Menurut Ketum MTI Tory Damantoro proyek KCIC Whoosh adalah proyek mercu suar. (Foto: Bambang Eros VOI, DI: Raga Granada VOI)Proyek Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang menjadi kebanggaan Presiden ke-7 RI Joko Widodo tak henti menyita perhatian publik. Beragam persoalan mengemuka di balik mega proyek ini — mulai dari dugaan korupsi, markup anggaran, hingga persoalan ketidakmampuan mencicil beban utang dan bunga yang tinggi. Menurut Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Tory Damantoro, ST, MSc, MPPM, KCIC yang diberi nama Whoosh ini termasuk proyek mercu suar.***Sebelum KCIC direalisasikan, sudah muncul penolakan dari berbagai pihak. Yang paling heboh adalah penolakan dari Ignasius Jonan, Menteri Perhubungan Kabinet Kerja Jokowi. Menurut Jonan, yang juga mantan Direktur Utama KAI, proyek ini tidak layak secara bisnis, belum mendesak untuk direalisasikan karena masih banyak pilihan transportasi lain, dan karena tingginya biaya, proyek ini berpotensi menjadi beban utang negara.Penolakan lainnya datang dari pengamat kebijakan publik Agus Pambagio. Serupa dengan Jonan, ia beralasan proyek ini terlalu mahal dan akan menjadi beban utang. Jika tidak dikelola dengan hati-hati, berisiko gagal bayar. Karena itulah ia tidak setuju dengan proyek KCIC. Namun, karena Jokowi bersikukuh, Agus tak bisa menghalangi. Hal itu disampaikan Agus saat diundang Jokowi ke Istana.MTI, kata Tory Damantoro, termasuk pihak yang tidak setuju dengan KCIC. “Ketika program kereta cepat ini akan dimulai, MTI berpendapat bahwa kereta cepat merupakan proyek pembangunan yang bersifat mercu suar. Biasanya proyek mercu suar itu tidak layak secara finansial,” katanya.Karena pemerintah kala itu bersikeras ingin merealisasikan mega proyek ini, MTI hanya bisa memberikan saran. “Kami sudah mengingatkan, kalau proyek mercu suar ini tetap dilaksanakan, harus siap dengan risiko yang akan terjadi. Apalagi saat proyek ini diputuskan pembangunannya dengan skema B2B (business to business), bukan dengan biaya APBN (negara),” lanjut Tory.Seperti diketahui, rencana awal proyek kereta cepat akan dibangun oleh Jepang dengan biaya Rp91 triliun (skema G2G - Government-to-Government). Namun di tengah jalan, Jokowi berpaling ke China dengan rencana biaya Rp86 triliun (skema B2B). Dalam perjalanannya biaya membengkak menjadi lebih dari Rp113 triliun.Dengan berbagai halangan, akhirnya proyek KCIC rute Jakarta–Bandung rampung. Apakah proyek Whoosh ini layak dilanjutkan hingga Surabaya seperti rencana awal? “Harus dikaji benar-benar. Dua tahun pengoperasian KCIC bisa menjadi pelajaran penting. Segala persoalan yang pernah muncul di tahap pertama jangan sampai terulang kalau mau lanjut sampai ke Surabaya,” tegas Tory kepada Edy Suherli, Bambang Eros, dan Irfan Meidianto dari VOI, yang menemuinya di bilangan Karet, Jakarta Pusat, 29 Oktober 2025.Sejak awal kata Ketum MTI Tory Damantoro pihaknya sudah mengingatkan soal proyek KCIC Whoosh, tidak layak secara finansial, dan ini akan memberatkan. (Foto: Bambang Eros VOI, DI: Raga Granada VOI)Bagaimana Anda melihat kondisi perkeretaapian di Indonesia saat ini — apakah mengalami kemajuan atau justru stagnan dibandingkan masa awal kemerdekaan?Perbedaan antara perkeretaapian