Menteri ATR/BPN: Lahan Tanjung Bunga Milik Keluarga Jusuf Kalla, Bukan Lippo Group

Wait 5 sec.

Menteri ATR/BPN Nusron Wahid (Wardhany Tsa Tsia-VOI)JAKARTA - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menyatakan pihaknya telah mengirim surat resmi kepada Pengadilan Negeri (PN) Makassar terkait perintah eksekusi lahan seluas 13,6 hektare di kawasan Jalan Metro Tanjung Bunga, Makassar, Sulawesi Selatan. Lahan tersebut diketahui tengah menjadi objek sengketa.Menurut Nusron, lahan yang disengketakan itu merupakan milik keluarga Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK), bukan milik PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD), yang merupakan bagian dari Lippo Group.“Tidak pernah ada sengketa antara PT Hadji Kalla dan GMTD. Persoalan hukum yang ada justru antara GMTD dan pihak lain, tetapi kebetulan objeknya sama,” ujar Nusron, Kamis 6 November.Nusron menjelaskan, pihak ATR/BPN melalui Kantor Wilayah Sulsel telah mengirim surat ke PN Makassar untuk meminta klarifikasi atas perintah eksekusi tersebut. Ia menilai proses eksekusi yang dilakukan pengadilan tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.“Kami mempertanyakan dasar eksekusinya. Dalam peraturan Mahkamah Agung, eksekusi harus diawali dengan konstatering atau pencocokan fakta lapangan. Tapi PN Makassar sudah tiga kali mengirim undangan konstatering dan semuanya dibatalkan, lalu tiba-tiba berubah jadi eksekusi. Ini tidak benar,” tegasnya.Menurut Nusron, undangan konstatering sempat dijadwalkan pada 17 dan 23 Oktober 2025, lalu kembali diajukan pada 3 November 2025, tetapi belum pernah terlaksana. Ia menilai langkah pengadilan yang tiba-tiba mengeluarkan perintah eksekusi tanpa konstatering melanggar prosedur.Selain itu, ia mengungkapkan secara faktual di atas lahan tersebut telah terdapat hak atas tanah lain yang sah atas nama Hadji Kalla, dan sertifikatnya bahkan terbit lebih dulu dibanding sertifikat yang dimiliki oleh GMTD.“Kalau sertifikat Hadji Kalla terbit lebih dulu, seharusnya dilakukan mediasi dulu. Tidak bisa langsung dieksekusi begitu saja,” katanya.Lebih lanjut, Nusron mengakui adanya kesalahan administratif di internal BPN. Ia menyebut terdapat oknum yang menerbitkan dua sertifikat di atas objek tanah yang sama.“Saya akui ada kesalahan dari pihak BPN. Kenapa bisa terbit dua sertifikat untuk lahan yang sama? Ini jelas tidak benar,” ujarnya.Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, Nusron memastikan ATR/BPN akan melakukan legal due diligence secara menyeluruh untuk menentukan sertifikat mana yang sah.“Kami akan periksa semuanya secara hukum. Kalau ada sertifikat yang terbukti tidak benar, salah satunya pasti kami batalkan,” tegasnya.Ia menilai, perintah eksekusi yang dikeluarkan PN Makassar janggal karena proses hukum atas dua sertifikat tersebut masih berjalan.“Masalah ini menunjukkan kurangnya koordinasi antar lembaga, khususnya antara pengadilan dan instansi terkait. Seharusnya eksekusi tidak dilakukan sebelum semua proses hukum selesai,” pungkas Nusron.