Menu makanan MBG yang diproduksi di SPPG Batu Hitam Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau pada Senin (11/8/2025). (ANTARA/Muhamad Nurman)JAKARTA – Publik ramai mempertanyakan pernyataan Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Stella Christie yang mengaitkan antara program makan bergizi gratis atau MBG, dan kemampuan belajar anak sekolah.Dalam pernyataannya, Stella menuturkan, “Dengan program MBG, anak-anak tidak hanya mendapatkan gizi yang baik, tetapi juga belajar menghitung dan mengenal bahasa Inggris melalui jenis-jenis makanan”.Klaim tersebut ia sampaikan saat mengunjungi stan Badan Gizi Nasional (BGN) pada hari kedua Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI) 2025 di Institut Teknologi Bandung, Jawa Barat.Pernyataan Stella cukup mencuri perhatian publik yang mempertanyakan klaim tersebut. Sebagian ada yang mengamini penyataan wanita lulusan Harvard University dan Northwestern University itu, tapi sebagian lainnya menyangsikannya.Pentingnya 1.000 Hari Pertama KehidupanSejak pertama kali berjalan pada 6 Januari 2025, program MBG memang sering mengundang perhatian publik. Bukan cuma karena menelan anggaran yang sangat besar, tetapi program ini memang kerap menemui sejumlah rintangan.Mulai dari kasus keracunan yang dialami di sejumlah sekolah, penolakan program ini seperti yang terjadi di Papua, hingga adanya mitra dapur MBG yang tidak dibayar oleh yayasan. Maka tak heran, ketika Wamendikti Saintek Stella Christie melontarkan pernyataan yang menghubungkan program MBG dengan meningkatkan kemampuan matematika dan bahasa Inggris siswa, klaim ini juga menjadi sorotan.Memang, sejumlah riset menjelaskan adanya korelasi positif di antara keduanya. Tapi apakah secara spesifik dapat meningkatkan skill dua pelajaran tersebut masih perlu dikaji lebih dalam.Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Stella Christie ditemui dalam sebuah acara di Jakarta, Kamis (21/8/2025). (ANTARA/Sean Filo Muhamad)Program MBG yang digagas Presiden Prabowo Subianto pada dasarnya meniru program serupa di luar negeri. Studi kasus dari beberapa negara menunjukkan bahwa program makan siang yang diberikan di sekolah memiliki hubungan positif dengan capaian akademik siswa, termasuk peningkatan fungsi kognitif dan motivasi belajar.Mengutip Kompas, penelitian yang dilakukan Marina Roberts dan kawan-kawan dalam jurnal Nutrients pada 2022 menunjukkan bahwa intervensi gizi, seperti zat besi, mikronutrien ganda, dan konsumsi ikan memberikan dampak positif terhadap hasil kognitif anak prasekolah.“Pemenuhan kebutuhan gizi anak sangat berkaitan dengan tingkat kecerdasan anak, terutama pada masa pertumbuhan. Pada periode kritis 0-2 tahun atau 1.000 hari pertama kehidupan, pemenuhan kebutuhan gizi akan sangat berpengaruh terhadap pembentukan dan perkembangan otak,” tuturnya.Apabila kebutuhan gizi selama periode 1.000 hari pertama kehidupan tersebut tidak tercukupi, tingkat kecerdasan anak dalam jangka panjang akan terdampak. Pemenuhan gizi yang kurang bahkan bisa berpotensi menyebabkan kondisi gagal tumbuh atau tengkes.Perlu Dukungan Faktor LainDosen Departemen Gizi Kesehatan Universitas Gadjah Mada (UGM) Toto Sudargo menyebut program MBG berpotensi besar meningkatkan kemampuan fungsi kognitif siswa jika dikelola dengan baik. Namun hal ini juga tetap harus diimbangi dengan pengolahan gizi dari menu makanan.