Fenomena Cringe Culture Bikin Takut Berkarya, Apa Pendapat teman kumparan?

Wait 5 sec.

Ilustrasi Sosial Media. Foto: ShutterstockCringe culture adalah fenomena yang berkembang seiring dengan masifnya penggunaan media sosial. Cringe culture merujuk pada kebiasaan orang-orang menghina atau mengejek orang lain dengan sebutan ‘cringe’.Dikutip dari Dictionary Cambridge, cringe berarti jijik, ngeri, atau konyol. Istilah ini juga sering digunakan untuk menunjukkan bahwa kamu menganggap sesuatu sangat memalukan.Dalam fenomena cringe culture, kata cringe digunakan secara serampangan kepada siapa pun yang membuat karya. Padahal, karya tersebut sebenarnya nggak merugikan atau menghina siapa pun.Misalnya, seseorang menulis puisi tapi malah dicap cringe. Contoh lainnya, kreator konten yang membuat konten review kosmetik, lalu kolom komentarnya dibanjiri kata “cringe”. Budaya ini akhirnya membatasi orang-orang untuk berkarya, sebab mereka takut mendapat penghakiman dari orang lain.Ilustrasi media sosial. Foto: Rodhi Zulfa/kumparanPenulis asal Amerika, Ocean Vuong, juga menyoroti fenomena cringe culture yang berkembang belakangan ini. Dalam wawancaranya dengan ABC News, ia mengatakan:“Ada semacam budaya pengawasan di media sosial, dan mereka akan berkata, 'Aku ingin jadi penyair. Aku ingin jadi penulis yang baik, tapi agak cringe, kan?’.”Vuong merasa pemikiran semacam itu mengerikan dan berupaya menghapuskan cringe culture. Ia ingin menciptakan lingkungan di mana setiap usaha dihargai dan tidak dipandang sebagai kegiatan yang mempermalukan diri sendiri.Kalau menurut pandangan teman kumparan gimana, ya? Yuk, dengar pendapat mereka di bawah ini.Fenomena Cringe Culture Menurut teman kumparanIlustrasi bermain sosial media. Foto: photobyphotoboy/ShutterstockMenurut teman kumparan Citra, cringe culture adalah tren yang mungkin terlihat iseng, tapi sebenarnya toxic. Sebab, komentar semacam itu seolah-olah memaksa segala hal harus sesuai dengan standar pribadi seseorang.“Kayak semua hal harus sesuai standar, kalau beda langsung diketawain. Padahal orangnya (yang membuat konten) lagi happy, kenapa, sih, harus dirusak?” tutur Citra.Sementara itu, teman kumparan Raka mengaku sebal dengan cringe culture ini. Menurutnya, orang-orang yang sering memberi label cringe ke orang lain sebenarnya cuma pengin kelihatan keren dengan cara merendahkan orang lain.Raka juga prihatin dengan lahirnya budaya ini, karena dapat membuat orang-orang jadi insecure untuk mengekspresikan dirinya.Ilustrasi media sosial. Foto: Koshiro K/Shutterstock“Padahal yang mereka bilang cringe itu kan gak ngerugiin siapa-siapa juga. Menurutku, itu (cringe culture) bikin orang jadi insecure banget buat nunjukin dirinya,” ujar Raka.Di sisi lain, teman kumparan Ricardi mengaku muak dengan orang-orang yang hobi mengecap orang lain cringe. “Gue jujur muak sih. Orang-orang kayak gitu cuma nyari validasi dengan ngejek,” ucapnya.Oleh karena itu, Ricardi menyatakan bahwa budaya tersebut harus dilawan. Sebab, berpotensi membuat orang khawatir berkarya karena takut ditertawakan.“Menurut gue harus dilawan. Kalau gak, makin banyak orang yang mati gaya karena takut ditertawakan,” ucap Ricardi.Nikmati serunya sharing hal-hal seru dengan ribuan teman baru di komunitas teman kumparan. Klik kum.pr/temankumparan