Dunia di Dalam Pikiran: Epistemologi Immanuel Kant dan Batas Pengetahuan Manusia

Wait 5 sec.

pixabay.com "Immanuel Kant"“Epistemology or the theory of knowledge is that branch of philosophy which is concerned with the nature and scope of knowledge, its presuppositions and basis, and in the general realibility of claims to knowledge.” Hamlyn, 1967:8.Epistemologi atau teori pengetahuan adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan hakikat dan ruang lingkup pengetahuan, dasar dan pengandaian-pengandaiannya, serta secara umum berkaitan dengan hal dapat diandalkannya penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan. Pada sejarah perkembangan epitemologi, pertanyaan-pertanyaan pokok seperti Apa pengetahuan? Dimana pengetahuan biasanya diperoleh? Di antara apa yang biasa dianggap diketahui oleh manusia berapa persen yang sungguh-sungguh merupakan pengetahuan? Dapatkah indra menghasilkan pengetahuan dan kepercayaan yang benar? (Taryadi, 1998:18).Dari pertanyaan tersebut menimbulkan berbagai macam jawaban yang saling berlainan. Diantara berbagai aliran yang mencoba menyusun teori pengetahuan, ada dua aliran besar yang sangat berpengaruh kuat, yaitu rasionalisme dan empirisme (Lailiy Muthmainnah, 2018)..Pertentangan dua aliran besar inilah yang kemudian membentuk gagasan pemgetahuan Immanuel Kant yang dijadikan sebagai pusat kajian dalam artikel ini. Didasarkan pada argumentasi bahwa Kant memiliki posisi yang sangat sentral dalam tahap perkembangan epistemologi barat, khususnya dalam upaya menjembatani konflik antara empirisme dan rasionalisme.Immanuel Kant, Kilasan Hidup, dan Karya-karya UtamanyaTokoh Immanuel Kant (1724-1804) sendiri adalah salah seorang filsuf zaman Pencerahan (abad ke-18) yang terkemuka. Tahun 1775 Kant menjadi dosen di Universitas Konigsberg, yang kemudian menjadi profesor logikan dan seorang metafisika pada beberapa tahun kemudian di universitas yang sama. Untuk orang tua Kant adalah seorang pelanakuda dan penganut setia gerakan Pietisme (Gusmian, 2014). Dengan latar belakang keluarga beragama Kristen yang taat , Kant seorang Lutheran yang saleh dengan hidup sederhana berdasarkan hukum-hukum moral dan mencintai fisika Newton (Abror, 2018). Kant kerap disebut sebagai filsuf sebagai era Modern/Pencerahan. Pernyataan ini dipahami musabab filsafat sesudahnya tidak bisa dilepaskan dari pengaruh pemikirannya. Kant juga telah mensistesiskan pertentangan dua aliran besar Modern yakni rasionalisme dan empirisme dengan filsafatnya yang dikenal dengan kritisme (Dr. Akhyar Yusuf Lubis, 2014).Melalui bukunya, Critique of Pure Reason (1781), Kant mencoba mencoba mengemukakan pemikiran seputar ilmu pengetahuan. Adapun Prologomena to Future Metaphysics (1783) epistemologinya sebagai buku pengantar untuk memasuki pemikiran epistemologinya. Terkait dengan pemikiran epistemologinya, Kant menolak posisi ekstrem empirisme dan rasionalisme dengan mencoba mengatasinya melalui penggabungan (menyintesiskan) tadi keduanya, dan ia menyebutnya dengan ‘ideal transendental’ (Abror, 2018). Dari pertikaian dua aliran besar itu, Kant berusaha menawarkan perspektif baru dan mengadakan penyelesaian terhadapnya. Akan tetapi, baik rasionalisme dan empirisme, keduanya banyak mempengaruhi pemikiran Kant, terlepas dari kritik yang juga Kant sampaikan untuk menunjukkan kelemahan-kelemahan rasionalisme dan empirisme, serta pada akhirnya juga merumuskan pandangannya sendiri sebagai sintesis dari keduanya (Hudin, 2019).Konstruktivisme KantKant mengemukakan bahwa ia dipengaruhi oleh Hume dan menyatakan bahwa