Nyeri endometriosis sering disepelekan, padahal bisa picu disabilitas hingga sulit punya anak

Wait 5 sec.

● Endometriosis adalah jaringan di luar rahim yang memicu peradangan sistemik dalam jangka panjang.● Gejalanya menimbulkan nyeri panggul berkepanjangan, perdarahan banyak, sulit punya anak, hingga disabilitas. ● Rata-rata penyintas membutuhkan 6-8 tahun sejak gejala pertama muncul hingga didiagnosis dengan tepat.Setiap bulan, banyak perempuan tumbuh besar dengan pesan yang sama: “Kalau sedang haid dan sakit, ya ditahan saja. Memang begitu, perempuan harus kuat.” Namun, bagaimana jika rasa sakit itu begitu hebat sampai membuat perempuan sulit berjalan, tidak bisa tidur, tidak mampu bekerja atau belajar, hingga mengganggu hubungan dengan pasangan dan keluarga? Itulah realitas yang dihadapi penyintas endometriosis, penyakit kronis ketika jaringan mirip dinding rahim tumbuh di luar rahim dan memicu peradangan sistemik dalam jangka panjang. Nyeri menstruasi hebat adalah keluhan paling sering, tapi bukan satu-satunya. Gejala endometriosis lainnya menimbulkan perdarahan banyak, nyeri panggul nonmenstruasi, nyeri saat berhubungan seksual, gangguan saluran cerna dan kemih berulang, hingga infertilitas (kesulitan memiliki anak). Penyakit ini dapat memengaruhi perempuan remaja sampai usia lanjut, terutama di usia reproduktif.Endometriosis bukan penyakit langka, melainkan masalah kesehatan global yang luas. Sekitar 10% perempuan usia subur diperkirakan mengalami endometriosis. Hal yang memprihatinkan, rata-rata penyintas membutuhkan 6-8 tahun sejak gejala pertama muncul hingga akhirnya mendapatkan diagnosis yang tepat.Selama periode panjang ini, banyak perempuan tetap harus “berfungsi normal” meski hidup dengan rasa sakit yang membatasi gerak dan memicu disabilitas. Dari luar tampak baik-baik saja, tapi sebenarnya mereka menjalani bulan demi bulan dengan kualitas hidup yang kian terkikis.Nyeri tak terlihat yang ganggu kualitas hidupRiset tahun 2023 di Asia-Pasifik menunjukkan endometriosis membawa beban fisik, psikologis, sosial, dan ekonomi yang besar. Nyeri berulang membuat perempuan sulit produktif, yang kemudian memunculkan rasa bersalah karena sering izin atau menurunnya performa kerja. Ketidakpastian tentang kesuburan menambah kecemasan. Nyeri saat berhubungan seksual menimbulkan ketegangan dalam hubungan. Sebagian penyintas lantas menarik diri dari pergaulan sosial karena tubuh mereka tidak selalu bisa diajak “mengikuti ritme” orang lain.Depresi, kecemasan, gangguan tidur, dan penurunan rasa percaya diri tercatat secara signifikan lebih banyak terjadi pada perempuan dengan endometriosis dibandingkan perempuan tanpa kondisi tersebut. Semua ini bukan semata karena rasa sakit fisik, tetapi karena situasi berulang: tubuh yang terus mengirim sinyal bahaya, sementara lingkungan justru menuntut semuanya terlihat normal.Gejala endometriosis sering dianggap biasaKonsensus Asia-Pasifik 2023 mengungkap bahwa keterlambatan diagnosis endometriosis bukan hanya soal akses ke fasilitas kesehatan. Anggapan masyarakat mengenai nyeri haid sebagai hal normal juga berperan besar. Faktor lainnya, tabunya pembicaraan soal menstruasi, ketidaknyamanan orang tua membawa remaja perempuan ke dokter kandungan, serta penggunaan obat pereda nyeri atau pil KB yang justru menumpulkan gejala tanpa mengatasi penyebab.Selain itu, kecenderungan penyintas “pindah-pindah dokter” karena merasa tak didengar juga bisa memperlambat diagnosis endometriosis. Baca juga: Benarkah KB spiral picu kanker payudara? Ini fakta ilmiah yang