“Konsumsi makanan bergizi, seperti protein dari telur, sangat penting untuk mendukung perkembangan otak. Namun, penyajiannya juga harus diperhatikan agar anak-anak tertarik untuk mengkonsumsinya,” kata Toto.Sementara itu, Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Narila Mutia Nasir menjelaskan, beberapa penelitian yang dilakukan di berbagai negara seperti China, Denmark, Finlandia, dan Norwegia menunjukkan intervensi gizi di sekolah memiliki dampak baik terhadap aspek kognitif siswa. Namun, Narila menegaskan hasil studi tersebut bervariasi dan tidak selalu menghasilkan temuan yang konsisten.Narila juga menjelaskan bahwa otak secara biologis butuh asupan energi yang cukup untuk dapat berfungsi optimal. Sekitar 20 persen dari total kalori harian yang dikonsumsi seseorang digunakan oleh otak untuk berkonsentrasi.Ketika anak datang ke sekolah dalam keadaan lapar atau kurang gizi, kemampuan kognitif dan konsentrasinya dapat menurun secara drastis. Dalam konteks ini, pemberian MBG memang berpotensi mendukung peningkatan energi dan kapasitas kognitif anak selama proses belajar berlangsung. Tetapi Narila menegaskan ada “syarat dan ketentuan” berlaku atau ada faktor lain yang juga harus didukung.Supaya dampak MBG terhadap capaian akademik benar-benar terasa, maka tidak cukup hanya sekadar menyediakan makanan. Dalam hal kemampuan kognitif, kualitas gizi makanan yang disediakan perlu diperhatikan, terutama dalam hal kandungan mikronutrien penting (zat besi, zinc, asam folat, vitamin B12, yodium, serta asam lemak esensial).Kesimpulan Narila menyebutkan, klaim bahwa MBG berdampak terhadap prestasi akademik memang memiliki dasar ilmiah, namun hasil penelitian tersebut juga disebabkan oleh sejumlah faktor, seperti durasi program, desain dan kualitas program, serta status sosial ekonomi penerima makanan.Terlalu PrematurDi sisi lain, pakar pendidikan Rakhmat Hidayat menilai klaim Stella Christie bahwa MBG berpotensi meningkatkan kemampuan matematika dan bahasa Inggris masih prematur. Ini karena program tersebut baru berjalan beberapa bulan.Menurutnya, sebuah kebijakan publik yang belum mencapai satu tahun pelaksanaan tidak bisa dievaluasi secara menyeluruh. Selain persoalan waktu pelaksanaan yang masih terlalu dini, Rakhmat juga menyoroti implementasi di lapangan menyusul banyaknya kekisruhan yang terjadi.Rakhmat kemudian mengisahkan studi postdoktoral yang dia lakukan di Finlandia pada 2019. Ia mengamati bagaimana negara tersebut menerapkan reformasi pendidikan secara komprehensif sejak 1970, termasuk menyediakan makan siang gratis bagi seluruh siswa di sekolah.Anak-anak, kata dia, sejak saat itu makan siang di kantin bersama dengan standar kesehatan terbaik seperti ikan, sayuran, dan ditambah yoghurt, keju, susu, serta buah-buahan.Dampak signifikan dari kebijakan di Finlandia baru mulai terlihat pada awal 2000-an, ketika negara tersebut diakui dunia internasional sebagai salah satu negara dengan sistem pendidikan terbaik. Skor PISA-nya tergolong sangat tinggi dalam bisang sains, matematika, dan literasi.Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Lebak, Banten mulai dilaksanakan guna menunjang peningkatan gizi siswa-siswi jenjang pendidikan Sekolah Dasar. (ANTARA/HO-Dindik Lebak)“(Dampak kebijakan pemberian makan gratis) itu baru dirasakan dampaknya itu berapa puluh tahun kemudian. Pada awal tahun 2000 dan itu diakui oleh dunia internasional,” ujar Rakhmat.Rakhmat mengakui memang ada kaitan antara kualitas gizi dan pendidikan anak. Ketika anak terbiasa mengonsumsi makanan bergizi, tentu itu akan membentuk kondisi tubuh yang prima. Namun untuk menyimpulkan bahwa program MBG memiliki dampak meningkatkan skill matematika dan bahasa Inggris tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat program ini berjalan.Selain itu, standar nutrisi dalam makanan yang diberikan juga perlu diperhatikan, seperti zat besi, zinc, asam folat, vitamin B12, dan lain-lain. Monitoring dan evaluasi berbasis bukti juga perlu dilakukan untuk melihat apakah benar terjadi peningkatan seperti klaim Wamendikti Saintek Stella Christie.