Cerita Warga Tapteng Korban Banjir: Beras Mahal, Gas LPG & Popok Bayi Langka

Wait 5 sec.

Prajurit TNI dari Satuan Tugas (Satgas) Yonif 122/Tombak Sakti (TS) Kodam I/BB menyalurkan bantuan logistik di Kecamatan Sitahuis, Kabupaten Tapanuli Tengah, Selasa (2/12/2025). Foto: Dok. Puspen TNIBanjir dan longsor di Tapanuli Tengah menyisakan luka mendalam bagi masyarakatnya. Mereka kehilangan harta benda hingga orang yang disayangi. Masalah belum usai, kini mereka menghadapi masalah baru yakni sulitnya gas LPG hingga popok bayi. Aktivitas perkantoran juga belum pulih total. Minimarket juga masih banyak yang tutup. Bantuan juga belum merata. Akibatnya, warga kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Junaidy Saputra, salah satu warga Pandan yang terdampak banjir, menceritakan kondisi di daerahnya masih sangat serba terbatas. Ia mengaku, bertahan hidup dari sisa beras yang dibelinya sebelum banjir datang. Beras itu kini kian menipis. Kondisi itu semakin sulit, ia dan warga lainnya mengalami kelangkaan gas LPG. Mereka mulai bingung untuk memasak nasi. Ia bahkan menyebut, tidak masalah mereka hanya makan nasi asal ada gas yang bisa memasak. Bersama warga lainnya, mereka sudah berkeliling untuk mencari stok gas LPG. Namun, hingga Senin sore hasilnya nihil. "Sulit bana bare di sikko, ala maha, gas pun susah dicari, kami makkan sa adonyo, dak pakke lauk (sulit sekali beras di sini, mahal, gas pun susah dicari, kami makan seadanya tidak pakai lauk)," kata Junaidy lewat sambungan telepon Senin (8/12) sore. Ayah dari 4 anak ini juga mengeluhkan sulitnya mencari pampers atau popok bayi. Sebab, tak ada minimarket yang buka. Kalau pun ada toko yang buka, stok pampers sudah habis. Bencana banjir hingga banjir bandang di Tapanuli Tengah, Sumut, Senin, Selasa (24-25/11/2025). Foto: Dok. BPBD SumutIa pun terpaksa menggunakan kain bekas untuk menggantikan popok bayi. Beras Mahal: 16 Kg Rp 260 RibuWarga terdampak lainnya, Deriwansyah, menceritakan kondisi mahalnya harga beras di wilayah mereka di Tapteng. Ada beberapa pedagang yang menaikkan harga gila-gilaan di tengah keterbatasan. "Rp 240/Kaleng (1 Kaleng 16 Kg)," bebernya. Ia mengaku pada hari keempat banjir dan longsor menimpa daerah itu, banyak warga yang menyimpan beras ikut rusak dan hanyut. Hasil tani mereka bahkan tidak bisa dijemur karena hujan terus-menerus. "Mesin penggiling padi juga susah karena gak ada minyak," jelasnya. Menurut Deri, pada hari keempat juga antrean BBM di pom bensin sangat padat. Bahkan sempat mengalami kekosongan 2-3 hari. "Antreannya sampai ke jalan," jelasnya. Deri bersyukur keluarganya selamat dari banjir tersebut. Namun, banyak warga yang mengalami kesulitan. Saat ini listrik di sejumlah wilayah di Tapanuli Tengah telah pulih. BBM juga telah kembali normal. Namun, masih ada daerah yang terisolir, jembatan putus hingga bantuan yang belum masuk. Banyak korban banjir Tapteng berharap bantuan lebih merata menyentuh masyarakat. Terutama sembako untuk bertahan hidup.