Menteri Kebudayaan Fadli Zon menggelar pertemuan bilateral dengan Rwanda dan Uzbekistan. (IST)DENPASAR - Forum internasional Culture, Heritagw, Art, Narrative, Diplomacy, and Innovation (CHANDI) 2025 kembali menjadi panggung diplomasi budaya. Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon, memanfaatkan forum internasional ini untuk memperluas jejaring dan menguatkan kolaborasi kebudayaan dengan Rwanda dan Uzbekistan. Dua pertemuan bilateral yang digelar Kamis, 4 September di The Meru Sanur, Bali, menghadirkan komitmen baru: payung hukum bersama di bidang kebudayaan.Pertemuan dengan Duta Besar Rwanda untuk Indonesia, Abdul Karim Harelimana, berlangsung hangat. Menbud Fadli mengenang kunjungannya ke Kigali dua tahun lalu dan menyebut Rwanda sebagai negara paling bersih di Afrika. “Rwanda punya budaya kebersihan yang patut dicontoh. Saya berharap kita bisa segera menandatangani MoU sebagai payung kerja sama kebudayaan,” ujar Menbud Fadli. Dubes Abdul Karim menegaskan pentingnya budaya sebagai identitas bangsa. “Jika kita kehilangan budaya, kita kehilangan masa depan. Kami menantikan tindak lanjut konkret dari kerja sama ini,” ucapnya.Tak hanya Rwanda, Uzbekistan juga hadir dengan semangat yang sama. Wakil Menteri Kebudayaan, Yusufjon Usmanov, menggarisbawahi sejarah panjang hubungan kedua negara. Pertunjukan teatrikal tentang Imam Al-Bukhari dan Sukarno pada April 2025 disebutnya sebagai bukti kedekatan budaya. “Kami sudah menyiapkan enam kerangka kerja sama, mulai dari produksi film, pertukaran tenaga ahli, hingga Hari Uzbekistan di Indonesia. Semua ini perlu dituangkan dalam nota kesepahaman,” kata Usmanov.Menbud Fadli menyambut baik usulan itu. “Banyak peluang kolaborasi, dari warisan budaya, seni pertunjukan, hingga musik. Kami siap menyusun MoU kebudayaan dengan Uzbekistan,” ujarnya. Pertemuan ini juga menjadi undangan resmi bagi Menbud Fadli untuk hadir di Uzbekistan dalam General Conference UNESCO ke-43.Kedua agenda bilateral ini memperlihatkan bagaimana CHANDI 2025 tidak sekadar festival budaya, melainkan arena strategis yang mempertemukan ide, sejarah, dan masa depan. Dari Kigali hingga Tashkent, dari Bali ke dunia, diplomasi budaya Indonesia semakin menemukan bentuknya: mengikat persahabatan melalui warisan, seni, dan identitas yang hidup.