Kisah Bocah Penjual Tisu di Stasiun Palmerah

Wait 5 sec.

Decky di jembatan Stasiun Palmerah, Jakarta (14/10/2025). Foto: Amira Nada Fauziyyah/kumparanDi antara kesibukan di sekitar Stasiun Palmerah, pukul 15.00 WIB, Selasa (14/10), ada seorang bocah penjual tisu tertunduk di pinggir jembatan penyeberangan.Namanya Decky, usianya 10 tahun. Sudah 5 tahun berjualan tisu di seputar stasiun yang terletak di Kota Jakarta Pusat itu.Ia dulu ikut berdagang setelah melihat sepupunya, Diki. “Aku tanya, ngapain ke stasiun? Dia bilang nyari duit. Ya ayo dah ikut,” kata Decky mengenang percakapan tersebut, saat berbincang dengan kumparan.Kali pertama ia ikut, ada yang memberi Rp 50 ribu. “Senang,” katanya.Sekarang, dalam sehari rata-rata laku 5-6 bungkus. “10 pernah, tapi jarang-jarang,” katanya.Hari ini, setelah berjualan dari pukul 13.00 WIB, baru terjual sebungkus tisu.Decky berjualan seorang diri, tidak seperti lima tahun lalu saat masih ditemani abangnya yang berusia 5 tahun lebih tua.“Sekarang abang tiduran di rumah,” ucap anak lelaki berbobot 21 kg itu.Di rumah mereka di Kemanggisan, ibunya menjaga dua anak: Usia 5 tahun (bersekolah di PAUD) dan 5 bulan.Ayahnya berpenghasilan dari membersihkan kaca gedung. Pernah satu kali, katanya, kaca yang sedang dipasang jatuh. “Bapak mah aman,” ujarnya cepat. “Cuma disuruh ganti rugi doang.”Suasana jembatan Stasiun Palmerah, Jakarta (14/10/2025). Foto: Amira Nada Fauziyyah/kumparanDecky bersekolah di MI Nurul Huda, di Kemanggisan juga. Beda dengan abangnya yang tidak bersekolah.Menurut Decky, hari itu sekolah libur karena guru-guru rapat. Biasanya, Decky ke stasiun sepulang sekolah, dan bertahan sampai pukul 20.00 WIB—tak jarang sampai pukul 21.00 WIB. “Nanti dijemput Bapak,” katanya.Kalau tisu habis sebelum malam, ia kembali mengisi stok di toko langganannya di kawasan Pasar Palmerah. “Sendiri aja. Ngerti belinya.”Decky mengaku gemar membaca. Kalau waktu istirahat tak punya uang jajan, ia duduk di belakang sekolahnya, membaca buku dari perpustakaan.Kadang, katanya, ia absen dari sekolah karena malam sebelumnya terjaga. “Adek kan suka nangis malam, jadi jagain.” Adiknya yang berumur 5 bulan itu sering rewel sampai larut malam, dan Decky ikut terjaga membantu ibunya. “Terus jadinya karena begadang, besoknya enggak sekolah,” ucapnya.Cerita Dikejar-kejar PetugasSuasana jembatan Stasiun Palmerah, Jakarta (14/10/2025). Foto: Amira Nada Fauziyyah/kumparanSaudara dan teman-temannya juga berjualan di kawasan itu: Nana, Cecek, Akbar, Diki, dan Upi. “Serunya kalau lagi dikejar satpam sama teman-teman,” katanya sambil tersenyum kecil. Kejar-kejaran itu berlangsung ketika jam nyaris menyentuh tengah malam. “Sekitar jam 10, jam 11.”Mereka berlari sampai ke Pasar Pisang. “Dikejar-kejar. Upi lari. Akbar ngeledekin. Diki loncat-loncat,” ucapnya sumringah.Satpam, kata Decky, selalu bersemangat menyuruhnya pergi. “Yang galak, sono lu ke bawah. Tapi yang baik, ke bawah dek.” Berbeda nada.Pernah juga, katanya, petugas datang membawa ancaman pengusiran. “Selain satpam stasiun, ada Depsos, kadang Satpol PP juga.”Ketika ditanya bosan atau tidak, Decky menggeleng. “Kadang mainin kayu tusukan,” katanya sambil memegang tisu jualannya tanpa ditemani air putih, penganan, atau mainan apa pun. Decky mengusir waktu dengan menjadikan tusuk gigi yang ia pungut dari sekitar sebagai mainan kecil.Buku bacaan yang ia gemari pun tak bisa menemani. Pasalnya, buku itu hanya bisa bertengger di ruang perpustakaan sekolah. Ia mengatakan tak punya satupun buku di rumah.Rumah yang ia sebut “rumah” bukan rumah sendiri. “Ngontrak,” katanya.“Mama sama bapak yang urusin. Nanti nenek yang setor ke yang punya kontrakan.” Mereka tinggal bersebelas di rumah kontrakan yang sama, bersama saudara-saudaranya—termasuk Nana dan Cecek, dua anak perempuan yang juga menjual tisu.Di antara jembatan penyeberangan yang bergoyang akibat hentakan orang-orang yang tak sabar melaju, Decky melanjutkan ceritanya. Ingin Jadi YouTuberDecky di jembatan Stasiun Palmerah, Jakarta (14/10/2025). Foto: Amira Nada Fauziyyah/kumparanDi sela cerita tentang sekolah dan upaya berjualan tisu yang ia anggap seru itu, Decky juga bicara soal masa depan. Dulu ia ingin jadi tentara, tapi kini ia telah memantapkan cita menjadi YouTuber.“Latihan (menjadi YouTuber dengan gawai) nanti, tunggu umur 13 kata mama,” ujarnya.Pukul 16.00 WIB, matahari tetap menyengat. Orang-orang tetap melaju sembari sesekali menoleh ke arah Decky. Sedangkan yang ditatap banyak mata itu masih duduk di tempatnya, menunggu pembeli berikutnya, sesekali menebar pandangan ke jalan raya mencari batang hidung ibunya.Menurut Decky, sang ibu kerap datang untuk melihat kondisinya. Benar saja. Ibunya datang dengan memboyong adik perempuannya, Mpey. Anak-anak itu berlarian ke sana kemari, hingga akhirnya berteduh di pelukan sang ibu.