Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung saat acara 18th Congress PBI and International Conference on Biodiversity and Future di Universitas Nasional, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa (26/8/2025). Foto: Nasywa Athifah/kumparanGubernur DKI Jakarta Pramono Anung menegaskan komitmen pemerintah provinsi dalam menjaga keanekaragaman hayati di tengah pesatnya urbanisasi dan perubahan iklim.Hal itu ia sampaikan saat menghadiri 18th Congress PBI and International Conference on Biodiversity and Future Biology (ICo-BioFuB) 2025 di Universitas Nasional, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa (26/8).Menurutnya, Indonesia dikenal sebagai megabiodiversity country dengan keragaman ekosistem dari hutan tropis, laut, hingga kawasan urban.“Sebagai kota megapolitan, Jakarta memiliki keanekaragaman ekosistem, antara lain ekosistem laut. Khususnya Kepulauan Seribu, terdapat terumbu karang, padang lamun, dan hutan mangrove yang menjadi penopang penting bagi keseimbangan ekologi pesisir,” ujarnya.Patung maskot Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta berdiri di salah satu taman di Jakarta. Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTOSelain ekosistem laut, Pramono menyebutkan Jakarta juga memiliki ekosistem darat berupa hutan kota, taman kota, ruang terbuka hijau, kebun, dan pekarangan. Di sisi lain, ekosistem air tawar hadir dalam bentuk sungai, danau, waduk, serta ekosistem riparian.Saat ini, Jakarta mengelola 49 hutan kota, 949 jalur hijau, 7 kebun bibit, 1.459 taman, dan 82 Tempat Pemakaman Umum (TPU) yang juga difungsikan sebagai ruang terbuka hijau.Pramono juga menjelaskan keanekaragaman hayati yang dimiliki oleh Jakarta.“Meskipun terjadi urbanisasi, Jakarta merupakan habitat bagi 1.000 lebih spesies burung, satwa langka, dan tumbuhan endemik yang berperan dalam konservasi keanekaragaman hayati. Kami memiliki sejumlah spesies ikonik seperti Elang Bondol yang menjadi maskot kota, Salak Condet yang merupakan buah khas kota ini, trenggiling sunda, penyu sisik, dan kera ekor panjang,” jelasnya.Namun, ia menegaskan masih ada persoalan besar yang menghambat pelestarian.“Jakarta masih menghadapi berbagai tantangan terkait pelestarian keanekaragaman hayati seperti polusi, perluasan ruang perkotaan, perdagangan satwa liar ilegal, spesies invasif, dan dampak perubahan iklim yaitu banjir rob serta cuaca ekstrem,” katanya.Untuk menjawab tantangan itu, Pemprov DKI telah menetapkan Rencana Induk Pengelolaan Keanekaragaman Hayati 2025–2029 dengan visi “Hidup selaras dengan alam menuju kota global, berdaya saing, dan berkelanjutan.”Kebijakan tersebut, lanjut Pramono, memiliki beberapa fokus: konservasi in-situ dan ex-situ, konektivitas ruang terbuka hijau, pembangunan Kampung Kehati berbasis kearifan lokal, pemanfaatan berkelanjutan biodiversitas, penguatan riset, serta kolaborasi multi-pihak.“Transformasi Jakarta menjadi Kota Global perlu didukung oleh komitmen yang kuat terhadap konservasi keanekaragaman hayati. Upaya ini penting untuk menjaga keseimbangan ekologi, memperkuat ketahanan iklim, meningkatkan kesehatan masyarakat, serta memastikan kualitas hidup warga kota,” ucapnya.Ia menekankan biodiversitas tidak hanya terkait isu lingkungan, tetapi juga kesehatan, ekonomi, hingga masa depan manusia.“Biodiversitas bukan hanya isu lingkungan, namun juga berkaitan erat dengan kesehatan, ekonomi, dan masa depan manusia. Oleh karenanya, saya mengajak seluruh pihak untuk bersinergi dalam mendukung pengelolaan keanekaragaman hayati di Jakarta,” tutupnya.