era kolonial Belanda dengan era sekarang sangat jauh. Peran kereta api antara masa dulu dan sekarang juga sangat berbeda.Di zaman Belanda, kereta api lebih banyak digunakan untuk distribusi hasil perkebunan, pertanian, dan komoditas lainnya dari daerah penghasil ke kota-kota besar di Pulau Jawa, begitu juga di Sumatera yang memiliki jaringan kereta api. Saat itu, kereta api menjadi moda transportasi yang paling efisien.Di era sekarang, peran kereta api sudah lebih luas. Selain mengangkut barang, juga menjadi alat transportasi bagi penumpang. Kualitas layanan kereta api kini makin tertib dan baik. Memang saat ini peran kereta api perlu diperkuat lagi dalam transportasi logistik, karena kontribusinya masih kecil — kecuali untuk angkutan batu bara Babaranjang di Sumatera Selatan.Banyak jalur kereta api yang ada di zaman Belanda saat ini tak berfungsi. Bagaimana Anda melihatnya?Sekitar 7.000 km jalur kereta api dibangun Belanda di seluruh Indonesia pada masa ketika angkutan truk belum menjamur. Saat itu, satu-satunya alat transportasi hasil perkebunan dan pertanian adalah kereta api; lawannya hanya gerobak.Ketika truk hadir dan membuat transportasi logistik menjadi lebih murah dan fleksibel, kereta api gagal untuk tetap relevan dalam supply chain kegiatan ekonomi di Indonesia. Truk lebih ekonomis dibandingkan angkutan kereta api — itulah sebabnya truk kini menguasai sekitar 90% angkutan barang di Indonesia.Sekarang kita ke kereta cepat. Apa definisi kereta cepat yang disepakati secara internasional?Secara internasional, kereta dengan kecepatan lebih dari 250 km/jam dimasukkan dalam kategori kereta cepat. Whoosh, dengan teknologi kereta terbaru, memiliki kecepatan hingga 350 km/jam, sehingga sudah termasuk dalam kategori kereta cepat. Whoosh bahkan menjadi kereta cepat tercanggih di kawasan Asia Tenggara.Untuk jarak 142 km Jakarta–Bandung, apakah sudah layak dibangun kereta cepat, mengingat moda transportasi kedua kota ini cukup beragam?Kelayakan suatu moda transportasi dapat dilihat dari berbagai sisi — teknis, finansial, kebutuhan masyarakat, sosial, dan lainnya. Ketika Jepang pertama kali membangun kereta cepat Shinkansen dari Tokyo ke Osaka jaraknya jugabelum jauh, baru dengan jarak 315,4 km pada tahun 1964, kini jaringannya sudah berkembang ribuan kilometer dengan berbagai rute.Kereta cepat Jakarta–Bandung sendiri awalnya direncanakan akan diteruskan hingga Surabaya. Mengapa Bandung? Karena Bandung adalah kota ketiga terbesar di Indonesia, dengan populasi, daya beli, dan aktivitas ekonomi yang tinggi. Dengan adanya kereta cepat, diharapkan akan muncul peluang ekonomi baru. Untuk tahap pertama Jakarta–Bandung, saya kira ini pilihan terbaik.Banyak pihak, termasuk MTI, berpendapat Indonesia belum saatnya memiliki kereta cepat. Apa pertimbangan MTI mengatakan demikian?Ketika program kereta cepat ini akan dimulai, MTI berpendapat bahwa kereta cepat merupakan proyek pembangunan yang bersifat mercu suar. Biasanya, proyek mercu suar tidak layak secara finansial.Contohnya antara lain Jembatan Semanggi, Gelora Bung Karno, Satelit Palapa, dan juga proyek pembuatan pesawat oleh IPTN yang digagas B.J. Habibie.Menurut Habibie, Indonesia memang mampu membeli pesawat, tetapi dengan membuat