Ilustrasi penyakit jantung. (Freepik)JAKARTA - Perubahan gaya hidup masyarakat modern membawa dampak besar terhadap kesehatan jantung. Pola makan tinggi lemak dan gula, kebiasaan duduk terlalu lama, stres pekerjaan, hingga kurangnya aktivitas fisik kini menjadi kombinasi berbahaya yang meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular.Di tengah kesibukan dan pola hidup serba cepat, banyak orang tidak menyadari gaya hidup sehari-hari mereka telah membuka jalan bagi timbulnya penyakit jantung, salah satu penyebab kematian tertinggi di Indonesia dan dunia.Ketua Umum Perhimpunan Intervensi Kardiologi Indonesia (PIKI), dr. Sodiqur Rifqi, Sp.JP, menjelaskan dalam beberapa tahun terakhir, terjadi perubahan signifikan dalam pola penyakit jantung di Indonesia."Dulu yang paling banyak adalah penyakit jantung rematik, tapi sekarang kasusnya sudah berkurang. Sebaliknya, penyakit jantung koroner meningkat pesat karena faktor risiko seperti pola makan, obesitas, dan kurang gerak semakin umum ditemukan di sekitar kita,” ujarnya dalam Indonesian Society of Interventional Cardiology Annual Meeting (ISICAM) ke-17, di Hotel Shangri-La, Jakarta, baru-baru ini. Menurut dr. Sodiqur, peningkatan kasus penyakit jantung tidak hanya disebabkan oleh faktor genetik, tetapi lebih banyak karena gaya hidup yang tidak sehat. Kurangnya kesadaran terhadap pentingnya pemeriksaan rutin dan deteksi dini juga membuat banyak kasus baru terdeteksi pada tahap yang sudah parah."Kebiasaan sederhana seperti menjaga berat badan, aktif bergerak, dan menghindari konsumsi lemak berlebih sebenarnya bisa menurunkan risiko penyakit jantung secara signifikan,” tambahnya.Sebagai langkah nyata memperkuat pemahaman dan keterampilan di bidang kardiologi intervensi, PIKI menggelar konferensi tahunan Indonesian Society of Interventional Cardiology Annual Meeting (ISICAM) ke-17 pada 5–8 November 2025 di Jakarta.Melalui tema “Back to Fundamentals, Kembali ke Fondasi, Maju dengan Inovasi,” acara ini menegaskan pentingnya memperkuat dasar ilmu kedokteran sekaligus mengikuti perkembangan teknologi terkini untuk memastikan terapi jantung yang presisi dan aman.ISICAM 2025 diikuti oleh lebih dari 1.700 peserta dan puluhan pakar internasional yang berbagi pengalaman terkait intervensi jantung, teknologi medis mutakhir, serta strategi pencegahan dan pengelolaan penyakit kardiovaskular di era modern.Kegiatan ini menjadi bukti komitmen PIKI dalam memperkuat pendidikan, penelitian, dan inovasi di bidang kardiologi untuk mendukung transformasi kesehatan nasional.Dr. Sodiqur menegaskan edukasi publik dan kolaborasi lintas disiplin merupakan kunci utama dalam menekan angka penyakit jantung di Indonesia."Pencegahan harus dimulai dari kesadaran diri. Inovasi medis penting, tapi tidak akan berarti tanpa perubahan perilaku masyarakat dalam menjaga pola hidup sehat,” tutupnya.ISICAM 2025 menghadirkan 59 pakar internasional dari 14 negara seperti Spanyol, Inggris, Polandia, Turki, Korea, Jepang, Singapura, dan Malaysia, serta 191 ahli nasional.Para pakar akan berbagi pengalaman dan keterampilan terkini dalam berbagai bidang mulai dari intervensi koroner, penyakit jantung bawaan, kelainan struktural jantung, hingga terapi pembuluh darah perifer.Acara ini juga menampilkan 17 live demonstration tindakan intervensi yang dilakukan secara kolaboratif antara rumah sakit luar negeri, Nanjing First Hospital (China), National Heart Foundation Hospital & Research Institute (Bangladesh), dan National Heart Centre Singapore, serta enam rumah sakit di Indonesia, termasuk RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, RSUP Fatmawati, RSUP Prof. Dr. I.G.N.G. Ngoerah (Bali), RSUP Dr. Sardjito (Yogyakarta), RS Bina Waluya (Jakarta), dan RS Primaya (Tangerang)."Kegiatan ini diperkirakan diikuti lebih dari 1.700 peserta dari berbagai profesi, seperti dokter spesialis jantung intervensi, fellow, perawat, teknisi kardiovaskular, dan radiografer. Kami berharap seluruh tenaga kesehatan yang bekerja di ruang kateterisasi jantung memperoleh manfaat nyata dari pembelajaran ini baik dalam peningkatan keterampilan maupun kolaborasi lintas disiplin,” ujar dr. Dasdo Antonius Sinaga, Sp.JP, Ketua Penyelenggara ISICAM 2025.