Pasca Kerusuhan Agustus, Perjuangan Meyakinkan Turis Asing untuk Tetap Datang

Wait 5 sec.

Keamanan adalah faktor utama yang harus trwujud agar wisatawan asing mau datang. (IST)JAKARTA - Gelombang demonstrasi yang terjadi pada 25–28 Agustus 2025 lalu meninggalkan jejak kekhawatiran di berbagai sektor, termasuk pariwisata. Tak hanya di Jakarta, aksi yang awalnya menuntut transparansi dan reformasi DPR itu meluas hingga ke 32 provinsi. Sejumlah titik aksi bahkan berujung pada anarki, kerusuhan, pembakaran fasilitas umum, hingga penjarahan. Dampak langsungnya mulai terasa di industri pariwisata. Beberapa wisatawan asing memilih menunda perjalanan mereka ke Indonesia, terutama ke Pulau Jawa, Bali, dan Lombok. Hal ini diungkapkan Edu Lahar Pragowo, pendiri Java Private Tour, sebuah perusahaan yang fokus menyediakan tur privat untuk wisatawan mancanegara. “Sejak tanggal 26 Agustus, banyak tamu kami yang menghubungi lewat email dan WhatsApp, bertanya apakah Indonesia aman untuk dikunjungi. Ada yang sampai menunda keberangkatannya,” kata Edu saat ditemui di kantornya di Jakarta, Jumat 5 September. Menurut Edu, ketakutan wisatawan bukan tanpa alasan. Berita internasional yang memperlihatkan kerusuhan, termasuk pembakaran gedung DPRD di beberapa kota dan bentrokan yang memakan korban jiwa, membuat calon turis ragu untuk bepergian ke Indonesia. “Bagi wisatawan asing, keamanan adalah prioritas utama. Ketika mereka melihat video kerusuhan atau membaca berita tentang penjarahan, mereka akan berpikir dua kali sebelum datang,” ujarnya. Dampak Ekonomi, dari Devisa hingga Pengrajin LokalEdu menjelaskan, pariwisata bukan hanya soal perjalanan rekreasi, tapi juga sumber devisa penting bagi negara. Selain itu, aktivitas wisata membawa manfaat ekonomi langsung kepada banyak pihak, mulai dari pengrajin batik, seniman tari, pemandu wisata lokal, hingga pedagang kuliner tradisional. “Kalau turis batal datang, yang paling terdampak justru rakyat kecil. Mereka kehilangan penghasilan harian,” ungkap Edu. Java Private Tour sendiri kerap mempertemukan wisatawan asing dengan komunitas lokal. Dalam satu perjalanan, turis bisa membeli batik langsung dari pengrajin, menikmati pertunjukan tari dari sanggar seni desa, atau mencicipi kopi dari petani setempat. “Semua transaksi itu langsung ke mereka, tanpa perantara. Jadi dampaknya terasa nyata. Ketika situasi tidak aman dan turis tidak datang, semua itu terhenti,” kata Edu.Dukung 17+8 Tuntutan Rakyat, Ajak Jaga KetertibanMelihat kondisi yang terjadi, Edu secara pribadi menyatakan dukungan terhadap gerakan 17+8 Tuntutan Rakyat, yang menyerukan reformasi politik dan ekonomi. Menurutnya, tuntutan ini penting untuk menciptakan stabilitas jangka panjang yang akan menguntungkan semua sektor, termasuk pariwisata. “Kalau ada ketimpangan ekonomi yang tidak diselesaikan, ujung-ujungnya pasti muncul demonstrasi lagi. Kalau demonstrasi berubah jadi kerusuhan, dampaknya bukan hanya ke pemerintah, tapi juga ke rakyat biasa dan dunia usaha,” jelasnya. Meski begitu, Edu mengimbau agar aksi disampaikan secara damai. “Kami mendukung aspirasi rakyat, tapi jangan sampai anarkis. Karena kalau terjadi kekerasan, yang merasakan dampak terburuk ya kita semua,” katanya. Situasi Kini Sudah KondusifEdu memastikan bahwa kondisi saat ini sudah kembali kondusif. Lokasi wisata, kata dia, aman untuk dikunjungi, dan kerusuhan tidak menyebar ke area destinasi wisata utama. “Untuk saat ini, situasi sudah stabil. Kami juga terus memantau perkembangan di lapangan. Para tamu bisa merasa tenang untuk melanjutkan rencana perjalanan mereka,” tutur Edu. Ia menambahkan, beberapa tamu yang sempat menunda keberangkatan kini sudah kembali mengonfirmasi jadwal perjalanan mereka. “Kami siap memberikan pengalaman terbaik dan menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia tetap negara yang ramah dan indah untuk dikunjungi,” kata Edu sambil tersenyum.