sendiri, dampaknya akan jauh lebih luas. Dengan keberhasilan membangun pesawat, penguasaan teknologi transportasi lain yang tak serumit pesawat akan lebih mudah dicapai. Begitu pula dengan proyek kereta cepat.Ada juga program kereta Trans Jawa dengan kecepatan 150 km/jam, sedangkan kereta yang beroperasi sekarang rata-rata hanya 80–90 km/jam. Kalau tidak ada peningkatan kecepatan, maka perkembangan perkeretaapian akan stagnan. Jika dibiarkan, nasibnya bisa seperti kereta era kolonial — ditinggalkan karena kalah bersaing dengan angkutan truk. Inilah salah satu pertimbangan mengapa diperlukan adanya kereta cepat, di samping pertimbangan lain.Tahap pertama KCIC Whoosh dari Jakarta ke Bandung, menurut Ketum MTI Tory Damantoro harus jadi pembelajaran penting, jika proyek akan berlanjut ke Surabaya. (Foto: Bambang Eros VOI, DI: Raga Granada VOI)Jadi apa yang diingatkan oleh MTI pada proyek mercu suar kereta cepat ini?Kami sudah mengingatkan bahwa jika proyek mercu suar ini tetap dilaksanakan, harus siap dengan berbagai risiko yang akan terjadi. Apalagi saat proyek ini diputuskan pembangunannya dengan skema B2B, bukan dengan biaya APBN (negara).Sehingga ketika Menteri Keuangan menolak melunasi utang KCIC, itu sudah tepat. Jadi, selesaikan dulu urusan B2B. Apalagi kabarnya operasional KCIC sudah ditutupi dari penjualan tiket. Artinya, tinggal bagaimana investasi yang sudah ditanamkan bisa kembali modal. Soal keberatan membayar, sudah diupayakan restrukturisasi. Kita tunggu apakah pihak China menyetujuinya atau tidak.Saat KCIC akan direalisasikan, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan tidak setuju dan akhirnya diganti. Bagaimana Anda melihat hal ini?Tentu saja Pak Jonan punya alasan mengapa beliau tidak setuju dengan proyek KCIC. Ia kemudian dipindahkan menjadi Menteri ESDM saat itu, karena Presiden Jokowi bersikeras ingin mewujudkan proyek KCIC. Artinya, proyek ini sudah menjadi kebijakan pemerintah saat itu, dan tentu harus ada mitigasi risiko karena ini proyek besar.Pilihan skema pembiayaan B2B merupakan upaya memitigasi risiko. Pemerintah tetap terlibat dalam proyek melalui PNM (Penanaman Modal Negara), namun nilainya lebih kecil dari pajak yang diterima dari proyek ini. Proyek yang bersifat mercu suar seperti ini tidak bisa dilihat hanya dari sisi kelayakan keuangan semata.Kalau berkaca dari Jepang dan China yang sudah berhasil mengoperasikan kereta cepat, sedangkan negara seperti Amerika Serikat dan Inggris belum berhasil mewujudkannya, bagaimana pandangan Anda?Jika dibandingkan dengan Amerika dan Inggris, kita patut bangga. Kerja sama BUMN Indonesia dengan China berhasil mewujudkan pembangunan kereta cepat. Perlu diingat, proyek ini dibangun di tengah pandemi COVID-19, dengan berbagai pembatasan dan penundaan, namun akhirnya bisa diselesaikan.Dengan adanya Whoosh, layanan kereta api kita terdorong ke standar yang lebih tinggi. Dulu kereta fokus pada pelayanan (service), sekarang dengan kereta cepat, levelnya sudah sebanding dengan pesawat — baik dari sisi kecepatan maupun layanan.Kalau kita lihat stasiun pemberhentian di Bandung, yakni di Tegalluar dan Padalarang dengan opsi sambungan kereta commuter, waktu tempuh jadi lebih panjang. Bagaimana Anda melihat hal ini?Idealnya