Ilustrasi industri tekstil. (ANTARA)JAKARTA - Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) mengirim surat resmi kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk membahas strategi penyelamatan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional yang tengah menghadapi tekanan berat akibat maraknya impor ilegal dan praktik dumping.Ketua APSyFI Redma Gita Wirawasta menyebut, perhatian Menkeu terhadap isu kuota impor ilegal menjadi angin segar bagi pelaku industri tekstil."Hubungan sinergi dan harmoni antara pemerintah dan pelaku usaha perlu terus dilanjutkan,” kata Redma dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu.Redma menjelaskan, integrasi rantai pasok industri tekstil dari sektor hulu hingga hilir kini terganggu oleh banjirnya produk impor yang tidak tercatat resmi. Ia menyoroti adanya perbedaan signifikan antara data perdagangan Indonesia dan data ekspor dari negara mitra dagang, yang mengindikasikan kemungkinan besar terjadinya impor tanpa pelaporan ke sistem Bea Cukai.Kondisi tersebut, menurutnya, tidak hanya merugikan penerimaan negara, tetapi juga menekan daya saing produk lokal di pasar domestik.Untuk itu, APSyFI mendesak Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memperkuat sistem pengawasan serta meninjau kembali prosedur penerimaan barang impor di pelabuhan. Salah satu celah yang disorot adalah tidak optimalnya penggunaan sistem port-to-port manifest."Importir bisa membuat dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB) tanpa mengacu pada Master Bill of Lading (B/L). Celah ini membuka ruang bagi praktik misdeclare, under invoicing, dan pelarian HS code,” ujar Redma.Selain itu, APSyFI juga mengkritisi minimnya penggunaan AI Scanner dalam proses pemeriksaan dan pemberian fasilitas impor yang dinilai berlebihan serta rawan disalahgunakan.Asosiasi berharap dapat segera menggelar pertemuan bersama Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Kementerian Keuangan untuk membahas secara mendalam kondisi industri TPT saat ini, termasuk dampak ekonomi dan sosial dari kebijakan trade remedies terhadap impor ilegal."Penyelamatan industri tekstil bukan hanya soal pabrik, tetapi juga menyangkut jutaan tenaga kerja dan keberlanjutan ekonomi daerah,” tegas Redma.