Menkeu Sri Mulyani Kehilangan Sentuhan Teknokrat, Cenderung Mengikuti Program Politik

Wait 5 sec.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers tentang RAPBN dan Nota Keuangan di Jakarta pada Jumat (25/8/2025). (ANTARA/HO-Kemenkeu-Andi Al Hakim/pri)JAKARTA – Jika Presiden Prabowo Subianto melakukan reshuffle Kabinet Merah Putih, maka Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani disebut sebagai salah satu yang pantas ditarik keluar.Nama Sri Mulyani belakangan ini sering menjadi sasaran kemarahan warganet karena kebijakan-kebijakannya yang dianggap kontroversial. Perempuan kelahiran 26 Agustus 1962 ini menjadi sorotan masyarakat dalam kebijakan kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen, meski itu dibatalkan.Belum lama ini, Sri Mulyani juga menuai cibiran gara-gara menyamakan pajak dengan kewajiban membayar zakat dan wakaf umat Muslim, yang merupakan agama mayoritas di Indonesia. Menurutnya, keduanya memiliki manfaat yang sama, yaitu kembali kepada orang yang membutuhkan."Dalam setiap rezeki dan harta yang kamu dapatkan ada hak orang lain. Caranya hak orang lain itu diberikan ada yang melalui zakat, wakaf, ada yang melalui pajak, dan pajak itu kembali kepada yang membutuhkan," kata Sri Mulyani dalam acara Sarasehan Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah, Rabu (13/8/2025).Sejumlah siswa menyantap makanan siap saji program MBG di SMAN 1 Pebayuran, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. (ANTARA/Pradita Kurniawan Syah)Terkini, Sri Mulyani juga menjadi perbincangan lantaran mempertanyakan apakah seluruh pembiayaan guru dan dosen harus ditanggung oleh anggaran negara atau bisa dibantu melalui partisipasi masyarakat. Pernyataan tersebut menimbulkan asumsi liar di masyarakat, dan Sri Mulyani pun tak lepas dari hujatan.Ekonom Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai Menkeu Sri Mulyani telah kehilangan sentuhan teknokratnya, dan kini cenderung mengikuti program politik. Menuruti Agenda PolitikSri Mulyani pertama kali menjabat sebagai Menteri Keuangan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 5 Desember 2005, menggantikan Jusuf Anwar saat sang presiden mengumumkan perombakan kabinet. Ia sempat didapuk sebagai wanita paling berpengaruh ke-23 di dunia versi majalah Forbes.Pada 2010, Sri Mulyani ditunjuk menjadi salah satu dari tiga Direktur Pelaksana Bank Dunia.Sri Mulyani kembali ditunjuk menjadi Menteri Keuangan oleh Presiden Joko Widodo pada 27 Juli 2016 dan dia masih menempati posisi yang sama hingga sekarang.Di tengah latar belakangnya yang mentereng, Bhima Yudhistira menuturkan, Sri Mulyani sekarang ini memiliki kelemahan dalam pengendalian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).Alih-alih menjalankan perannya teknokratiknya sebagai bendahara negara, Bhima memandang Sri Mulyani sekarang ini terlalu mengikuti arahan Presiden Prabowo Subianto.Ia mencontohkan bagaimana Sri Mulyani tetap mengiyakan mega proyek andalan Prabowo, makan bergizi gratis (MBG) meski harus menyedot anggaran tidak sedikit, yang sampai sekarang masih menjadi kontroversi.“Kualitasnya sebagai teknokrat menurun karena menuruti semua permintaan Pak Prabowo tanpa melakukan kontrol anggaran yang semestinya,” tegas Bhima.“Kalau dulu beliau dikenal teknokratis, sekarang lebih pragmatis dan politis. Fungsi Menteri Keuangan untuk mengontrol anggaran lemah, bahkan cenderung mengikuti program politik, seperti makan bergizi gratis,” kata dia melanjutkan.Tak hanya itu, Bhima juga menyoroti sikap Sri Mulyani dalam mengelola utang negara. Alih-alih mendorong renegosiasi utang untuk meringankan beban APBN, Menkeu justru dinilai lebih menjaga citra baik di mata investor dan kreditor internasional.“Ibu Sri Mulyani lebih berpihak kepada kreditur ketimbang masyarakat yang dibebani pajak. Spektrum kebijakan fiskalnya sangat pragmatis,” tuturnya.Menteri dan Wakil Menteri Tidak KompakSebelumnya, isu reshuffle kabinet sempat ramai dibahas. Nama Sri Mulyani pun disebut-sebut termasuk di antara yang bakal diganti oleh Presiden Prabowo meski sekarang rumor tersebut menguap.Setelah selama kurang lebih 10 bulan Kabinet Merah Putih berjalan, Bhima Yudhistira menilai ada beberapa kementerian yang tidak perform. Dan, seandainya Prabowo kembali mereshuffle susunan kabinet untuk kedua kalinya, Bhima menunjuk agar seluruh tim yang berhubungan dengan perekonomian dirombak.“Satu tim ekonomi diganti, mulai dari Menko Bidang Perekonomian, Menkeu, Menteri Perindustrian, Menteri ESDM, dan Menteri Investasi,” ucap Bhima.Menteri ESDM Bahlil Lahadia dinilai tidak sejalan dengan apa yang digembar-gemborkan Prabowo di sejumlah kesempatan di luar negeri, di mana presiden komitmen energi terbarukan, sedangkan di dalam negeri sendiri justru masih mengandalkan energi fosil batu bara.Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia usai membuka Musyawarah Daerah (Musda) Golkar Sulawesi Tengah di Palu, Minggu (24/8/2025). (ANTARA/Fauzi Lamboka)Sementara itu, Menteri Investasi Rosan Roeslani sebaiknya hanya fokus mengurusi Danantara karena kinerjanya yang begitu berat. Lebih lanjut, Bhima juga menyoroti ketidakkompakan antara menteri dan para wakil menterinya, termasuk Menkeu Sri Mulyani yang memiliki tiga wakil.“Jadi terlihat tidak akrab, terlihat seperti ada agenda masing-masing, apakah agenda politik atau karena merasa ada kedekatan dengan misalnya, Prabowo,” jelasnya.Padahal secara ekonomi, Bhima menegaskan kekompakan antara menteri dan wakil menteri, atau antar kementerian dan lembaga adalah hal fundamental untuk menjaga iklim investasi."Jangan sampai investor merasa ada perbedaan birkorasi antara menteri A dan yang lain, karena memang sudah sering terjadi seperti itu, sehingga akhirnya malas berinvesasi," ujar Bhima menyudahi.