Food-Mood Connection: Apakah yang Kita Makan Memengaruhi Suasana Hati Kita?

Wait 5 sec.

Ilustrasi Makan Bersama, Foto: Dok. Pribadi.Perubahan gaya hidup modern yang serba cepat memengaruhi pola makan masyarakat. Kemudahan akses makanan cepat saji dan peningkatan konsumsi gula menjadi pilihan utama hingga menjadi fenomena yang umum dalam kebiasaan makan.Hal ini beriringan dengan meningkatnya kasus stres, kecemasan, hingga depresi. Kondisi ini memunculkan pertanyaan: Apakah yang kita makan memengaruhi suasana hati atau mood kita, atau justru mood yang menentukan pilihan makan kita?Menurut AlAmmar, Albeesh, dan Khattab (2020), hubungan antara makanan dan mood bersifat corresponsive. Artinya, makanan dapat mengubah emosi dan emosi dapat mengubah preferensi makanan.Pendekatan ini menempatkan makanan dan mood sebagai hubungan dua arah yang tidak dapat dipisahkan dari mekanisme otak dan proses biologis tubuh. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara makanan dan mood tidak hanya soal “makan yang enak membuat bahagia”, tetapi terkait mekanisme biologis otak, reward system, dan proses kimiawi tubuh yang kompleks.Pengaruh Emosi terhadap Perilaku KonsumsiIlustrasi anak praremaja mudah emosi. Foto: LightField Studios/ShutterstockSalah satu fenomena paling umum adalah emotional eating, yakni makan untuk merespons emosi dan bukan rasa lapar. Ketika seseorang mengalami stres atau kesedihan, kecenderungan untuk memilih makanan tinggi gula, lemak, dan kalori akan meningkat.Mood negatif memperkuat preferensi terhadap comfort food, seperti makanan cepat saji, gorengan, es krim, atau cokelat. Pola ini dipengaruhi oleh stereotip “unhealthy = tasty”, memunculkan keyakinan bahwa makanan tidak sehat lebih memuaskan secara emosional.Mekanisme ini didasari pada keinginan untuk memperoleh kenyamanan instan. Namun, pengaruh tersebut bersifat sementara. Makanan manis dan berlemak memang mampu meningkatkan mood sesaat melalui aktivasi reward system di otak.Setelah itu, efeknya menurun dan sering kali diikuti oleh kelelahan, kehilangan energi, atau rasa bersalah. Hal ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan neurotransmiter. Artinya, makanan ini bukan solusi jangka panjang untuk perbaikan mood.Ilustrasi perempuan sedang beraktivitas dan tampak bahagia. Foto: Mix and Match Studio/ShutterstockSebaliknya, ketika seseorang berada dalam kondisi emosional yang stabil atau positif, kemampuan untuk membuat keputusan memilih makan yang lebih sehat akan meningkat. Mereka cenderung memilih buah, sayur, dan makanan bernutrisi baik karena kontrol diri lebih kuat.Namun, keinginan untuk makan makanan tidak sehat dapat meningkat di waktu yang bersamaan. Dalam kedua kondisi ini, seseorang tetap perlu mengendalikan keinginan terhadap makanan dan dapat memperbaiki mood dengan mengonsumsi buah dan sayuran.Makanan Membentuk MoodJika emosi memengaruhi pola makan, makanan juga memiliki peran penting dalam membentuk suasana hati atau mood. Sejumlah kelompok makanan memberi dampak langsung pada fungsi otak dan emosi. 1. Buah dan SayurBuah dan sayuran adalah sumber utama vitamin. Konsumsi buah dan sayur yang rutin dikaitkan dengan peningkatan kesejahteraan psikologis, kejernihan berpikir, dan menurunkan stres. Hal ini disebabkan oleh nutrisi penting, seperti vitamin, antioksidan, dan serat, yang mendukung fungsi otak dan kesehatan fisik secara keseluruhan.Ilustrasi kacang kenari. Foto: ShutterstockMisalnya, mengonsumsi kacang kenari dapat meningkatkan mood dan mengurangi kecemasan. Efek ini dikaitkan dengan kandungan antioksidannya yang tinggi, termasuk folat, vitamin E, dan asam lemak omega-3 yang memiliki sifat neuroprotektif.2. ProteinProtein berperan dalam mengatur mood melalui asam amino seperti triptofan. Konsumsi protein tinggi triptofan dapat membantu meredakan gejala depresi, dibutuhkan untuk pertumbuhan normal serta metabolisme penting. Senyawa ini merupakan prekursor dalam sintesis serotonin.Serotonin sendiri merupakan neurotransmiter penting yang mengatur rasa tenang, stabilitas emosi, dan kualitas tidur. Makanan seperti ikan, telur, kacang-kacangan, dan produk hewani berkualitas menjadi sumber utama asam amino yang mendukung keseimbangan mood.3. CokelatCokelat merupakan contoh klasik makanan yang berhubungan dengan perasaan nyaman. Kandungan seperti theobromine, phenylethylamine, dan senyawa psikoaktif lain dapat merangsang reward system di otak sehingga meningkatkan mood.Ilustrasi ibu makan cokelat. Foto: Halfbottle/ShutterstockNamun efeknya bersifat singkat dan tidak bertahan lama. Konsumsi berlebih dapat meningkatkan kecemasan serta pola makan tidak terkontrol, hingga membuat mood semakin tidak stabil.Dampak Food-Mood terhadap Kondisi KesehatanInteraksi antara makanan dan mood ini tidak sebatas pengalaman emosional sehari-hari, tetapi berkaitan juga dengan kondisi medis tertentu. 1. DiabetesMood negatif dan depresi dapat memperburuk kontrol makan, yang kemudian memengaruhi kadar gula darah. Pasien diabetes dengan gejala depresif cenderung menjalani pola makan yang tidak teratur. Contohnya seperti kebiasaan makan di malam hari atau mengonsumsi karbohidrat yang berlebih. Hal ini meningkatkan risiko komplikasi.2. ObesitasObesitas dan depresi memiliki hubungan yang saling berkaitan. Seseorang yang obesitas lebih rentan mengalami gangguan depresi. Bahkan, depresi dapat mendorong perilaku makan tidak sehat yang semakin memperburuk kondisi obesitas. Emotional eating menjadi salah satu faktor yang meningkatkan risiko penyakit tersebut.Ilustrasi Obesitas. Foto: Shutterstock3. DepresiAsupan rendah beberapa mikronutrien—seperti folat, vitamin B kompleks, vitamin D, zinc, dan asam lemak omega-3—dapat memperburuk gejala depresi. Kekurangan nutrisi ini menghambat produksi neurotransmiter yang berfungsi mengatur mood. Sebaliknya, diet kaya buah, sayur, ikan, dan kacang-kacangan dapat membantu memperbaiki kondisi psikologis.Pemahaman terkait hubungan dua arah antara makanan dan mood menunjukkan bahwa pola makan sehat memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan emosi.Mood negatif sering mendorong seseorang mengonsumsi makanan tinggi gula dan lemak yang dapat memperburuk ketidakseimbangan neurotransmiter, sedangkan makanan yang kaya akan nutrisi—seperti buah, sayur, kacang-kacangan, dan protein—terbukti mendukung kestabilan mood.Oleh karena itu, pengendalian pola makan dan peningkatan asupan makanan bergizi akan membantu individu mempertahankan kesehatan mental. Bahkan, tak hanya bermanfaat bagi kesehatan fisik, tetapi menjadi strategi penting untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis.