Oleh: Elvani Ayuningsih GuloSeorang pria duduk termenung di taman, dikelilingi orang-orang yang sibuk dengan ponsel. Ilustrasi ini merupakan gambar buatan AI.Dalam kehidupan sehari-hari sikap mengabaikan sering terjadi dalam bentuk yang sederhana dan nyaris tidak kita sadari. Mengabaikan pada dasarnya adalah sebuah sikap tidak memberi perhatian, kepedulian, dan respons terhadap orang lain maupun situasi yang terjadi di sekitar.Sikap mengabaikan dapat dijumpai dalam hal-hal yang sederhana.Seperti tidak menanggapi sapaan, tidak peduli pendapat orang lain, atau tidak peduli terhadap persoalan yang terjadi di lingkungan sekitar. Hal-hal diatas merupakan contoh yang sering terjadi. Ketika perilaku semacam ini terus berulang dan dianggap wajar, sikap mengabaikan perlahan berubah dari tindakan individual menjadi kebiasaan kolektif.Kesibukan sering menjadi alasan utama yang digunakan untuk membenarkan sikap tersebut. Kegiatan yang padat, tekanan dari pekerjaan, serta tuntutan ekonomi membuat banyak orang lebih cenderung memusatkan perhatian pada kepentingan pribadi. Dalam kondisi tersebut, memberi perhatian kepada orang lain kerap dipandang sebagai beban tambahan. Perkembangan teknologi juga ikut memperkuat kebiasaan ini. Kemudahan berkomunikasi lewat media digital tidak selalu membuat hubungan antarmanusia menjadi lebih baik. Ada pesan yang sering tidak dibalas, keluhan hanya dibaca tanpa tanggapan, dan percakapan terhenti begitu saja. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun orang terlihat terhubung, perhatian dan kepedulian justru semakin berkurang. Teknologi yang seharusnya mendekatkan, dalam praktiknya sering membuat orang semakin acuh.Budaya mengabaikan juga tampak terjadi dalam ruang sosial yang lebih luas. Berbagai persoalan publik sering kali disikapi dengan sikap diam, selama hal tersebut tidak menyentuh kepentingan pribadi secara langsung. Ketidakpedulian ini perlahan melemahkan rasa kebersamaan. Hubungan sosial menjadi renggang, sementara kepekaan terhadap kondisi orang lain semakin berkurang.Namun, budaya mengabaikan tidak muncul tanpa sebab. Ia lahir dari kelelahan sosial, tekanan ekonomi, serta perubahan pola hidup yang serba cepat. Dalam situasi tertentu, sikap menjaga jarak bahkan dianggap sebagai bentuk perlindungan diri. Meskipun demikian, ketika sikap tersebut menjadi kebiasaan yang terus dipelihara, dampaknya dapat mengikis nilai-nilai dasar dalam kehidupan bersama, seperti empati, solidaritas, dan rasa saling peduli. Akibat dari budaya mengabaikan tidak selalu terasa secara langsung, tetapi dampaknya perlahan membentuk kualitas kehidupan sosial. Hubungan antarindividu menjadi lebih renggang, rasa saling percaya menurun, dan komunikasi kehilangan maknanya. Ketika orang terbiasa tidak peduli, masalah kecil dapat berkembang menjadi persoalan yang lebih besar karena tidak ada perhatian sejak awal. Dalam jangka panjang, budaya ini berpotensi melemahkan solidaritas sosial dan membuat masyarakat terbiasa hidup berdampingan tanpa keterikatan emosional yang kuat.Oleh karena itu, menyadari keberadaan budaya mengabaikan menjadi langkah awal yang penting. Perubahan tidak selalu harus dimulai dari tindakan besar. Memberi respons yang sederhana, mendengarkan dengan sungguh-sungguh, atau menunjukkan perhatian kecil terhadap lingkungan sekitar dapat menjadi bentuk kepedulian yang bermakna. Di tengah kehidupan yang serba cepat, kehadiran yang tulus sering kali lebih berharga daripada sekadar kesibukan.Dengan demikian, kehidupan sosial yang sehat tidak hanya ditentukan oleh kemajuan teknologi atau pencapaian pribadi, tetapi juga oleh kemauan untuk saling memperhatikan. Mengurangi sikap mengabaikan berarti memberi ruang kembali bagi empati dalam kehidupan bersama. Dari perhatian-perhatian kecil itulah, kepedulian sosial dapat tumbuh dan menjaga kehidupan bermasyarakat tetap manusiawi.Penulis adalah Mahasiswa Universitas Katholik Santo Thomas Medan, Fakultas Ilmu Komputer, Prodi Teknik Informatika.