Restroran jadi salah satu objek yang dikenai PBJT. Foto: Azalia Amadea/kumparanPemerintah Provinsi DKI Jakarta resmi menerapkan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk menggantikan Pajak Hiburan (PB1). Skema ini merupakan bagian dari reformasi besar di sektor pajak daerah, menyusul amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD).Penetapan PBJT kemudian dituangkan dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.Sebelum adanya PBJT, pemerintah daerah memungut PB1 untuk berbagai bentuk hiburan, mulai dari tontonan film, konser, pertunjukan seni, hingga diskotik dan karaoke. Tarifnya pun bervariasi—bahkan bisa mencapai 75 persen untuk sektor hiburan malam, yang dianggap terlalu membebani pelaku usaha.Kini, PBJT hadir untuk menyederhanakan sistem, memberikan kepastian hukum, serta mengintegrasikan berbagai objek pajak yang sebelumnya tersebar dalam beberapa jenis pungutan.Dengan sistem baru ini, penarikan pajak daerah jadi lebih efisien dan mudah dipantau.PBJT Dorong Pengembangan Layanan Jasa dan HiburanAdapun lima kelompok jasa dan barang tertentu yang dikenai PBJT di antaranya:Jasa makanan dan minuman, seperti restoran, rumah makan, dan kafeTenaga listrikJasa perhotelanJasa parkirJasa kesenian dan hiburanTarif pajaknya pun lebih jelas dan proporsional. Untuk jasa makanan dan minuman, jasa perhotelan, jasa parkir, dan jasa hiburan dikenakan pajak sebesar 10 persen. Sementara untuk diskotik, bar, kelab malam, karaoke, dan spa dikenakan tarif 40 persen.Adanya PBJT ini membuat pemerintah daerah menerima pendapatan yang lebih stabil dan berkelanjutan. Tak hanya itu, sistem perpajakan juga lebih efisien dan modern. Anggaran publik pun bisa dialokasikan lebih optimal untuk pembangunan dan layanan masyarakat.Di sisi lain, pelaku usaha bisa membayar pajak dengan tarif lebih wajar dan tidak memberatkan. Proses pelaporan juga lebih mudah karena terintegrasi secara elektronik. Bagi sektor jasa dan hiburan, daya saing usaha bisa meningkat.Transformasi PB1 menjadi PBJT mencerminkan semangat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam membangun sistem perpajakan yang adaptif, berkelanjutan, dan inklusif. Sistem ini dirancang untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi, digitalisasi usaha, serta dinamika ekonomi kreatif yang terus berubah.Pemprov DKI berharap, kebijakan ini dapat menjadi role model bagi reformasi pajak daerah di kota-kota lain di Indonesia.