Rupiah Emas: Saatnya Indonesia Memikirkan Standar Baru Keuangan Nasional

Wait 5 sec.

Ilustrasi koin emas. Foto: Spink & SonHarga emas terus menanjak tajam. Sejak awal tahun hingga 9 Oktober 2025, harga emas terhadap Dolar AS (USD) melonjak hingga 53%. Di sisi lain, nilai tukar Rupiah justru melemah 4% terhadap USD. Padahal ekonomi Indonesia sejatinya sedang baik-baik saja.Per September 2025, Indonesia mencatat surplus perdagangan 30 miliar USD, IHSG naik 14%, dan pertumbuhan ekonomi kuartal III diperkirakan 5,1% lebih tinggi daripada Tiongkok yang hanya 4,8%. Dengan indikator sekuat itu, logikanya Rupiah mestinya menguat. Tapi faktanya justru sebaliknya. Mengapa?Demam Emas dan Efek ke DolarPelemahan Rupiah bisa berarti permintaan terhadap USD lebih besar dibanding penawaran. Salah satu penyebabnya: lonjakan permintaan emas di dalam negeri. Banyak masyarakat memborong dolar untuk membeli emas dari luar negeri karena harga emas di pasar domestik lebih tinggi dibanding harga resmi.Sebagai contoh, harga emas fisik di pedagang besar seperti HF Gold mencapai Rp2.763.000 per gram, jauh di atas harga resmi emas Antam/BSI yang hanya Rp2.319.000 per gram. Selisih 19% ini menandakan adanya kelebihan permintaan yang tidak tertampung oleh pasokan lokal.Kemungkinan besar, sebagian besar emas resmi terserap oleh bank emas seperti BSI dan Pegadaian, sementara sebagian masyarakat belum tahu bahwa mereka sebenarnya bisa membeli dan menyimpan emas di bank emas tanpa harus memegang fisiknya. Akibatnya, pembelian emas lewat jalur luar negeri meningkat, dan kebutuhan dolar pun melonjak.Bank Emas, Solusi Cerdas yang Belum PopulerPadahal, menyimpan emas di bank emas memiliki banyak keuntungan. Selain aman dari risiko kehilangan, emas tersebut tetap likuid bisa dicairkan sewaktu-waktu ke dalam rekening Rupiah sesuai harga patokan resmi. Semua prosesnya pun bisa dilakukan secara online dan real time, dimana saja dan kapan saja dengan mobile banking.Jika pemerintah lebih gencar mensosialisasikan keberadaan bank emas, masyarakat tak perlu lagi membeli emas dengan dolar di luar negeri. Efeknya, tekanan permintaan terhadap USD bisa berkurang dan Rupiah menjadi lebih stabil.Gagasan Rupiah EmasLebih jauh, ada ide menarik, monetisasi cadangan emas nasional dan simpanan emas masyarakat melalui penerbitan mata uang baru berbasis emas Rupiah Emas.Rupiah Emas bukan pengganti Rupiah konvensional, melainkan pendampingnya. Nilainya dijamin 100% oleh emas fisik, menjadikannya seolah-olah “emas itu sendiri” yang bisa digunakan untuk transaksi, terutama perdagangan internasional.Dengan Rupiah Emas, Indonesia memiliki alternatif alat pembayaran global selain USD. Hal ini dapat mengurangi ketergantungan terhadap dolar, sekaligus menstabilkan nilai tukar Rupiah.Selanjutnya, dengan hadirnya Rupiah Emas maka Rupiah akan cenderung menguat terhadap USD. Mengapa? Karena Rupiah Emas lebih unggul dalam fitur safe haven dan nilainya terus menguat terhadap USD maka masyarakat yang menyimpan USD sebagai investasi atau tabungan akan cenderung mengalihkannya ke Rupiah Emas. Penjualan USD untuk membeli Rupiah Emas akan menambah jumlah USD beredar di pasar Indonesia yang pada gilirannya akan mengurangi tekanan USD terhadap Rupiah sehingga kurs Rupiah menguat.Mengapa Feasible?Secara ekonomi, gagasan ini sangat mungkin diwujudkan. Indonesia adalah produsen emas terbesar ke-6 di dunia, dengan produksi mencapai 70 - 80 ton per tahun (bahkan pernah 132 ton pada 2023).Emas adalah “mata uang alami” yang diterima di seluruh dunia. Dengan mendirikan bank emas nasional dan menerbitkan Rupiah Emas berbasis emas fisik yang disimpan di dalam negeri, Indonesia bisa menjaga agar emas tetap berputar di dalam negeri bukan justru mengalir ke luar.Rupiah Emas, baik dalam bentuk uang kartal maupun digital, dapat membuat emas yang kita miliki lebih likuid, lebih berharga, dan berfungsi strategis untuk memperkuat ekonomi nasional.Menjaga Stabilitas, Membangun KedaulatanKestabilan nilai Rupiah adalah fondasi penting bagi perekonomian. Dengan hadirnya Rupiah Emas, Indonesia bisa menciptakan alternatif sistem keuangan yang lebih tangguh dan berdaulat tidak selalu bergantung pada fluktuasi dolar. Langkah ini bukan sekadar inovasi finansial, tapi juga wujud nyata dari upaya membangun ketahanan ekonomi nasional di era ketidakpastian global.