Anggota DPR dari Gerindra Dinilai Tak Pantas Sindir Donasi Bencana Sumatera dari Warga

Wait 5 sec.

Foto udara aktivias pekerja dan alat berat menyelesaikan pembangunan darurat jembatan Meureudu di Pidie Jaya, Aceh, Senin (8/12/2025) ANTARA FOTO/IRWANSYAH PUTRAJAKARTA - Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga menyayangkan pernyataan Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Gerindra, Endipat Wijaya yang membandingkan bantuan pemerintah senilai triliunan rupiah dengan donasi warga yang hanya milyaran, saat Raker dengan Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi).  Menurut Jamiluddin, pernyataan Endipat menunjukkan ketidakpekaan terhadap gerakan warga, khususnya dalam membantu korban bencana Sumatera. "Sebagai anggota DPR, seharusnya bersyukur warga masih memiliki kesetiakawanan sosial. Hal itu ditunjukkan dengan adanya donasi dari warga Rp 10 milyar untuk meringankan beban saudaranya sebangsa dan senegara," ujar Jamiluddin di Jakarta, Selasa, 9 Desember.  "Karena itu, sungguh tak layak membandingkan bantuan pemerintah yang triliun dan donasi warga yang hanya milyaran," sambungnya.  Menurut Jamiluddin, tentu hal yang biasa jika pemerintah dengan penguasaan semua sumber daya dapat menggelontorkan anggaran triliunan ke korban bencana. "Sementara warga yang dalam waktu singkat dapat mengumpulkan milyaran, seharusnya diapresiasi, bukan diremehkan apalagi dihardik," tegas Jamiluddin.  "Walaupun harus diakui, Endipat melampiaskan hal itu tampaknya karena kecewa kepada Menteri Komdigi Meutya Hafid. Komunikasi publik pemerintah yang lemah, sehingga membuat masyarakat tak tahu kalau pemerintah sudah menggelontorkan triliunan ke korban bencana di Aceh, Sumur, dan Sumbar," sambungnya.  Kendati demikian, Jamiluddin menilai, kekecewaan Endipat kepada Menteri Komdigi seharusnya tidak melebar dengan meremehkan bantuan warga kepada korban bencana. Endipat, kata dia, seharusnya cukup mengkritik Menteri Komdigi, dan bila perlu memintanya mundur. "Hal itu logis karena komunikasi publik selama ini cukup lemah. Setidaknya hal itu terlihat sejak Komdigi dipimpin Meutya Hafid dan Dirjen Komunikasi Publik dan Media (KPM) dipimpin Fifi Aleyda Yahya. Dua sosok itu memang tidak punya latar belakang komunikasi publik. Mereka hanya pernah bekerja di TV, yang tidak sama dalam mendesain komunikasi publik," katanya.  "Jadi, kinerja pemerintah dalam penanganan bencana di Aceh, Sumut, dan Sumbar tidak terlihat karena lemahnya komunikasi publik. Komdigi tampak tak banyak berperan dalam menginformasikan apa saja yang dilakukan pemerintah kepada korban bencana," lanjutnya.  Jamiluddin mengatakan, Komdigi sesungguhnya telah gagal dalam berkontribusi dalam menginformasi semua kebijakan dan action yang dilakukan pemerintah. Komdigi, menurutnya, justru kalah dengan influencer dalam menginformasikan bencana Sumatera, termasuk penyerahan bantuan dari warga kepada korban bencana.  "Jadi, Endipat lebih pas meminta Meutya Hafid dan Fifi Aleyda Yahya mundur dari jabatannya. Hal itu lebih bijak daripada menghardik dan meremehkan donasi warga yang milyaran," pungkasnya.