Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (ANTARA)JAKARTA - Dugaan korupsi kuota dan penyelenggaraan haji yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan segera memasuki babak baru. Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan pemanggilan saksi akan segera dilakukan."Nanti kami akan melakukan konfirmasi kepada orang-orangnya. Di minggu depan kami sudah mulai memanggil atau di akhir minggu ini sudah mulai memanggil saksi-saksi untuk perkara ini," kata Asep kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan yang dikutip Selasa, 26 Agustus.Asep mengatakan pemanggilan saksi ini dilakukan setelah mereka menggeledah sejumlah lokasi. Upaya paksa ini lebih dulu menjadi fokus penyidik untuk mengamankan barang bukti."Yang kami takutkan, ya, kami takutkan itu dalam penanganan sebuah perkara adalah hilangnya barang bukti," tegasnya."Jadi bukti-bukti apakah itu catatan atau itu dalam bentuk barang bukti elektronik atau lainnya, itu yang harus segera kami amankan. Makanya kami melakukan penggeledahan lebih dulu," sambung Asep yang juga menjabat sebagai Direktur Penyidikan KPK.Setelah barang bukti dirasa cukup, barulah penyidik kemudian memanggil para saksi atau pihak terkait. "Untuk kami lakukan konfirmasi," jelas Asep.Adapun komisi antirasuah sudah mengantongi sejumlah bukti terkait dugaan korupsi kuota haji yang sedang ditangani. Di antaranya berupa catatan keuangan terkait jual beli kuota haji tambahan, mobil, hingga barang bukti elektronik.Catatan keuangan terkait jual beli kuota haji ini didapat setelah penyidik melakukan penggeledahan di tiga kantor asosiasi penyelenggaraan ibadah haji dan umrah serta rumah pihak terkait pada Selasa, 19 Agustus.Diberitakan sebelumnya, KPK telah menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum dugaan korupsi penambahan kuota dan penyelenggaraan haji. Lembaga ini beralasan penerbitan itu dilakukan supaya mereka bisa melakukan upaya paksa.Sprindik umum tersebut menggunakan Pasal 2 Ayat 1 dan/atau Pasal 3 UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Artinya, ada kerugian negara yang terjadi akibat praktik rasuah ini.Kerugian negara dalam kasus korupsi kuota dan penyelenggaraan haji periode 2023-2024 ini disebut mencapai Rp1 triliun lebih. Jumlah ini tapi masih bertambah karena baru hitungan awal KPK yang terus berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.Kasus ini berawal dari pemberian 20.000 kuota haji tambahan dari pemerintah Arab Saudi bagi Indonesia untuk mengurangi antrian jamaah.Hanya saja, pembagiannya ternyata bermasalah karena dibagi sama rata, yakni 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus.Padahal, berdasarkan perundangan, pembagian seharusnya 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.