Pengiriman Pasukan Stabilisasi Internasional ke Jalur Gaza Masih dalam Proses

Wait 5 sec.

Pertemuan para Menlu negara mayoritas Muslim di Istanbul. (Twitter/@ForeignMinistry)JAKARTA - Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan pada Hari Senin mengatakan negara-negara masih menggodok mandat Dewan Keamanan PBB untuk pasukan stabilisasi internasional di Jalur Gaza, Palestina dan akan memutuskan pengerahan pasukan setelah kerangka kerja selesai.Menlu Fidan berbicara setelah ia dan para menteri dari beberapa negara mayoritas Muslim, termasuk Menlu RI Sugiono, bertemu di Istanbul untuk membahas gencatan senjata yang ditengahi Amerika Serikat di Gaza, sementara Hamas dan Israel saling tuduh melakukan pelanggaran.Beberapa negara yang bertemu - yang juga termasuk Qatar, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Yordania, Pakistan, Indonesia, dan Turki - dapat berkontribusi pada pasukan yang direncanakan untuk memantau gencatan senjata.Menlu Fidan mengatakan dalam konferensi pers, terdapat beberapa masalah dalam implementasi penuh perjanjian tersebut karena Israel secara teratur melanggarnya, seraya menambahkan Israel harus memenuhi kewajibannya untuk mengizinkan masuknya bantuan yang cukup.Ketika ditanya tentang peran apa yang ingin dimainkan Turki, Menlu Fidan mengatakan negara-negara sedang berupaya memberikan definisi dan "legitimasi" bagi misi tersebut."Mereka akan memutuskan, berdasarkan isi definisi ini, apakah akan mengirim tentara atau tidak," ujarnya, melansir Reuters 4 November.Menlu Fidan mengatakan Turki ingin melihat Palestina memastikan keamanan mereka sendiri dan mengelola pemerintahan mereka sendiri setelah perang, tetapi ada langkah-langkah lain yang perlu diambil terlebih dahulu.Para pemimpin ketujuh negara telah bertemu Presiden AS Donald Trump di New York pada Bulan September, tak lama sebelum Israel dan Hamas menyetujui rencana gencatan senjatanya.Pertemuan di Istanbul kemarin juga berfokus pada situasi kemanusiaan di wilayah kantong tersebut.Gencatan senjata Gaza, yang belum menyelesaikan isu-isu seperti perlucutan senjata kelompok militan Palestina Hamas dan tenggat waktu penarikan Israel dari Gaza, telah diuji oleh kekerasan berkala sejak mulai berlaku pada 10 Oktober.Israel menyatakan komitmennya terhadap rencana Presiden Trump, menuduh kelompok militan Palestina, Hamas, belum menepati perjanjiannya untuk memulangkan jenazah para sandera yang tersisa.Seorang juru bicara pemerintah mengatakan Israel mengizinkan masuknya "ratusan truk bantuan setiap hari, (sementara) Hamas menunjukkan jati dirinya dengan menggagalkan bantuan kemanusiaan yang seharusnya ditujukan bagi rakyatnya sendiri".