Sejumlah kendaraan keluar gerbang tol Ciawi menuju jalur wisata Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Foto: ANTARA FOTO/Arif FirmansyahPara pengemudi pasti pernah menjumpai marka jalan berupa garis serong atau zig-zag berwarna putih pada aspal saat berkendara di jalan tol. Marka ini disebut chevron dan tidak boleh sembarangan dilintasi.Lead Instructor Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), Jusri Pulubuhu, menjelaskan bahwa pengemudi tidak boleh langsung nyelonong melintasi marka chevron karena merupakan spot kritis di jalan tol yang akan berbahaya bagi pengemudi.“Marka tersebut critical spot, terlebih di tol yang speed-nya kencang. Jadi, tidak bisa parkir atau berhenti di situ karena akan berbahaya. Misalnya, chevron kosong lalu kita manuver pada batas kecepatan minimum, itu kena tuh (menabrak),” jelas Jusri kepada kumparan.Menurutnya, marka chevron berperan sebagai area yang harus dihindari. Pengemudi tak boleh menjadikannya tempat parkir, bahkan untuk situasi genting sekali pun karena memang bukan lajur berkendara.Ilustrasi marka chevron atau marka serong. Foto: Dok. IstimewaAdapun, marka ini letaknya kerap ditemui pada area persimpangan, di tengah jalan untuk memisahkan aliran lalu lintas, menjelang tikungan tajam, pintu keluar-masuk tol. Nah, saat ingin keluar tol, marka ini sering berada di dekat pintu keluarFungsi utama marka chevron adalah mengatur lalu lintas agar kendaraan tetap berada di lajurnya dan memberi zona aman antara kendaraan dengan hambatan jalan. Kemudian, menjadi panduan masuk dan keluar tol supaya tidak ada kendaraan yang tiba-tiba menyerobot, serta menjaga keselamatan dengan mengurangi risiko tabrakan.Jusri mengingatkan, pengemudi sebaiknya tidak langsung memotong dari lajur tiga ke lajur satu saat ingin keluar tol. Ada etika memasuki lajur yang harus diperhatikan agar tidak membahayakan pengemudi lainnya.Persiapan kebijakan oneway dari Gerbang Tol Kalikangkung hingga Jakarta. Foto: Twitter/@TMCPoldaMetro“Ada yang namanya rule of thumb, kombinasi waktu reaksi yang digunakan, waktu reaksi manusia dan reaksi mekanikal. Jadi, sebelum keluar kita sudah melakukan manuver secara bertahap setidaknya dua detik,” tambahnya.Dijelaskannya, aturan itu bertujuan agar pengemudi lain punya waktu dalam merespons serta membuat keputusan yang tepat. Intinya, dalam berpindah lajur pengemudi harus memberi waktu selama dua detik sebelum berpindah ke lajur selanjutnya.“Misalnya kita di lajur tiga, pindah dulu ke dua, pindah ke satu, harus memberikan kesempatan dua detik. Kalau hitungan meter, itu gampang, melaju dalam kecepatan 60 km/jam, dua detik itu sekitar 34 meter,” lanjut dia.Berpindah lajur di jalan tol bukan sekadar soal etika, tapi menyangkut keselamatan bersama. Jika satu pengemudi memotong lajur secara mendadak, pengemudi lain di belakang bisa kehilangan waktu reaksi sehingga sulit menghindar.