Media briefing "Membangun Sistem Pelaporan dan Peringatan Dini yang Terintegrasi Menuju Indonesia Zero Dengue Death 2030" di Jakarta. (Dinno/VOI)JAKARTA - Demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi salah satu tantangan kesehatan masyarakat terbesar di Indonesia. Penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti ini tidak hanya menimbulkan beban ekonomi besar, tetapi juga mengancam keselamatan jiwa, terutama pada anak-anak.Dengan perubahan iklim, urbanisasi cepat, dan tingginya mobilitas penduduk, risiko penularan dengue semakin meningkat di berbagai daerah. Karena itu, upaya bersama untuk memperkuat sistem pencegahan, pelaporan, dan respons dini menjadi kebutuhan mendesak.Data terbaru menunjukkan beban penyakit dengue terus meningkat dan membutuhkan perhatian serius. BPJS Kesehatan mencatat terdapat 1.068.881 kasus dengue sepanjang tahun 2024, yang mana 98,7 persen atau 1.055.255 kasus merupakan pasien rawat inap.Angka tersebut hampir empat kali lebih tinggi dari laporan Kementerian Kesehatan di periode yang sama. Selain itu, klaim pembiayaan perawatan akibat dengue melonjak dari Rp1,5 triliun pada 2023 menjadi Rp2,9 triliun pada 2024.Perbedaan data ini mengindikasikan beban sebenarnya di masyarakat kemungkinan jauh lebih besar, sekaligus menegaskan perlunya sistem pelaporan yang terintegrasi dan akurat untuk memperkuat pengambilan kebijakan berbasis bukti.Menurut Wakil Ketua MPR RI Dr. Lestari Moerdijat, SS, MM, yang akrab disapa Rerie, menekankan pentingnya kepemimpinan kuat dan koordinasi lintas sektor dalam menanggulangi dengue."Dengue bukan lagi sekadar masalah kesehatan masyarakat, tapi cermin kesiapan sistem kita dalam melindungi rakyat. Kita perlu membangun satu data, satu arah, satu komitmen agar setiap kematian akibat dengue tidak lagi dianggap wajar,” ujar Rerie, dalam media briefing "Membangun Sistem Pelaporan dan Peringatan Dini yang Terintegrasi Menuju Indonesia Zero Dengue Death 2030" di Jakarta. Dalam kesempatan yang Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Dr. Hj. Nihayatul Wafiroh, MA, turut mengapresiasi langkah Kementerian Kesehatan yang tengah menyusun Rencana Aksi Nasional (RAN) Dengue 2026–2030 sebagai kelanjutan dari Strategi Nasional (STRANAS) Dengue 2021–2025."Kami mendorong agar penyusunan RAN ini segera difinalisasi dengan landasan hukum kuat, idealnya setingkat peraturan presiden. Penting juga untuk mengintegrasikan kemajuan teknologi, inovasi surveilans, vaksinasi, dan pendekatan perawatan yang lebih efektif,” ujarnya.Ketua Umum KOBAR Lawan Dengue, dr. H. Suir Syam, M.Kes., M.M.R, menambahkan kolaborasi lintas sektor harus semakin diperkuat."Sebagai wadah independen lintas bidang, KOBAR berperan memastikan kebijakan dan inovasi yang dihasilkan benar-benar berdampak dan berkelanjutan. Bersama, kita menapaki jalan menuju Zero Dengue Death 2030 dengan komitmen nyata, bukan sekadar seruan,” tegasnya.Menurut data KOBAR, terdapat kesenjangan besar antara laporan Kementerian Kesehatan (sekitar 257 ribu kasus dengue pada 2024) dan data rawat inap BPJS (sekitar 1 juta kasus). Hal ini menandakan adanya under-reporting terhadap beban riil dengue di lapangan.Wakil Menteri Kesehatan RI, Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD, Ph.D, menyambut baik diskusi lintas sektor tersebut."Kementerian Kesehatan berkomitmen menciptakan kebijakan kuat untuk mewujudkan Nol Kematian Akibat Dengue 2030. Kami tengah memperbarui STRANAS Penanggulangan Dengue dengan memperkuat deteksi dini, respons cepat, serta pendekatan inovatif seperti vaksinasi dan teknologi wolbachia,” jelasnya.Ia menambahkan bahwa integrasi sistem surveilans secara real-time akan menjadi kunci untuk menghadapi ancaman dengue di masa depan.Dari sisi pembiayaan, dr. Lily Kresnowati, M.Kes., Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan, menyoroti beban ekonomi yang signifikan akibat dengue."Klaim pembiayaan akibat dengue meningkat hampir dua kali lipat dalam setahun. Ini menandakan pentingnya beralih dari sistem reaktif ke sistem antisipatif dengan pencegahan dan edukasi masyarakat yang lebih kuat,” jelasnya.Sementara itu, dr. Jaya Mualimin, Kepala Dinas Kesehatan Kalimantan Timur, berbagi pengalaman daerahnya dalam mengendalikan dengue melalui pendekatan terpadu."Kami menerapkan kombinasi gerakan 3M Plus, edukasi masyarakat, serta inovasi seperti vaksinasi. Hasilnya, kasus rawat inap menurun dan kesadaran warga meningkat. Upaya menyeluruh terbukti lebih efektif menekan penyebaran dengue secara berkelanjutan,” ungkapnya.Melalui forum ini, seluruh pemangku kepentingan sepakat pengendalian dengue tidak bisa ditunda. Dialog diharapkan menghasilkan rekomendasi kebijakan konkret, sistem data nasional yang terintegrasi, dan peta kebutuhan daerah untuk mendukung revisi STRANAS Pengendalian Dengue 2026–2030.Lebih dari itu, inisiatif ini menjadi bukti nyata melalui sinergi antara pemerintah, akademisi, sektor swasta, dan masyarakat, visi Indonesia Zero Dengue Death 2030 bukan hanya target, tetapi komitmen bersama menuju masa depan yang lebih sehat.