memang rute langsung dari Stasiun Manggarai ke Stasiun Hall Bandung. Namun membangun jalur dari Stasiun Manggarai ke Stasiun Halim, serta dari Stasiun Padalarang ke Stasiun Hall Bandung, bukan hal mudah.Lihat saja proyek MRT dari Lebak Bulus ke Dukuh Atas — kontrak ditandatangani tahun 2014 dan baru selesai tahun 2019. Jadi pilihan yang sekarang digunakan adalah yang paling realistis. Soal kemacetan setelah stasiun terakhir, ini membutuhkan integrasi antarmoda. Inilah tantangan bagi bangsa kita, khususnya di kawasan terdampak seperti Bandung Raya.Jika dibandingkan dengan kendaraan pribadi, kereta api reguler, atau travel Jakarta–Bandung, apakah Whoosh memang lebih unggul?Tiap moda transportasi memiliki karakteristiknya masing-masing, karena segmen pasarnya juga berbeda. Karena itu, di tingkat nasional perlu ada sistem transportasi yang terintegrasi.MTI sudah lama mengusulkan RUU Integrasi Transportasi di DPR RI. Semoga dalam waktu dekat bisa dibahas dan disahkan. Dengan sekitar 140 juta penduduk yang berdomisili di Pulau Jawa, jika semua moda transportasi diakselerasi dan terintegrasi dengan baik, maka masing-masing moda akan memiliki pasarnya sendiri. Sistem yang terintegrasi akan membuat satu moda tidak meniadakan moda lainnya.Ada pandangan bahwa transportasi publik, termasuk kereta cepat, sulit untung tanpa subsidi. Apakah benar demikian? Adakah negara lain yang transportasi publiknya tidak disubsidi namun tetap untung?Ada. Yang untung bukan angkutannya, tetapi pengelola angkutannya. Misalnya MTR di Hong Kong, mereka untung karena memiliki pendapatan lain selain tiket — seperti dari properti dan area iklan. Japan Rail juga ada yang untung, meski tidak banyak.Pada prinsipnya, angkutan umum harus digunakan oleh semua orang. Di Berlin, orang membayar 1 Euro (sekitar Rp15.000) untuk naik bus, dan tidak ada yang protes. Sementara di sini, tarif TransJakarta mau naik sedikit saja sudah diributkan, padahal sudah 20 tahun tidak naik dari Rp3.500.Harga tiket angkutan umum sepenuhnya tergantung pada kebijakan pemerintah, apakah mau dinaikkan atau diturunkan — yang penting tetap bisa dijangkau oleh sebanyak mungkin masyarakat.Apakah tepat jika subsidi untuk kereta cepat disamakan dengan subsidi MRT, LRT, atau KRL yang digunakan jutaan orang setiap hari?Membandingkan satu moda transportasi dengan yang lain harus sebanding. Tepat atau tidak tergantung pada niat awalnya. Kalau proyek KCIC ini berbasis B2B, maka soal tarif sebaiknya menggunakan mekanisme pasar.Saat ini jumlah penumpang Whoosh belum seperti harapan awal. Apa yang harus dilakukan pengelola?Artinya, masih ada kursi Whoosh yang belum terpakai. Ini menjadi peluang untuk meningkatkan jumlah penumpang. Pengelola bisa melakukan inovasi dalam pemasaran, memberikan layanan baru, dan sebagainya. Yang tak kalah penting, harus ada learning curve untuk menutup biaya operasional. Belajar dari dua tahun berjalannya Whoosh agar ke depan semakin efisien. Rute KCIC Jakarta–Bandung ini harus menjadi pembelajaran jika proyek ini hendak dilanjutkan ke Surabaya.Apakah layak KCIC dilanjutkan ke Surabaya?Perlu kajian yang lebih mendalam dengan berkaca pada koridor Jakarta–Bandung yang sudah beroperasi. Yang perlu dicatat, di antara semua moda