Abdul Azis, anggota Tim Rescue 1 Damkar Kota Surabaya. Foto: Masruroh/BasraOperasi penyelamatan memiliki risiko tinggi bagi tim penyelamat atau rescue itu sendiri. Yang membuat miris, meski sudah bertaruh nyawa saat melakukan misi penyelamatan, namun anggota tim rescue seringkali tak lepas dari hujatan sebagian warga.Hal itu pula yang dialami Tim Rescue tragedi ambruknya Ponpes Al Khoziny Buduran Sidoarjo saat melakukan operasi penyelamatan korban. Dinilai lambat dalam melakukan evakuasi korban, Tim Rescue menjadi sasaran hujatan sejumlah masyarakat, termasuk di ruang media sosial.Abdul Azis, anggota Tim Rescue 1 Damkar Kota Surabaya, tak mempermasalahkan adanya hujatan tersebut. Menurutnya, hujatan tersebut disampaikan karena masyarakat yang tak memahami sistem kerja tim penyelamat."Kamu sudah terbiasa dicaci dan dimaki. Kalau orang Surabaya bilangnya dipaido. Padahal kami tidak boleh sembarangan dan gegabah saat melakukan operasi penyelamatan," tegas Azis, saat ditemui Basra di kantor PMK Pasar Turi Surabaya, Minggu (12/10) malam.Azis melanjutkan, tindakan penyelamatan harus dilakukan dengan penuh kewaspadaan, memastikan diri aman dari ancaman, dan mempertimbangkan kemampuan serta pengetahuan yang dimiliki agar tidak semakin memperburuk keadaan."Jangan sampai kami (tim rescue) yang ingin menolong malah pada akhirnya yang harus ditolong," imbuh Azis.Azis sendiri belum genap 2 tahun bergabung dalam Tim Rescue 1 Damkar Kota Surabaya. Ada banyak pelajaran hidup yang didapat Azis saat mengabdikan diri sebagai tim penyelamat."Ya salah satunya saat menjadi tim rescue musibah pondok itu. Itu jadi salah satu pengalaman hidup yang cukup berharga," pungkasnya.