Juru Bicara PN Karawang, Hendra. Foto: Dok. kumparanNeni Nuraeni (37 tahun), seorang ibu menyusui di Karawang, Jawa Barat, harus mendekam di tahanan akibat kasus fidusia (jaminan untuk pinjaman) terkait kredit kendaraan bermotor.Penahanan terhadap Neni dilakukan oleh Pengadilan Negeri (PN) Karawang pada 22 Oktober 2025, sehari sebelum dia menjalani sidang pertama di PN. Juru Bicara PN Karawang, Hendra, mengungkap perintah penahanan terhadap Neni karena ketidaktahuan majelis hakim terhadap kondisi terdakwa.Neni sebelumnya sempat ditahan di Lapas Karawang sejak 22 Oktober 2025 malam. Namun pada Kamis (30/10) kemarin, majelis hakim akhirnya menetapkan pengalihan jenis penahanan Neni sebagai tahanan rumah."Memang kan ketika berkas itu dilimpahkan ke pengadilan, tentunya kami tidak sepenuhnya mengetahui kondisi riil-nya itu seperti apa yang dialami terdakwa dan lain-lain," ungkap Hendra kepada kumparan, Jumat (31/10).Baru Tahu Saat Akan SidangMenurutnya, majelis hakim baru mengetahui kondisi Neni yang masih proses menyusui saat menjalani sidang perdana."Kemudian baru diketahui majelis hakim ketika persidangan dimulai saat pemeriksaan terdakwa, melihat situasi dari si terdakwa itu sendiri, dan akhirnya mengetahui bahwa si terdakwa lagi proses menyusui," kata Hendra.Saat itu pula, kata dia, penasihat hukum dari pihak Neni Nuraeni mengajukan permohonan agar Neni berstatus tahanan rumah.Dia menegaskan, mekanisme pengalihan tahanan dalam hukum acara pidana dimungkinkan sepanjang memenuhi syarat objektif dan subjektif sesuai ketentuan Pasal 21 KUHAP."Dengan adanya permohonan dari penasihat hukum, direspons oleh majelis hakim dengan penetapan pengalihan tadi. Tentunya ya majelis hakim mengakomodir segala situasi yang ada di persidangan, termasuk keadaan dari si terdakwa seperti apa," jelasnya.Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) agenda sidang berikutnya terkait perkara Neni Nuraeni, dijadwalkan pada Selasa (4/11) mendatang mengenai pemeriksaan terdakwa.Neni Lega Jadi Tahanan RumahMomen haru Neni yang merupakan ibu menyusui di Karawang saat kembali memeluk sang anak. Foto: Dok. IstimewaKuasa hukum terdakwa Neni Nuraeni, Syarif Hidayat mengapresiasi langkah Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Karawang yang mengalihkan jenis penahanan kliennya sebagai tahanan rumah.Dia menilai, majelis hakim cukup bijak memandang perkara tersebut dari sisi kemanusiaan."Jadi pengalihan penahanan ini menurut saya sangat tepat. Jadi tidak menghilangkan proses hukum yang sedang berjalan. Tidak menghilangkan itu dan juga memandang norma-norma kemanusiaan," ucap Syarif kepada kumparan, Kamis (30/10)."Karena tentunya yang paling utama adalah apa namanya, hak-haknya anaknya sebagai bayi yang harus mendapatkan ASI eksklusif dari ibunya," sambung dia.Bahkan saat persidangan, Syarif bilang jika hakim juga sempat menyampaikan pandangannya bahwa terdakwa merupakan korban cacat administrasi."Ketua (hakim) itu kan tadi sempat menyampaikan juga bahwa Neni ini adalah korban ketidakpastian hukum atau cacatnya administrasi. Ya namanya seorang istri itu kan memang tuntutannya harus patuh juga ya, tunduk pada suami. Karena sampai dengan detik ini, mobil itu kan dikuasai oleh suaminya," papar Syarif.Saat sidang pertama pada 23 Oktober 2025, ia mengulas bahwa majelis hakim sebetulnya memang tidak mengetahui jika terdakwa memiliki anak yang membutuhkan asupan ASI.Ketika itu, majelis hakim bertanya kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengapa terdakwa tidak ditahan."Terus dari pihak jaksa bilang, 'Bu dari kami betul tidak ditahan. Tapi menurut penetapan yang telah dikeluarkan oleh pengadilan, kami menahan, Bu'.""Ya karena itu permintaan dari Majelis Hakim, ya kaget (hakimnya). Jadi dia kaget karena ya mungkin adanya miskomunikasi mungkin dari Jaksa," papar Syarif.Sekilas KasusDenny Darmawan, suami terdakwa Neni Nuraeni bersama sang anak. Foto: kumparanKasus berawal saat suami Neni, Denny Darmawan (34), mengajukan kredit mobil second di sebuah perusahaan jasa keuangan pada tahun 2023.Pengajuan kredit akhirnya memakai nama Neni sebagai pihak yang disetujui karena sang suami terkendala BI Checking dan statusnya sebagai buruh lepas.Angsuran hanya berjalan enam kali. Setelah itu, suami Neni mengalihkan mobil kepada pihak lain tanpa sepengetahuan Neni. Kendaraan tersebut kemudian dikabarkan hilang dan sempat terbakar saat digunakan pihak lain.Pihak perusahaan pun lantas melaporkan kasus ini ke Polres Karawang atas dasar pelanggaran UU Fidusia dan penggelapan.Neni awalnya hanya diperiksa sebagai saksi. Namun, pada akhir 2024 penyidik kemudian menaikkan statusnya menjadi tersangka, meskipun yang menguasai mobil adalah suaminya."Meski saat itu Neni berstatus tersangka, polisi dan kejaksaan tidak melakukan penahanan dengan alasan Neni masih memiliki bayi yang membutuhkan ASI," kata kuasa hukum Neni, Syarif Hidayat.Kemudian pada 22 Oktober 2025, saat perkara masuk ke PN Karawang, situasi berubah. Hakim memerintahkan penahanan terhadap Neni sekitar pukul 18.00 WIB.Ketika itu Neni dijemput di rumahnya dan langsung dibawa ke Rutan Lapas Karawang.Keesokannya sidang pertama pun digelar. Kuasa hukum mengajukan permohonan pengalihan penahanan agar Neni tidak dipisahkan dari bayinya. Namun hingga hari keenam, permohonan belum dikabulkan.Dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum menjerat Neni dengan Pasal 36 UU Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 dan Pasal 372 KUHP (penggelapan). Namun, kuasa hukum menilai penerapan dua pasal ini keliru."Fidusia adalah lex specialis, tidak boleh dicampurkan dengan pasal umum KUHP. Ini cacat formil dan dari awal kami melihat ada penerapan pasal yang tidak tepat," kata Syarif.