Ketua Umum (Ketum) Projo Budi Arie Setiadi bersama pengurus lainnya dalam Kongres III Projo, Jakarta Pusat, Minggu (2/11/2025). (ANTARA/Nadia Putri Rahmani)JAKARTA – Rencana penggantian logo Projo seperti yang diutarakan Budi Arie Setiadi memunculkan kabar bahwa organisasi relawan tersebut tidak lagi memberikan dukungan kepada Joko Widodo (Jokowi).Kongres Projo yang diselenggarakan di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Minggu (2/11/2025) menjadi sorotan. Selain memilih Budi Arie Setiadi kembali sebagai Ketua Umum periode 2025-2030, Projo juga mengumumkan perubahan logo gambar organisasi tersebut dan ditambah mendeklarasikan komitmen dukungan kepada Presiden Prabowo Subianto.Dalam kongres tersebut, Budi mengatakan Projo akan mengubah logo sehingga tidak ada lagi siluet mantan Presiden Jokowi."Yang pasti begini, satu, kita akan memperkuat dan mendukung agenda-agenda politik Presiden Prabowo. Yang kedua, dalam rangka itu, Projo akan melakukan transformasi organisasi yang salah satunya adalah kemungkinan mengubah logo Projo," katanya.Pernyataan tersebut jelas menimbulkan tanya di kalangan masyarakat, apakah Budi Arie dan Projo masih berada di belakang Jokowi?Projo sebagai pendukung Joko Widodo (Jokowi) saat berkampanye menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014. (ANTARA)Tanda-tanda KeretakanProjo dan Jokowi adalah dua hal yang tak terpisahkan. Didirikan melalui Kongres I Projo pada 23 Desember 2013 atau jelang Pilpres 2014 oleh kader PDI Perjuangan dan aktivis mahasiswa 1998, antara lain Budi Arie Setiadi, Gunawan Wirosaroyo, dan Suryo Sumpeno. Pembentukan Projo tidak lain untuk mendukung Jokowi maju sebagai capres Pilpres 2014. Kontribusi Projo disebut memiliki andil besar dalam kemenangan Jokowi, bahkan hingga di periode berikutnya pada 2019. Projo juga yang memberikan dukungan kepada putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, saat maju di Pilpres 2024 sebagai cawapres Prabowo Subianto. Tapi kini semua berubah. Kesetiaan Projo kepada Jokowi dipertanyakan ketika eks Gubernur DKI Jakarta itu tidak lagi menjabat sebagai orang nomor satu di Indonesia. Kabar simpang siur tentang hubungan Projo dan Jokowi menjadi atensi publik belakangan ini. Menurut sejumlah kalangan, Projo tidak lagi memberikan dukungan kepada Jokowi, sosok yang dibela sejak 2013, setelah mencuat isu terkait keinginan Budi Arie bergabung dengan Gerindra, ketimbang PSI. Rumor merenggangnya hubungan Projo dan Jokowi kian santer seusai kongres akhir pekan kemarin. Presiden ketujuh Jokowi diketahui tidak hadir dalam kongres, dan ia memberikan sambutan hanya melalui video rekaman.Ketua Projo Budi Arie Setiadi menyerahkan bendera relawan Projo kepada Prabowo Subianto pada acara deklarasi dukungan di kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara, Jakarta, Sabtu (14/10/2023). (ANTARA/Indrianto Eko Suwarso/aww)Selain itu, Budi Arie juga menegaskan akan mengganti logo Projo, sehingga lambang siluet wajah Jokowi yang ada akan segera berganti desain. Namun mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) itu menegaskan perubahan itu sebagai bentuk transformasi organisasi untuk menghadapi tantangan perkembangan zaman.Hal lain yang juga menimbulkan kesan bahwa Projo tak lagi mesra dengan Jokowi adalah adaya bantahan Budi Arie bahwa Projo singkatan dari Pro Jokowi, sebagaimana yang diyakini masyarakat luas selama ini. Singkatan tersebut, kata Budi, itu justru hadir dari media, padahal aslinya Projo berasal dari bahasa Sansekerta atau bahasa Jawa Kawi.Ia mangatakan, media sering menyebut projo dalam bahasa Sanskerta sebagai singkatan "Pro Jokowi" lantaran mudah diucapkan."Jadi projo itu sendiri artinya adalah negeri dalam bahasa Sansekerta, dan dalam bahasa Jawa Kawi itu artinya rakyat," ujar Budi saat pengadaan Kongres III Projo.Meski demikian, Budi Arie menegaskan Projo tidak mungkin lepas dari Jokowi karena memang lahir dari semangat mantan Wali Kota Solo tersebut.Manuver ProjoBudi Arie memang berkali-kali membantah perubahan logo dan suara dukungan kepada Prabowo sebagai pertanda renggangnya hubungan dengan Jokowi. Namun para pengamat tidak menganggap demikian.Peneliti politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Aisah Putri mengatakan, langkah yang diambil Projo adalah bagian dari upaya melepaskan diri dari bayang-bayang Jokowi dan mengikuti kelompok politik yang sedang berkuasa sekarang, yaitu Prabowo dan Gerindra.“Hal itu terlihat secara jelas tidak hanya dari sikap Budi Arie untuk mau masuk Gerindra, tetapi juga dari mengganti logo Projo yang sebelumnya siluet Jokowi sekaligus menyebutkan makna nama Projo yang ternyata tak terkait langsung dengan Jokowi,” tutur Aisah.Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno menilai, Budi Arie tengah bermain di dua kaki. Di satu sisi, ia ingin bergabung dengan partai penguasa. Namun, di sisi lain, dia tetap mempertahankan Projo sebagai organisasi relawan.“Publik tahu bahwa sikap relawan politik semacam ini sangat tergantung arah politik bos mereka. Jadi, relawan begini rasa partai politik karena afiliasi politiknya jelas,” katanya.Sementara itu, pengamat politik Agung Baskoro menilai Projo dan Budi Arie membutuhkan backup politik baru setelah Jokowi tak lagi menjabat presiden. Hal inilah yang menjadi latar belakang adanya perubahan logo Projo dan deklarasi komitmen dukungan kepada Prabowo.Setelah menjadi rakyat biasa, maka hubungan Projo dengan Jokowi tidak memberikan insentif politik maksimal. Untuk itulah, Budi Arie butuh manuver demi menjaga eksistensi di kancah politik."Langkah politik yang dilakukan Budi Arie, ketua Projo, untuk masuk ke Gerindra dan mengganti logo Projo agar tak identik dengan Pak Jokowi merupakan langkah pragmatisme politik yang logis dan realistis," kata Agung. "Suka atau tidak, Budi Arie dan Projo butuh backup politik baru pasca Pak Jokowi tak lagi menjabat," pungkasnya.