kata Soesilo.Dalam sidang pada hari ini, jaksa menghadirkan tiga saksi. Selain Ardhian Budi dari BKI, saksi lainnya adalah Muhammad Ridhwan dari konsultan SMI, serta Heribertus Eri dari lembaga penilai publik atau KJPP SSR.Heribertus Eri dari Kantor Jasa Penilai Perusahaan (KJPP) SSR sempat ditanya oleh jaksa penuntut umum mengenai dia yang mengaku kaget melihat valuasi aset PT Jembatan Nusantara (JN) oleh badan penilai publik KJPP MBPRU.“Saya kaget. Ternyata penilaian aset-aset PT JN begitu detail oleh MBPRU. Mereka sampai tanya ke petugas loket penjualan tiket,” kata Eri.Eri menambahkan, KJPP MBPRU melakukan penilaian aset dengan dua metode. “Mereka pakai metode penjualan dan dan pendapatan,” ucapnya.Sementara dalam pemeriksaan kasus Kepala Kantor Jasa Penilaian Publik MBPRU, Muhammad Syarif, dia menyatakan pihaknya telah menghitung nilai aset 53 kapal PT JN senilai Rp 2,09 triliun.Hasil valuasi MBPRU itu kemudian dicek ulang oleh KJPP SRR. Mereka menilai aset 42 kapal PT JN adalah Rp 986 miliar dan 11 kapal lainnya senilai Rp 380 miliar atau total Rp 1,343 miliar.Belakangan, PT ASDP hanya merogoh kocek senilai Rp 1,27 triliun untuk akuisisi PT JN. Akuisisi itu tidak cuma kapal, tapi juga trayek, izin rute dan SDM, serta seluruh saham. Pembelian itu lebih murah 40 persen dari penilaian KJPP MBPRU yang menilai Rp 2,09 triliun untuk kapal saja.Eri juga menjawab pertanyaan jaksa soal tudingan jaksa bahwa harga negosiasi PT ASDP dan PT JN ditetapkan lebih dulu ketimbang laporan final dari kantornya, KJPP SRR. Menurut jaksa, laporan akhir selesai akhir Oktober 2020, sementara negosiasi terjadi 8 Oktober.“Saat negosiasi PT ASDP dengan JN itu mereka menggunakan patokan dari laporan survei-survei kami sebelumnya, (yakni laporan 30 September) meski belum ada laporan akhir tapi angka-angka yang ditetapkan di laporan awal dan akhir itu sama,” kata Eri.