Ilustrasi peradilan perkara pidana (Freepik)YOGYAKARTA - Dalam sistem peradilan pidana, pembuktian merupakan tahap paling penting yang menentukan nasib seorang terdakwa. Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang tanpa adanya bukti yang sah dan meyakinkan. Berdasarkan asas hukum, minimal harus ada dua alat bukti yang sah agar hakim dapat menjatuhkan vonis secara adil.Alat bukti adalah segala sesuatu yang memiliki hubungan dengan peristiwa pidana yang sedang diperiksa di pengadilan. Bukti ini berfungsi untuk meyakinkan hakim tentang benar atau tidaknya suatu dakwaan terhadap terdakwa. Dengan adanya alat bukti yang sah, maka proses hukum menjadi objektif dan terhindar dari penilaian yang bersifat subjektif.Alat Bukti Perkara PidanaUndang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah menetapkan secara tegas jenis alat bukti yang sah digunakan di pengadilan. Berdasarkan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, terdapat lima alat bukti yang diakui, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.Kelima alat bukti tersebut memiliki fungsi, nilai, dan peran berbeda dalam membuktikan suatu perkara pidana. Berikut penjelasannya.Keterangan SaksiKeterangan saksi merupakan alat bukti pertama yang disebut dalam KUHP dan paling sering digunakan dalam perkara pidana. Hampir semuah kasus pidana melibatkan keterangan saksi karena saksi adalah pihak yang melihat, mendengar, atau mengalami sendiri peristiwa pidana tersebut. Kesaksian mereka membantu majelis hakim memahami kronologi kejadian dengan lebih jelas dan akurat.Menurut Pasal 1 angka 27 KUHAP, keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.Agar kesaksian dianggap sah, saksi harus disumpah di depan pengadilan dan keterangannya disampaikan secara langsung. Selain itu, minimal diperlukan dua orang saksi agar keterangan tersebut memiliki kekuatan hukum yang cukup.Keterangan AhliSelain saksi, hakim juga membutuhkan keterangan dari seorang ahli untuk memperjelas hal-hal teknis atau ilmiah dalam perkara pidana. Menurut Pasal 1 angka 28 KUHAP, keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.Keterangan ahli sering digunakan dalam kasus yang memerlukan analisis teknis, seperti kasus forensik, keuangan, teknologi, atau kedokteran. Seorang ahli wajib memberikan pendapat berdasarkan kompetensi dan pengalaman profesionalnya. Keterangan ahli dapat diberikan secara tertulis atau lisan, tergantung kebutuhan pemeriksaan.Dalam praktiknya, pendapat ahli tidak selalu mengikat hakim, tetapi berfungsi sebagai bahan pertimbangan penting dalam memutus perkara. Hakim berhak menilai sejauh mana keterangan ahli relevan dan dapat dipercaya. Karena itu, integritas dan keahlian saksi ahli menjadi faktor penting dalam proses pembuktian.SuratAlat bukti berikutnya adalah surat. Dijelaskan dalam Pasal 187 KUHAP, surat dapat berupa dukumen resmi yang dibuat oleh pejabat berwenang atau dokumen lain yang diperkuat dengan sumpah jabatan. Surat-surat ini mencakup berita acara, laporan resmi, surat keterangan ahli, dan dokumen lain yang berkaitan dengan suatu peristiwa hukum.Surat memiliki kekuatan pembuktian yang kuat karena bersifat tertulis dan dapat diverifikasi secara hukum. Dokumen resmi seperti akta otentik, hasil laboratorium forensik, atau surat keputusan lembaga negara dapat dijadikan bukti yang sah. Selain itu, perkembangan teknologi juga memungkinkan surat elektronik (surel) diakui sebagai alat bukti, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.PetunjukPetunjuk merupakan alat bukti yang bersumber dari hubungan antara fakta satu dengan fakta lain yang berkaitan dengan tindak pidana. Berdasarkan Pasal 188 KUHAP, petunjuk diperoleh dari keterangan saksi, surat, atau keterangan terdakwa yang saling berhubungan dan membentuk kesesuaian. Petunjuk ini membantu hakim menemukan kebenaran materiil dari suatu peristiwa.Petunjuk dapat berupa tindakan, keadaan, atau kejadian yang menandakan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan siapa pelakunya. Misalnya, jejak kaki di tempat kejadian, rekaman CCTV, atau hasil olah TKP yang sesuai dengan keterangan saksi. Semua elemen tersebut dapat membentuk kesimpulan logis bagi hakim dalam menilai kebenaran.Keterangan TerdakwaKeterangan terdakwa menjadi alat bukti terakhir sebagaimana diatur dalam Pasal 189 KUHAP. Keterangan ini merupakan apa yang dinyatakan terdakwa di sidang pengadilan mengenai perbuatan yang ia lakukan, ketahui, atau alami sendiri. Keterangan terdakwa juga harus disampaikan di muka persidangan.KUHAP Pasal 52 menegaskan bahwa terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik maupun hakim tanpa tekanan dari piha. Keterangan tersebut dapat memperkuat bukti lain, tetapi tidak dapat berdiri sendiri sebagai satu-satunya alat bukti. Karena itu, pengakuan terdakwa harus didukung oleh minimal satu alat bukti lain agar dapat digunakan dalam pertimbangan hukum.Keterangan terdakwa seringkali menjadi bahan penting dalam memahami motif atau latar belakang suatu tindak pidana. Namun, untuk menjaga keadilan, hakim tetap harus menilai apakah keterangan tersebut benar-benar jujur dan konsisten dengan bukti lain.Lima alat bukti pidana yang diatur dalam KUHAP di atas memiliki peran vital dalam mencari kebenaran suatu perkara di pengadilan. Hakim harus menggunakan minimal dua alat bukti yang sah untuk menjatuhkan putusan. Dengan demikian, keadilan dapat ditegakkan berdasarkan bukti yang valid, bukan sekadar dugaan atau opini semata.