Geramnya JK Mafia Tanah Utak-atik Lahannya di Metro Tanjung Bunga Makassar

Wait 5 sec.

Mantan Wakil Presiden HM Jusuf Kalla (dua kiri) meninjau lokasi lahan miliknya yang kini bersengketa di wilayahpengelolaan PT GMTD Jalan Tanjung Bunga Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (5/11/2025). (ANTARA)MAKASSAR - Mantan Wakil Presiden HM Jusuf Kalla geram atas lahan yang berada di wilayah GMTD, Jalan Metro Tanjung Bunga, miliknya diduga dimainkan mafia tanah di Makassar, Sulawesi Selatan."Jadi itu kebohongan dan rekayasa, itu permainan Lippo, itu ciri Lippo itu. Jadi jangan main-main di sini, Makassar ini," kata pria disapa akrab JK ini dengan nada tegas saat meninjau langsung lokasi tanahnya, di Makassar.Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) ini tidak habis pikir ada orang mengklaim lahannya seluas 16,5 hektare itu diketahui penjual ikan (Manjung Ballang). Padahal lahan ini sudah lama dimilikinya."Karena yang dituntut itu, siapa namanya (Manjung Ballang). Itu penjual ikan. Masa penjual ikan punya tanah seluas ini, " kata JK dengan nada menekankan.Founder PT Hadji Kalla itu menegaskan, lahan yang berada di Kawasan pengelolaan PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) tersebut diklaim telah di beli dari anak Raja Gowa, kala itu status wilayah masih masuk Kabupaten Gowa, sekarang Kota Makassar.Saat ditanyakan apakah ada dugaan rekayasa kasus dalam sengketa lahan tersebut dengan melibatkan PT GTMD, PT Lippo Grup serta pihak lain dalam hal ini almarhum Majjung Balla (warga) turut mengklaim lahan itu, kata dia, ada dugaan permainan mafia tanah."Iya (dugaan rekayasa), Karena ini kita punya. Ada suruhannya, ada sertipikatnya. Itu cepat-cepat (diselesaikan) itu namanya perampokan, kan. Benar enggak," ucapnya kepada wartawan.JK menceritakan, sebagian lahan di wilayah sengketa itu dulunya dibeli almarhum Hj Najamiah, namun belakangan dia ditipu. Meski demikian, lahan itu sudah miliknya sejak 30 tahun lalu sebelum almarhum Hj Najamiah datang ke Makassar."Dia belum datang ke Makassar, kita sudah punya. Kalau begini, nanti seluruh kota dia akan memainkan seperti itu, rampok seperti itu. Kalau Hadji Kalla ada yang mau main-main, apalagi sama rakyat lain," tutur Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia ini mengungkapkan.Terkait apa upaya hukum yang ditempuh pihak PT Haji Kalla, kata dia, seharusnya sudah ada langkah hukum yang dilakukan, agar mendapatkan status kepemilikan lahan."Kita hukumnya, kita nanti ajukan ke mana-mana. Mau sampai ke mana pun, kita siap untuk melawan ketidakadilan, ketidakbenaran. Dan jangan juga aparat pengadilan itu (bermain), berlaku adil lah ,dukung kebenaran, jangan dimainin," kata mantan Ketua Kadin Sulsel ini.Terkait adanya kabar perintah eksekusi lahan, JK menyatakan perintah dari mana?. Ia menjelaskan, dari pengadilan itu kalau eksekusi harus didahului dengan pengukuran. Selain itu, pria berlatarbelakang pengusaha ini turut mempertanyakan kinerja Badan Pertanahan Nasional (BPN)."Eksekusi harus didahului dengan nama Post-Statering, pengukuran. Mana pengukurannya? mana orang BPN-nya, tidak ada semua. Dia (BPN) sendiri bilang (mau datang) jam delapan, dia pikir jam tujuh, supaya ini tidak hadir. Jadi, ini penipuan semua," katanya lagi.Artinya dalam kasus ini ada dugaan salah objek sengketa, kata JK, diduga seperti itu. ditanyakan soal apakah ada dugaan keterlibatan BPN dalam sengketa lahan ini, dia mengatakan tidak tahu."Kita tanya sama orang. Kan dia melawan ini dengan siapa? Manjung Ballang, Solo dan kawan-kawan. Panggil dia, mana tanahmu?. Saya tidak tahu (keterlibatan BPN), tidak. Tapi, buktinya BPN tidak ada ukurannya," ujarnya menuturkan.Sebelumnya, Penasihat Hukum PT Hadji Kalla Hasman Usman sudah melayangkan surat somasi kepada pihak GMTD berkaitan adanya kejanggalan seusai GMTD mengajukan pertukaran tanah milik Hadji Kalla di lokasi setempat setelah pengecekan fisik dan pertukaran kedua belah pihak pada 2015. Tapi lahan diterima overlapping.Diketahui, PT GMTD merupakan perusahaan kongsi milik Pemda di Sulawesi bekerja sama dengan PT Lippo Grup. Perinciannya, entitas Lippo melalui PT Makassar Permata Sulawesi memiliki 32,5 persen. Pemprov Sulsel 13 persen, Pemda Gowa dan Kota Makassar masing-masing 6,5 persen, Yayasan Partisipasi Pembangunan Sulsel 6,5 persen, dan publik 35 persen.