ia “dibangunkan dari tidur dogmatisnya” oleh Hume. Meskipun dipengaruhi oleh Hume, akan tetapi Kant tidak menerima begitu saja skeptisisme Hume. Hume sendiri adalah seorang empiris, tetapi ia bergaul dengan keterbatasan dan absurditas filsafat ini (Kevin O’donnel, 2015). Ia melihat bahwa fakta yang dibentuk oleh observasi selalu bersifat sementara; orang selalu dapat melihat sesuatu yang berbeda pada suatu hari. “Di manakah saya, atau apa? Dari sebab apakah saya menyimpulkan eksistensi saya, dan pada keadaan apa saya akan kembali’ David Hume (A Treatise of Human Nature).Dari Hume, Kant mengemukakan gagasan baru mengenai pengetahuan, bahwa mengetahui bukan berarti kita menangkap atau memahami objek, tetapi justru pengetahuan (pemahaman) itu merupakan konstruksi atau hasil kerja subjek. Subjek sendiri ialah kesatuan yang disebut “transcendental nity of apperception”. Maksudnya, kesadaran harus dilihat dari sebagai satu paket yang terdiri dari: pengalaman (empiris, kuantitatif) dan subjek/rasio (kualitatif, subjektif). Dengan demikian, ilmu bukan sembarang pengetahuan, melainkan pengetahuan yang telah teruji kebenarannya. Meskipun pengertian ilmu tidak jauh berbeda dengan sains, hanya, sementara sains dibatasi pada bidang-bidang non fisik, seperti metafisika. Sebagaimana seperti sains, filsafat juga merupakan pengetahuan yang sistematis, sementara dalam epistemologi Barat tidak disebut sains namun tetap tidak membatasi penyelidikanya sebagai filsafat (Mulyadhi Kartanegara, 2003).Epistemologi Kant sering dikatakan oleh filsafat ilmu pengetahuan sekarang ini dengan istilah ‘konstruktivisme’. Namun, konstruktivisme Kant berbeda dengan konstruktivisme yang berkembang pada akhir abad ke-20 yang menerima pengaruh soial-budaya terhadap subjek sebagaimana dikemukakan Peter Berger, Thomas Luckmann, Karl Mannheim, Woolgar, dan lain-lain. Maksudnya, subjek bukanlah subjek yang ahistoris dan transedental seperti dikemukakan oleh Kant. Sebagaimana pragmatisme, konstruktivisme melihat realitas (ontology) sebagai suatu yang berproses dalam ruang-waktu, demikian juga halnya sebagai subjek dengan makhluk yang historis dan yang mengetahui (subjek, ilmuwan) memainkan peran yang kreatif. Pada Descartes dan Kant, subjek ditempatkan pada posisi yng sentral. Pandangan ini dikritik oleh Martin Heidegger yang berpandangan bahwa sejarah filsafat Barat "telah lupa akan Ada” (forgetful mess of Being), kelupaan bahwa ada perbedaan ontologis antara Being (Ada) dengan beings (adaan). Ketersembunyian pembedaan inilah yang menjadi fokus metafisika. Kelupaan akan Ada ini menurut Heidegger memuncak pada dominasi rasionalitas instrumental yang secara sistematis mereduksi dunia menjadi sekadar bahan mentah bagi kebutuhan subjek (Heidegger, 1962).Jadi, Kant juga berpendapat bahwa baik rasionalisme maupun empirisme cenderung berpihak secara sepihak dalam menilai akal dan pengalaman sebagai sumber pengetahuan. Ia menyatakan bahwa pengetahuan manusia terbentuk melalui sintesis antara unsur apriori dan aposteriori. Filsafat kritisisme yang dikembangkan Kant merupakan perpaduan antara keduanya yakni tidak hanya mengandalkan rasio, tetapi juga melibatkan hasil dari pengalaman indrawı (Syah Budı, 2016). Melalui pendekatan ini, Kant berusaha membangun dasar pengetahuan yang lebih seimbang dan menyeluruh, di mana akal dan pengalaman saling melengkapi dalam proses memahami realitas.Epistemologi Immanuel Kant; Jembatan Antara Pengalaman dan PengetahuanKant berusaha menghubungkan kedua cara pandang antara rasionalisme dan empirisme kedalam pendiriannya