Ilustrasi laptop dan ponsel (Foto: Freepik/jannoon028)JAKARTA - Kehidupan di era digitalisasi saat ini telah memudahkan banyak hal. Semua orang bisa melakukan apapun lewat ponsel. Mulai dari pesan makanan, belanja, hingga urusan keuangan, rasa aman menjadi kunci utama.Kenyamanan dalam bertransaksi ternyata berawal dari sebuah ekosistem digital yang kuat, aman, dan nyaman. Tanpa keamanan, semua kemudahan bisa berubah jadi kerugian."AFTECH menginisiasi IDBS untuk mendorong kemitraan strategis yang bisa direplikasi lintas sektor antara bank digital, fintech, regulator, dan sektor riil," ujarnya, Ketua Umum AFTECH, Pandu Sjahrir, dari keterangan resmi Fintech Indonesia.Menurut Pandu, tahun ini ada tiga fokus besar yang akan langsung berdampak ke kehidupan sehari-hari, yakni perlindungan dari penipuan digital, layanan keuangan yang inklusif hingga ke UMKM dan masyarakat yang belum terjangkau, serta kerja sama jangka panjang agar semuanya bisa berjalan berkelanjutan."Keuangan digital yang tepercaya akan berfungsi sebagai fondasi fundamental bagi pertumbuhan ekonomi yang aman, adil, dan berkelanjutan," tegasnya.Sementara itu, wakil Ketua Umum II AFTECH, Budi Gandasoebrata, menambahkan untuk bisa benar-benar membuat orang nyaman dalam bertransaksi digital, ada tiga pilar yang harus dijalankan bersamaan, yakni aturan yang adaptif, inovasi yang bertanggung jawab, serta edukasi publik agar masyarakat tidak mudah terjebak penipuan."Pertama, kita perlu regulasi dan pengawasan yang adaptif dan berbasis risiko agar inovasi tidak mengorbankan keamanan," jelas Budi."Kedua, inovasi digital seperti AI dan open finance harus dijalankan secara akuntabel dengan tata kelola yang kuat. Ketiga, edukasi publik dan kampanye anti-scam harus dilakukan secara terintegrasi lintas platform dan regulator. Semua ini menjadi syarat mutlak agar kepercayaan publik terhadap sektor keuangan digital tetap terjaga," tambahnya.Dalam diskusi, para narasumber juga menekankan melindungi masyarakat dari penipuan digital tidak bisa dilakukan sendirian. Semua pihak, mulai dari regulator, penyedia teknologi, hingga lembaga keuangan harus berbagi data dan intelijen agar masyarakat tidak menjadi korban.Peran penyedia identitas digital juga dinilai penting. Mereka memastikan identitas seseorang di dunia maya tetap sah dan aman, sehingga kita bisa lebih percaya diri ketika bertransaksi."Membangun digital trust bukan hanya soal teknologi, tetapi juga kolaborasi dan kepatuhan. Dengan identitas digital yang sah dan diakui negara, masyarakat maupun industri dapat bertransaksi dengan lebih aman dan percaya diri," ujar Marshall Pribadi.Tak bisa dipungkiri, kecerdasan buatan (AI) kini menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi membantu inovasi, di sisi lain bisa dipakai untuk serangan digital yang semakin canggih. Namun justru AI juga yang diandalkan untuk melawan ancaman ini."Bicara keamanan siber, bicara AI tentu kita harus siap dengan serangan-serangan yang sudah berbasis AI, nah terus bagaimana caranya menghadapinya? Ya tentunya dengan AI juga." ungkap Edit Prima dari BSSN.Hal yang menarik, semua upaya ini sebenarnya bermuara pada satu hal, yakni membuat hidup masyarakat digital lebih nyaman. Mulai dari UMKM yang bisa mengakses pembiayaan dengan mudah, hingga pengguna sehari-hari yang bisa tenang melakukan transfer, membayar dengan QRIS, atau sekadar belanja online tanpa takut ditipu.Pada akhirnya, gaya hidup digital yang aman adalah milik semua orang. Dengan sinergi, teknologi, dan edukasi, kita bisa melangkah lebih bebas di dunia digital, bukan sekadar mengikuti tren, tapi benar-benar merasa bebas dari penipuan dan yakin setiap transaksi berjalan aman.