transportasi, kereta listrik memiliki emisi paling kecil—terutama jika listriknya bersumber dari energi baru terbarukan. Kereta cepat adalah salah satu upaya decarbonization di sektor transportasi. Jika teknologinya sudah dikuasai, mengapa tidak diteruskan? Dengan catatan, kegaduhan yang ada selama ini harus diselesaikan, dan perlu banyak belajar dari koridor Jakarta–Bandung. Kita tunggu saja langkah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (Menko IPK) dalam melakukan kajian.Whoosh masih bertumpu pada pendapatan tiket. Sektor apa yang bisa dioptimalkan?Pemanfaatan ruang untuk disewakan dan ruang iklan perlu ditingkatkan. Tempo hari ada rencana membangun Stasiun Walini, tetapi belum terealisasi. Di sekitar Stasiun Padalarang dan Tegalluar sudah terlihat dampaknya. Hotel yang semula Rp300.000-an kini menjadi Rp700.000-an. Apalagi kalau proyek ini dilanjutkan sampai ke Surabaya. Ada banyak kota yang akan dilewati dan bisa memicu pertumbuhan baru. Hal ini bisa terealisasi jika kita berani melanjutkan. Kalau berhenti sampai Bandung, ya sudah.Bagaimana dengan dugaan korupsi dalam pembangunan KCIC Jakarta–Bandung?Kami mendukung lembaga penegak hukum untuk memproses dugaan korupsi. Siapa pun yang terlibat harus ditangkap dan diadili. Soal dugaan markup atau tidak, silakan periksa hasil audit dari instansi terkait.Jadi Anda mendukung penegak hukum dalam menangani kasus ini?Ya, itu sudah menjadi kewenangan mereka. Kami memberikan dukungan penuh kepada lembaga penegak hukum untuk mengusut tuntas dugaan korupsi dan markup dalam kasus KCIC Jakarta–Bandung. Sebagai lembaga, MTI mendukung penuh langkah tersebut.Yang kami lihat dari proyek kereta cepat ini adalah kesempatan untuk meningkatkan level perkeretaapian Indonesia agar lebih maju. Sektor kereta api harus tetap relevan dengan perkembangan zaman. Keinginan masyarakat terhadap peningkatan kualitas layanan transportasi tidak stagnan, tetapi terus berkembang seiring dengan meningkatnya pendapatan masyarakat. Inilah yang perlu diantisipasi. Setiap moda transportasi memiliki pasarnya masing-masing. Dari Tory Damantoro, Dari Industri ke KampusSetelah lebih dari satu dasawarsa bekerja di sebuah perusahaan konsultan transportasi asal Inggris, Tory Damantoro memutuskan untuk ke kampus. (Foto: Bambang Eros VOI, DI: Raga Granada VOI)Tak ada kata terlambat untuk berbuat kebaikan. Inilah yang dijalani oleh Tory Damantoro, ST, MSc, MPPM, yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI). Meski sudah 15 tahun berkarier di industry transportasi, kini ia merasa senang bisa belajar bersama sekaligus berbagi ilmu dengan mahasiswa di kampus.“Saya mulai mengajar di kampus itu agak telat, setelah 15 tahun berkarier di sebuah perusahaan konsultan transportasi asal Inggris. Setelah itu baru saya melamar ke kampus. Alhamdulillah diterima sebagai dosen,” kata dosen Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Bina Nusantara (Binus) Jakarta ini.Niat awal Tory mengabdi di kampus adalah untuk mengamalkan ilmu yang telah diperolehnya. “Saya sudah banyak mendapat ilmu di perusahaan, dan saya ingin membagikannya kepada orang lain melalui kampus,” ujarnya.Iklim di perusahaan dan di kampus tentu berbeda, dan hal ini disadari betul oleh Tory. Ia harus