tentang epistemologi. Menurut pandangan Kant, pengetahuan kita awalnya berasal dari pengalaman, namun tidak hanya tergantung sepenuhnya pada pengalaman itu sendiri. Ia berargumen bahwa cara kita mengatur pengalaman dalam pikiran juga turut membentuk pengetahuan kita. Kant menyebut hal ini sebagai "kategori-kategori" yang sudah ada dalam pikiran manusia (PuskoMedia Indonesia, 2023).Kant memandang hubungan antara pengalaman dan pengetahuan sebagai sesuatu yang saling terkait. Saat kita mengalami dunia sekitar, pikiran kita menggunakan kategori-kategori tersebut untuk mengatur pengalaman tersebut menjadi pengetahuan. Dalam pandangan Kant, terdapat dua jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan a priori dan pengetahuan a posteriori (Eka Nofa, 2023). Pengetahuan a priori adalah pengetahuan yang tidak didasarkan pada pengalaman, tetapi muncul sebelum pengalaman terjadi.Contohnya adalah pengetahuan dalam matematika dan logika. Pengetahuan ini berawal dari struktur kategori yang ada di dalam pikiran kita, bukan dari pengalaman dunia. Sementara itu, pengetahuan a posteriori adalah pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman. Contohnya adalah pengetahuan tentang benda-benda di sekitar kita (PuskoMedia Indonesia, 2023). Pengetahuan ini diperoleh melalui pengalaman dengan dunia dan pemakaian kategori-kategori dalam pikiran. Kant mengakui pentingnya pemikiran rasional dan pemahaman logis, tetapi ia juga mengakui peran penting pengalaman dalam menghasilkan pengetahuan. Dengan demikian, ia mencoba menyatukan kedua pendekatan ini menjadi satu sistem yang utuh.Ruang dan Waktu KantRuang dan waktu adalah bentuk a priori yang berada pada lapisan pertama yang memungkinkan pengamatan berlangsung. Apa pun yang kita tangkap sebagai eksistensi (ada) dan selalu berada dalam ruang dan waktu (Amin, Saidul. 2010). Ruang dan waktu bukan sesuatu yang ada di luar kita (subjek) atau sesuatu yang ada pada dunia eksternal melainkan cara a priori daya indrawi menangkap/memahami segala sesuatu objek eksternal itu sebagai suatu yang “beruang” dan berwaktu”.Objek yang kita tangkap (dengar,lihat) belumlah objek dalam arti yang sebenernya melainkan hanya berupa wujud yang kita lihat dan dengar saja. Kita belum tahu bahwa yang kita lihat dan dengan itu adalah sebuah mobil atau suara orang. Untuk mengetahui yang kita lihat itu “mobil” dan yang kita dengar itu suara orang, kita memerlukan kemampuan a priori tahap kedua, yaitu rasio (Verstand) (Abror, R. 2018).Sehingga pandangan epistemologi dalam kacamata Kant kian relevan saat ini dengan memberikan landasan yang kuat akan pemahaman kita tentang pengetahuan dan bagaimana kita memperolehnya. Meskipun memang telah ada perkembangan dalam ilmu pengetahuan dan filsafat, prinsip-prinsip dasar dalam pandangan ini tetap berlaku. Dengan implikasinya kita tidak boleh mengabaikan pengalaman ketika mencari pengetahuan, tetapi juga tidak boleh hanya mengandalkan pengalaman saja. Kedua hal ini, yaitu pengalaman dan pemikiran kita, harus diperhatikan agar bisa mendapatkan pengetahuan yang benar.Dengan cara ini, kita bisa memahami bahwa pengalaman dan pengetahuan saling terhubung dan saling mempengaruhi. Pengalaman menjadi dasar dari pengetahuan kita, tetapi pemikiran kita juga penting dalam membentuk pengetahuan yang dimiliki. Selain itu, gagasan epistemologi Kant memberikan sumbangan yang penting terhadap pemahaman kita tentang bagaimana pengetahuan diperoleh. Dengan memperhatikan pengalaman serta pemikiran kita, kita bisa memiliki dasar yang kuat untuk memahami dunia di sekitar kita.