Mungkinkah Pemilu Tanpa KPU?

Wait 5 sec.

Ilustrasi Masyarakat Mengikuti Pemilihan Umum sumber : https://pixabay.com/id/illustrations/ai-dihasilkan-pemungutan-suara-8820202/Setiap kali musim pemilu tiba, sorotan publik selalu mengarah pada satu lembaga: Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dari perencanaan, logistik, hingga penghitungan suara, semua melewati tangan lembaga ini. Namun, di tengah derasnya arus digitalisasi dan meningkatnya ketidakpercayaan publik, muncul satu pertanyaan yang mulai berani diajukan: mungkinkah Indonesia menggelar pemilu tanpa KPU?KPU dibentuk sebagai penjaga garda depan demokrasi. Ia bukan sekadar panitia pemilihan, tetapi simbol netralitas dan transparansi. Namun, dalam praktiknya, perjalanan KPU tidak selalu mulus. Kritik terhadap proses rekrutmen, dugaan ketidaknetralan, hingga sengketa hasil pemilu kerap mencoreng kredibilitas lembaga ini.Bagi sebagian orang, KPU dianggap terlalu birokratis, lambat beradaptasi, dan belum mampu menjawab tantangan zaman digital.Era Digital dan Mimpi E-VotingDi era ketika hampir semua hal bisa dilakukan melalui layar ponsel, wajar bila publik mulai bertanya: mengapa pemilu masih harus serumit itu?Beberapa negara mulai bereksperimen dengan e-voting dan blockchain election yang menjanjikan efisiensi, transparansi, serta keamanan data. Dalam sistem ini, setiap suara terekam otomatis tanpa campur tangan manusia sehingga potensi kecurangan dapat ditekan seminimal mungkin.Sebagai contoh, belum lama ini perdana menteri di Nepal terpilih melalui mekanisme voting menggunakan aplikasi Discord.Lalu, jika teknologi bisa menggantikan sebagian besar peran KPU, apakah artinya lembaga ini akan kehilangan relevansi?Pertanyaan itu tampak sederhana, tetapi jawabannya belum tentu demikian.KPU bukan hanya mesin administrasi pemilu. Ia adalah penjaga proses demokrasi—mulai dari memastikan daftar pemilih, menetapkan calon, mengatur logistik, hingga mengedukasi masyarakat tentang pentingnya partisipasi politik.Teknologi memang bisa menggantikan sistem, tetapi belum tentu dapat menggantikan kepercayaan publik. Di situlah peran manusia—dengan hati nurani yang tidak dimiliki teknologi—menjadi sangat penting. Karena itu, lembaga seperti KPU tetap dibutuhkan.Reformasi, Bukan PenghapusanMungkin pertanyaannya bukan lagi “perlu atau tidak perlu KPU,” melainkan “KPU seperti apa yang kita butuhkan hari ini?”KPU masa depan harus menjadi lembaga yang adaptif, terbuka terhadap inovasi, dan berani transparan secara digital. Ia tidak boleh lagi terjebak dalam mekanisme manual yang rumit dan rawan celah.KPU juga perlu membangun kembali kepercayaan publik melalui kolaborasi dengan lembaga independen, akademisi, serta masyarakat sipil dalam setiap proses pengambilan keputusan.Pemilu tanpa KPU mungkin belum bisa diwujudkan, tetapi pemilu tanpa perubahan di tubuh KPU jelas bukan pilihan.Demokrasi bukan hanya tentang memilih, tetapi juga tentang percaya bahwa suara rakyat benar-benar dihitung dengan jujur.Selama kepercayaan itu tetap menjadi inti dari proses politik, KPU akan selalu dibutuhkan—bukan sebagai lembaga yang menakuti, tetapi sebagai mitra rakyat dalam menjaga arah demokrasi Indonesia.