CEO OpenAI, Sam Altman. Foto: Lucy Nicholson/REUTERSCEO OpenAI Sam Altman berpendapat pasar kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) bagaikan gelembung (bubble), yang sewaktu-waktu bisa pecah. Menurutnya saat ini investor terlalu bersemangat dan antusias berlomba mengembangkan AI canggih.Altman tak memungkiri, saat ini artificial intelligence berkembang sangat pesat, semakin pintar dan sukses menjadi terobosan inovasi. Hanya saja ia khawatir gelombang euforia investasi di kalangan investor akan menciptakan bubble di pasar modal.Ekspektasi investor terhadap AI berlebihan dan membuat valuasi saham beberapa perusahaan teknologi meningkat drastis melampaui logika. Jangan kaget bila suatu saat ekspektasi mereka tak sesuai, bisnis AI tak mencetak cuan, bubble akan pecah dan membuat valuasi saham perusahaan yang fokus mengembangkan AI akan terjun bebas.“Bubble (bisa) terjadi, (saat) orang-orang pintar menjadi terlalu bersemangat tentang inti kebenaran,” ujar Altman dilansir CNBC.“Apakah kita sedang berada dalam fase di mana investor secara umum terlalu antusias dengan AI? Pendapat saya, ya. Apakah AI merupakan hal terpenting yang akan (populer) dalam waktu yang sangat lama? Pendapat saya juga, iya,” tambahnya.Altman membandingkan dinamika ini dengan gelembung dot-com. Saham perusahaan internet kala itu melonjak sangat tinggi karena euforia atas teknologi web. Masalahnya, saat itu, banyak startup belum punya model bisnis jelas dan di sisi lain valuasinya membengkak.Akhirnya, antara Maret 2000 hingga Oktober 2002, NASDAQ kehilangan hampir 80 persen valuasi. Harga saham khususnya teknologi rontok, banyak perusahaan bangkrut karena gagal mendapat cuan, investor rugi besar — meski 'kernel of truth' atau inti kebenarannya, internet tetap bertahan dan jadi fondasi ekonomi digital sampai sekarang.Ilustrasi artificial intelligence. Foto: ShutterstockPakar dan analis bahwa investasi di bidang AI lain juga punya pandangan sama: AI bergerak terlalu cepat. Joe Tsai, salah satu pendiri Alibaba, Ray Dalio dari Bridgewater Associates, dan Torsten Slok, kepala ekonom Apollo Global Management, semuanya telah menyampaikan peringatan serupa.Bulan lalu, Slok menyatakan dalam sebuah laporan bahwa ia yakin gelembung AI saat ini, pada kenyataannya, lebih besar daripada gelembung internet. Valuasi 10 perusahaan teratas di S&P 500 saat ini dinilai terlalu tinggi dibandingkan pada tahun 1990-an.Dalam email hari Senin kepada CNBC, Ray Wang, direktur penelitian untuk semikonduktor, rantai pasokan, dan teknologi baru di Futurum Group, mengatakan bahwa komentar Altman ada benarnya, tetapi kembali lagi, risikonya bergantung pada masing-masing perusahaan.“Dari perspektif investasi yang lebih luas dalam AI dan semikonduktor... saya tidak melihatnya sebagai gelembung. Fundamental di seluruh rantai pasokan tetap kuat, dan lintasan jangka panjang tren AI mendukung investasi yang berkelanjutan,” ujarnya.AI DeepSeekIlustrasi DeepSeek. Foto: Dado Ruvic/REUTERSKekhawatiran akan gelembung AI telah mencapai puncaknya di awal tahun ini. Ingat DeepSeek? Startup asal China itu merilis model penalaran dengan biaya produksi jauh lebih murah dari perusahaan teknologi AS.DeepSeek mengeklaim satu versi model bahasa besar canggihnya telah dilatih dengan biaya kurang dari 6 juta dolar AS. Biaya ini tak seberapa besar jika dibandingkan dengan miliaran dolar yang dihabiskan oleh para pemimpin pasar AI AS seperti OpenAI.Awal Agustus 2025, Altman optimistis OpenAI berada on-track dan akan menghasilkan di atas 20 miliar dolar AS tahun ini. Kendati perusahaan itu tetap tidak menguntungkan.Peluncuran model AI GPT-5 terbaru OpenAI awal bulan ini mendapat sorotan sejumlah pihak. Kritikus menganggap model AI yang dirilis publik secara gratis ini terasa kurang intuitif.Setelah merilis model tersebut, Altman juga mengisyaratkan kehati-hatian yang lebih tinggi terhadap beberapa prediksi optimis industri AI.