perlu kamu tahu Dari sisi tenaga kesehatan, sebagian dokter masih berpegang pada paradigma lama bahwa endometriosis hanya bisa dipastikan lewat operasi laparoskopi alias teknik bedah dengan sayatan kecil untuk mengobati organ di dalam perut dan panggul. Padahal, kini para ahli obgyn Asia-Pasifik menekankan bahwa diagnosis klinis harus menjadi titik awal, bukan pembedahan. Diagnosis ini dapat diperoleh melalui pendekatan klinis: pemeriksaan gejala dan riwayat menstruasi, disertai pemeriksaan ginekologi dan pencitraan (terutama USG transvaginal atau transrektal).Cara ini jauh lebih aman dan lebih cepat dalam mengarahkan pasien ke penanganan, dibandingkan melalui operasi.Pendekatan klinis pun penting bukan hanya untuk mengurangi risiko operasi, tetapi juga karena beberapa temuan penyakit tidak selalu sejalan dengan beratnya nyeri. Artinya, perempuan yang tidak tampak memiliki kelainan jaringan sekalipun bisa mengalami penderitaan luar biasa, sehingga mereka tetap berhak mendapatkan perawatan sesegera mungkin.Diagnosis dini bisa pertahankan kualitas hidupDiagnosis dini endometriosis membawa banyak dampak positif. Validasi medis hadir sebagai titik awal, saat penyintas akhirnya merasa keluhannya diakui, bukan lagi dianggap berlebihan ataupun bayangan semata. Setelah diagnosis, terapi endometriosis dapat dimulai untuk mengelola nyeri, mengurangi peradangan, menekan perkembangan penyakit, serta mengurangi risiko komplikasi jangka panjang. Baca juga: Riset: polusi udara dan suara berisiko pengaruhi kemampuan reproduksi Pendekatan ini juga dapat mengurangi jumlah dan kerumitan operasi karena pengobatan tidak tertunda bertahun-tahun.Bagi perempuan yang ingin hamil, diagnosis dini memberi ruang untuk merencanakan masa depan reproduksi, termasuk mempertimbangkan opsi seperti pelestarian kesuburan jika diperlukan.Saatnya mengubah cara pandang kitaKonsensus Asia-Pasifik menyimpulkan bahwa peningkatan kesadaran publik dan pelatihan tenaga kesehatan untuk mengenali endometriosis sejak dini adalah kunci mengatasi kesenjangan diagnosis. Negara-negara di kawasan ini perlu memperbarui pedoman klinis, memperkuat jalur rujukan, meningkatkan pendidikan kesehatan menstruasi di sekolah, melibatkan platform digital untuk edukasi publik, dan menghilangkan stigma terhadap nyeri haid.Di Indonesia, Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Indonesia (HIFERI) telah menyusun pedoman klinis untuk mendiagnosis dan menangani endometriosis, termasuk nyeri kronis yang ditimbulkannya.Kementerian Kesehatan melalui tenaga kesehatan di puskesmas juga perlu meningkatkan promosi kesehatan dan kampanye terkait endometriosis. Penyebaran informasi dan ajakan untuk memeriksakan diri terkait keluhan-keluhan yang dirasakan pasien akan membantu diagnosis dini dan mempercepat penangan penyakit secara menyeluruh. Contohnya yang dilakukan Komunitas Endometriosis Indonesia dalam membantu edukasi dan mengadvokasi para penyintas.Ini bukan sekadar soal memahami penyakit, tetapi mengubah budaya dari “nyeri haid itu wajar dan harus diterima” menjadi “nyeri haid yang mengganggu hidup harus diperiksa secara medis.”Pada akhirnya, membicarakan endometriosis secara terbuka adalah bentuk solidaritas. Mengakui rasa sakit perempuan adalah langkah awal untuk menghentikan penderitaan yang tidak terlihat ini. Para penyintas tidak sedang “terlalu sensitif” atau “tidak kuat”, mereka hidup dengan penyakit kronis yang nyata dan layak mendapat perhatian sama seriusnya dengan penyakit kronis lainnya.Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.