Google Bangun Pusat Data AI Raksasa di Pulau Christmas, Australia: Titik Strategis di Tengah Lautan Konflik

Wait 5 sec.

Google tengah merencanakan pembangunan pusat data kecerdasan buatan (AI) besar di Pulau Christmas (foto; x @BigBreakingWire)JAKARTA - Google diam-diam tengah merencanakan pembangunan pusat data kecerdasan buatan (AI) besar di Pulau Christmas, wilayah terpencil Australia di Samudra Hindia yang terletak sekitar 350 kilometer di selatan Indonesia. Proyek ini muncul setelah kesepakatan komputasi awan (cloud) antara Google dan Departemen Pertahanan Australia pada pertengahan tahun ini. Hal ini terungkap menurut dokumen dan pejabat yang dikutip Reuters, Kamis 6 November.Rencana tersebut belum pernah dilaporkan sebelumnya, dan banyak detail seperti ukuran, biaya, serta fungsi strategis fasilitas itu masih disimpan rapat. Namun para pakar militer menilai, pusat data itu bisa menjadi aset vital bagi Australia di garis depan pemantauan aktivitas kapal selam dan armada angkatan laut China di Samudra Hindia.Google dikabarkan tengah dalam tahap akhir negosiasi penyewaan lahan di dekat bandara Pulau Christmas, termasuk kerja sama dengan perusahaan tambang lokal untuk memenuhi kebutuhan energi proyek tersebut. Baik Google maupun Departemen Pertahanan Australia menolak memberikan komentar resmi.Bryan Clark, mantan perencana strategis Angkatan Laut AS yang kini menjadi peneliti di Hudson Institute, mengatakan kehadiran pusat data di Pulau Christmas akan memperkuat sistem komando dan kendali berbasis AI dalam skenario konflik regional.“Fasilitas itu akan memungkinkan pengoperasian sistem tanpa awak untuk misi pengintaian, penargetan, hingga pertempuran,” ujar Clark, dikutip VOI dari Reuters. Ia menambahkan bahwa jaringan kabel bawah laut lebih aman dibanding satelit, karena komunikasi satelit bisa dijamming oleh China dalam situasi krisis.Untuk mendukung proyek ini, Google juga telah mengajukan izin lingkungan untuk membangun kabel bawah laut pertama yang menghubungkan Pulau Christmas dengan kota Darwin di Australia utara — markas rotasi Marinir AS selama enam bulan setiap tahun. Dokumen menunjukkan proyek kabel itu akan dikerjakan oleh SubCom, kontraktor kabel bawah laut eksklusif militer AS yang sebelumnya juga menghubungkan pangkalan gabungan AS/Inggris di Diego Garcia.Presiden Dewan Pulau Christmas, Steve Pereira, mengatakan pemerintah daerah sedang mengkaji dampak sosial dan ekonomi proyek tersebut sebelum memberikan izin pembangunan. Dengan populasi hanya sekitar 1.600 orang, pulau seluas 135 kilometer persegi itu selama ini dikenal karena pusat detensi imigrannya dan migrasi tahunan jutaan kepiting merah.“Ada dukungan, selama proyek ini benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat — baik infrastruktur, lapangan kerja, maupun nilai ekonomi,” kata Pereira.Meski sebagian warga menolak kegiatan militer karena khawatir merusak pariwisata, sebagian lainnya optimistis kehadiran proyek Google dan meningkatnya aktivitas pertahanan akan menggairahkan ekonomi lokal. “Kami adalah aset strategis bagi pertahanan,” tambah Pereira. “Namun kami juga harus melindungi industri yang sudah ada di pulau ini. Semua proyek, baik milik pertahanan maupun Google, akan ditinjau dengan hati-hati.”Mantan Komodor Angkatan Laut Australia, Peter Leavy, yang pernah tinggal di Pulau Christmas, menyebut posisi pulau itu “sangat ideal” untuk memantau jalur laut vital seperti Selat Sunda, Lombok, dan Malaka. Dengan kata lain, pusat data AI Google di pulau mungil itu bisa menjadi simpul baru dalam peta besar geopolitik Indo-Pasifik—di mana teknologi, keamanan, dan ekonomi kini berpadu dalam satu pulau yang dulunya hanya dikenal karena kepiting merahnya.