Ilustrasi meminjam uang online. Foto: ShutterstockSegara Institute memaparkan hasil riset terbaru terkait perilaku masyarakat dalam berutang, terutama kelompok berpenghasilan rendah. Executive Director Segara Institute Piter Abdullah menjelaskan survei ini dilakukan di 20 daerah dengan total 2.119 responden dari berbagai latar belakang usia, pekerjaan, dan tingkat pendidikan.Menurut Piter, mayoritas responden adalah anak muda berusia 21–30 tahun dan belum menikah. Kelompok ini juga berasal dari beragam jenis pekerjaan, mulai dari karyawan, pengelola UMKM, hingga pekerja mandiri seperti ojek, sopir, dan pembuat konten.“Itu memang dari sembarang usia sekitar 21 sampai 30 dan usia responden melayu-layu kakas muda yang berstatus belum kawin, tidak atau belum kawin itu 53 persen,” kata Piter di Seribu Rasa Menteng, Selasa (9/12).Dari sisi pendidikan, mayoritas responden lulusan SMA, meski terdapat beberapa wilayah yang didominasi lulusan sarjana. Sementara pekerjaan pun menyebar cukup beragam sehingga tidak terfokus pada satu jenis mata pencaharian saja. Segara Institute juga memisahkan kategori pekerja mandiri dan pengelola UMKM, termasuk mereka yang bekerja secara online.Penghasilan Mayoritas di Bawah Rp 5 JutaHasil survei menunjukkan mayoritas responden memiliki pendapatan rendah. “Penghasilan responden itu berkisar antara 0 sampai di bawah 5 juta, itu persentasenya yang terbanyak itu 65 persen,” kata Piter.Hanya sekitar 2,28 persen responden yang berpenghasilan di atas Rp 10 juta. Kondisi pengeluaran pun sejalan dengan pendapatan tersebut. Hampir 87 persen responden memiliki pengeluaran di bawah Rp 5 juta, namun Piter menegaskan bahwa mismatch antara penghasilan dan kebutuhan tetap terjadi.Ia menyebut fenomena ini sebagai realita ekonomi sehari-hari yakni pendapatan kecil tidak selalu berarti pengeluaran selaras. Mismatch inilah yang kemudian mendorong masyarakat untuk meminjam uang.Piter Abdullah dan Ketua Bidang Humas AFPI Kuseryansah di Seribu Rasa Menteng, Selasa (9/12/2025). Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparanKetika Terdesak, Keluarga Jadi AndalanSalah satu temuan paling mencolok adalah pilihan utama masyarakat ketika membutuhkan dana cepat. “Pilihan nomor satu itu adalah keluarga, ada 39,65 persen yang menyatakan ketika mereka mengalami mismatch mereka pinjemnya ke keluarga,” ujar Piter.Setelah keluarga, masyarakat memilih pinjol (pindar/pinjol) sebagai opsi kedua, dan teman di posisi ketiga. Pilihan ini selaras dengan faktor yang paling mereka pertimbangkan dalam mengambil pinjaman.“Pertimbangan utamanya ternyata adalah kecepatan cair,” jelasnya.Menurutnya, masyarakat dalam kondisi mendesak lebih mementingkan dana cepat cair daripada besaran bunga atau biaya lain.Besaran Pinjaman dan TenorPinjaman yang diambil responden sangat bervariasi, dari ratusan ribu hingga puluhan juta rupiah. Untuk rentenir, rata-rata pinjaman berada di kisaran Rp 4 juta; perusahaan Rp 7 juta; pinjol sekitar Rp 2,6 juta; sementara pinjaman melalui bank bisa mencapai rata-rata Rp 50 juta.Rentang tenor juga berbeda-beda, dengan bank memiliki tenor paling panjang hingga 180 bulan. Sebaliknya, pinjol dan rentenir menawarkan tenor jauh lebih pendek.Ilustrasi pencurian uang digital. Foto: ShutterstockBunga Pinjol Bisa Kalahkan RentenirSalah satu temuan yang mengejutkan adalah bunga riil pinjol bisa melebihi bunga rentenir. Hal ini terjadi karena masyarakat tidak dapat membedakan antara pinjol legal dan ilegal.“Yang menarik adalah pindar ada yang lebih tinggi daripada rentenir,” kata Piter.Secara keseluruhan, bunga riil pinjaman berada di rentang 0,02 persen hingga 16,7 persen per bulan.Meski bunga bank dinilai rendah dan tidak memberatkan, masyarakat tetap tidak menjadikan bank sebagai pilihan utama. Penyebabnya jelas, pencairan lambat dan persyaratan rumit. “Yang dicari sama masyarakat itu cepat cair mudah,” terang Piter.Karena itu, pinjol dan keluarga lebih diminati ketimbang lembaga resmi seperti bank, koperasi, atau pegadaian.Soal Potongan Pinjaman, Mitos Tak TerbuktiRiset Segara Institute menemukan isu pinjaman daring dipotong besar-besaran, tidak terbukti secara statistik.Mayoritas responden mengaku menerima pokok pinjaman sesuai dengan jumlah yang mereka ajukan.“Kita tidak menemukannya supaya tidak mendapatkan bukti yang cukup kuat secara statistik,” ujar Piter.Meskipun bunga pinjol dan rentenir dinilai tinggi dan memberatkan, mayoritas responden tetap berusaha membayar kewajibannya. Bahkan tingkat kelancaran pembayaran di bank atau perusahaan resmi mencapai 80 persen.Piter menduga tingginya kedisiplinan membayar pada skema rentenir juga disebabkan oleh kedekatan sosial. Rentenir di pasar tradisional, kata dia, memiliki hubungan baik dengan peminjam.Piter menyimpulkan bahwa perilaku masyarakat dalam berutang lebih dipengaruhi oleh kondisi darurat ketimbang kalkulasi biaya dan bunga. Selama dana cepat cair, masyarakat tetap akan mengambil pinjaman, termasuk dari pinjol dan rentenir meskipun bunganya tinggi.