beradaptasi dengan dunia akademik yang menuntut banyak menulis karya ilmiah selain mengajar. “Di kampus, kita harus berpikir secara sistematis, terstruktur, dan didukung argumen yang valid. Kita tidak bisa hanya berbicara, tapi harus disertai data dan hasil penelitian sebelumnya,” paparnya.Sama halnya dengan di MTI, organisasi tempat ia berkecimpung, mereka juga sering mengkritisi kebijakan pemerintah di bidang transportasi. “Kritik yang kami berikan selalu bersifat konstruktif dan solutif. Semua itu berdasarkan kajian, data yang valid, serta didukung teori yang relevan,” ujarnya. Suka Duka di KampusBagi Tory Damantoro proses belajar mengajar di kampus bukan monopoli dosen, bahkan katanya antara dosen dan mahasiswa bisa saling belajar. (Foto: Bambang Eros VOI, DI: Raga Granada VOI)Memasuki dunia kampus menjadi pengalaman menarik bagi Tory. “Pengalaman yang tidak mengenakkan adalah harus bersaing dengan gadget. Saya selalu bilang kepada mahasiswa bahwa kuliah saya bukan pengajian, jadi jangan tanya kebenaran pada saya. Antara saya dan mahasiswa itu sama-sama belajar,” katanya.Sebagai dosen, Tory tidak anti terhadap artificial intelligence (AI). “Justru saya mengajak mahasiswa untuk mencermati berbagai definisi yang disampaikan oleh beragam kecerdasan buatan. Dengan begitu, mereka bisa menarik benang merah dari suatu konsep,” jelasnya.Dari proses pembelajaran itu, ia berusaha menanamkan pemahaman kepada mahasiswanya bahwa AI tidak selalu memberikan jawaban yang benar, sehingga tetap perlu berpikir kritis. Lewat metode ini, Tory merasa bisa tetap relevan dengan perkembangan teknologi terkini.Tory juga rutin meminta umpan balik dari mahasiswanya mengenai gaya mengajarnya. “Saya sering bertanya kepada mahasiswa, apakah cara saya mengajar membantu mereka atau justru sebaliknya,” tutur Tory yang kini tengah mengembangkan mata kuliah baru: Sistem Transportasi dan Angkutan Umum. Antara Jakarta dan JogjaKe depan kata Tory Damantoro SDM untuk sektor transportasi akan banyak sekali dibutuhkan. Karena itu peluang ini harus disambut oleh pelajar dan mahasiswa. (Foto: Bambang Eros VOI, DI: Raga Granada VOI)Sejak Agustus 2025, Tory berdomisili di dua kota sekaligus: Jakarta dan Jogja. “Senin sampai Rabu saya di Jakarta, Kamis sampai Minggu saya di Jogja. Saat di Jogja, saya manfaatkan waktu untuk memberi perhatian lebih pada anak dan istri,” ujar Tory yang tetap menjaga komunikasi dengan keluarga saat bertugas di Jakarta.Ketika pulang ke Jogja, Tory lebih suka menggunakan kereta api. “Selama 20 tahun saya bekerja di sektor transportasi berkelanjutan. Rasanya aneh kalau untuk perjalanan rutin saya menggunakan moda dengan emisi besar seperti pesawat. Lagi pula sekarang kereta sudah sangat bagus,” paparnya.Selain soal emisi, menurutnya penerbangan tujuan Jogja sering mengalami delay. “Jadi buat saya, pesawat ke Jogja itu kurang reliable (kurang dapat diandalkan) karena sering terlambat,” akunya.Tory Damantoro menambahkan, sektor transportasi ke depan akan membutuhkan banyak tenaga ahli, baik di bidang transportasi darat, laut, maupun udara. “Jadi bagi teman-teman pelajar dan mahasiswa, ini peluang besar yang harus diambil. Dunia transportasi ke depan membutuhkan banyak SDM yang kompeten,” pungkasnya.