Sejumlah buruh berjalan saat jam pulang kerja di salah satu pabrik di Kota Tangerang, Banten, Senin (10/2/2025). Foto: Putra M. Akbar/ANTARA FOTO Pasca berlakunya UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, memberikan paradigma baru terhadap aspek ketenagakerjaan, sejumlah peraturan pelaksana yang kompleks mengenai ketenagakerjaan kian menjadi kontroversi. Salah satunya mengenai kebijakan upah, masalah upah ini yang fenomenal adalah pengecualian upah minimum bagi pengusaha mikro, dan kecil.Pasal 81 UU Cipta Kerja yang mengubah beberapa ketentuan UU No. 13 Tahun 2003, dalam Pasal 90B: “(1) Ketentuan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam pasal 88C ayat (1) dan ayat (2) dikecualikan bagi Usaha Mikro dan Kecil”.Pasal 88C ayat 1 dan 2 menyebutkan :(1) Gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi.(2) Gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten/ kota dengan syarat tertentu.Pasal 87 Uu Cipta Kerja yang mengubah ketentuan Pasal 6 UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan menengah. “Kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dapat memuat modal usaha, omzet, indikator kekayaan bersih, hasil penjualan tahunan, atau nilai investasi, insentif dan disinsentif, penerapan teknologi ramah lingkungan, kandungan lokal, atau jumlah tenaga kerja sesuai dengan kriteria setiap sektor usaha”.Sejatinya Upah merupakan subsistem dari perjanjian kerja, dalam konsep hubungan kerja, buruh menyatakan kesanggupan untuk bekerja dan majikan sanggup membayar upah. Secara teoritis, bahwa dibidang ketenagakerjaan telah melarang adanya pengusaha yang memberikan pembayaran upah yang rendah dari standar upah minimum sehingga pengusaha wajib melakukan penundaan terhadap pembayaran upah.UU Cipta Kerja lebih menguntungkan salah satu pihak yaitu pengusaha. Ada beberapa aspek peraturan pelaksana di bidang ketenagakerjaan yang sangat kontroversial, yaitu Pasal 35 ayat (3) juncto Pasal 35 ayat (5) PP No. 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, Dan Pemberdayaan Koperasi Dan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah junctis Pasal 36 ayat (1) PP No. 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan, yang menyatakan:Pasal 35 ayat (3) PP No. 7 Tahun 2021“Kriteria modal usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:a) Usaha Mikro memiliki modal usaha sampai dengan paling banyak Rp1.000.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;b) Usaha Kecil memiliki modal usaha lebih dari Rp1.000.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp5.000.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;c) Usaha Menengah memiliki modal usaha lebih dari Rp5.000.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha”.Pasal 35 ayat (5)“Kriteria hasil penjualan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas:a) Usaha Mikro memiliki hasil penjualan tahunan sampai dengan paling banyak Rp2.000.000.000,00;b) Usaha Kecil memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.000.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp15.000.000.000,00;danc) Usaha Menengah memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp15.000.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00”.Pasal 36 ayat (1) PP tentang Pengupahan menyebutkan, “Ketentuan Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 sampai dengan Pasal 35 dikecualikan bagi usaha mikro dan usaha kecil”.Ketentuan peraturan pelaksana UU Cipta Kerja yang memberikan ruang untuk pembebasan terkait pembayaran upah minimum. Memang ada beberapa kriteria yang ditentukan namun belum ada aturan khusus terkait ini, misalnya dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2022 yang juga belum menyinggung hal ini. Terdapat pertimbangan dalam pembebasan pembayaran upah minimum pengusaha mikro dan pengusaha kecil yaitu:Mengandalkan sumber daya tradisional;Tidak bergerak pada usaha berteknologi tinggi dan tidak padat modal.Secara jelas pertimbangan ini pada Pasal 38 PP tentang Pengupahan, namun secara ratio legis bertentangan dengan fakta-fakta yang pada aspek ketenagakerjaan sehingga terdapat kesewenang-wenangan mengenai pembayaran upah minimum.Pemberian upah ini seharusnya adalah mengenai telah tunainya suatu pekerjaan dan bukan mengenai penyerahan hasil kerja, dengan demikian yang perlu ditekankan adalah pemberian upah atas terlaksananya pekerjaan yang telah dijanjikan. Begitu juga apabila pekerja tidak melakukan pekerjaannya, maka ia tidak mendapatkan upah sebagai haknya. Berbeda dengan prinsip no work no pay.Ditinjau berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang saat ini telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, namun sebagai pedoman sejarah penetapan UMKM ini, menyatakan bahwa:“(1) kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; ataub. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00.(2) kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; ataub. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00.Terlihat bahwa bagaimana politik hukum atas perubahan regulasi di atas yang lebih menitikberatkan keuntungan pengusaha untuk lepas dari pembayaran upah minimum pekerja/buruh. Ratio legis Pasal 36 PP Pengupahan berpangkal pada penarikan investor asing yang banyak untuk mempekerjakan masyarakat Indonesia dengan upah yang rendah. Secara formil UU Cipta Kerja dapat dikatakan cacat jika ditinjau melalui kaidah procedural due process of law serta substantive due process of law, karena memiliki pertentangan.Kalau bercermin pada salah satu prinsip kebebasan yang dianut oleh HAM yaitu freedom of want, yaitu kebebasan manusia dari rendahnya kesejahteraan hidup (kemiskinan). Apa yang dikemukakan oleh Fuller diatas mengenai peraturan yang bertentangan kemudian sering terjadinya perubahan peraturan, sebagai akibat kegagalan dalam penerapan hukum.Memang secara prinsip freedom of want tidak memperhatikan bagaimana pembebasan pembayaran upah minimum kepada pengusaha mikro dan pengusaha kecil. Bagaimana rasio legis jika mengatakan modal usaha mikro Rp1.000.000.000,00 dengan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp2.000.000.000,00 dan usaha kecil Rp1.000.000.000,00 hingga Rp5.000.000.000,00 dengan hasil penjualan Rp2.000.000.000,00 hingga Rp15.000.000.000,00 pada Pasal 35 PP No. 7 Tahun 2021. Secara nalar, memang tidak ada usaha mikro dan kecil dengan modal yang jumlahnya miliaran, dan di sinilah titik temu kegagalan berpikir pembentuk undang-undang.Untuk menentukan batas upah minimum harus memperhatikan biaya kebutuhan hidup minimum (KHM), kemampuan perusahaan untuk membayar upah, pertumbuhan ekonomi, dan keberlangsungan atau produktivitas perusahaan, indeks harga konsumen, dan pendapatan per-kapita, serta kondisi pasar kerja. Artinya, perlu adanya kajian yang mendalam untuk menetapkan upah minimum karena besarnya pengaruh upah bagi kehidupan individu, keluarga, dan perekonomian negara.