Nissan Murano 2025. (Foto: Nissan USA)JAKARTA - Setelah dirundung banyak masalah sejak setahun terakhir, produsen otomotif asal Jepang Nissan Motor membukukan laba operasi pada kuartal kedua (Juli-September) dengan hasil terbaiknya dalam lebih dari setahun. Kinerja positif ini didorong oleh upaya pemangkasan biaya yang agresif di bawah rencana pemulihan serta peningkatan penjualan di Amerika Utara.Perusahaan yang berbasis di Yokohama ini membukukan laba operasi sebesar 51,5 miliar yen (Rp5,6 trilun) untuk kuartal kedua. Angka ini melonjak 61 persen dibandingkan laba 31,9 miliar yen (Rp3,4 trilun) pada periode yang sama tahun sebelumnya.Mengacu laporan Nikkei Asia dan Reuters, dikutip Jumat, 7 November, laporan keuangan tersebut tidak hanya membalikkan kerugian operasi pada kuartal pertama, tetapi juga jauh melampaui ekspektasi pasar. Nissan berhasil mengalahkan perkiraan rata-rata kerugian sebesar 70,9 miliar yen (Rp7,7 trilun) dari lima analis yang disurvei oleh LSEG.CEO Nissan, Ivan Espinosa, menyatakan optimisme terhadap paruh kedua tahun fiskal, dengan proyeksi kinerja yang lebih kuat didorong oleh pertumbuhan produk dan momentum yang berlanjut dari kuartal kedua."Kami tetap berada di jalur yang tepat untuk mencapai titik impas (break even) laba operasi, tidak termasuk dampak tarif," ujar Espinosa, seraya menambahkan bahwa tahun ini masih merupakan tahun transisi.Meskipun hasil kuartalan membaik, Nissan tetap mempertahankan perkiraan kerugian operasi tahunan sebesar 275 miliar yen (Rp30 triliun) untuk tahun yang berakhir pada Maret 2026. Kerugian tahunan ini diprediksi akibat dampak tarif AS dan risiko rantai pasokan, termasuk masalah pasokan chip dari Nexperia.Amerika Utara Naik, Jepang MelemahSecara regional, Espinosa menyoroti bahwa penjualan di Amerika Utara menunjukkan kinerja yang kuat di kuartal kedua. Peningkatan ini didukung oleh strategi pemasaran yang lebih terfokus pada model yang diproduksi secara regional, penyederhanaan program dealer, dan penekanan yang lebih besar pada bisnis ritel daripada penjualan armada (fleet sales).Sebaliknya, penjualan ritel di Jepang mengalami penurunan sebesar 16,5 persen pada paruh pertama tahun ini. Espinosa menyebutkan bahwa hal ini disebabkan oleh kekhawatiran pelanggan terhadap situasi keuangan perusahaan, meskipun sentimen tersebut mulai membaik seiring kuatnya permintaan untuk model "kei" Roox baru.Kinerja keuangan ini muncul ketika Nissan terus melanjutkan rencana pemulihan skala besar yang mencakup pengurangan pabrik manufaktur global dari 17 menjadi 10 lokasi, serta rencana pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 15 persen tenaga kerja global.Terkait isu rantai pasok, perusahaan telah mengumumkan akan mengurangi produksi Rogue sport utility vehicle (SUV) terlarisnya di Jepang mulai pekan depan karena kekurangan pasokan chip Nexperia. Selain itu, Nissan juga akan menghentikan produksi mobil di pabrik COMPAS di Meksiko yang dijalankan bersama Mercedes-Benz pada akhir November.