Ilustrasi perselingkuhan. Foto: ShutterstockSeperti yang kita ketahui bersama, maraknya kasus perselingkuhan yang terjadi pada tahun 2025, terutama pada kalangan artis ataupun influencer, menjadi perhatian masyarakat luas. Isu ini tidak hanya ramai diperbincangkan di sosial media, tetapi di lingkungan sekitar juga, yang terus berlanjut sampai kini. Tak jarang ditemukan, masyarakat mengecam pelaku atas perbuatan yang dilakukannya. Di sisi lain, isu ini juga menimbulkan perasaan cemas dan kewaspadaan sebagian besar masyarakat dan mendorong mereka untuk mencurigai pasangannya masing-masing.Nah, kalian sadar ngga sih? Dalam kasus perselingkuhan, sering kali pelaku terlihat seolah-olah tidak menunjukkan rasa bersalah atau penyesalan atas perbuatannya. Mereka cenderung terlihat baik-baik saja dan dapat menjalani rutinitas seperti biasa, tanpa menunjukkan adanya gangguan yang dirasakan. Sikap seperti ini pastinya menimbulkan pertanyaan di benak kita, apakah pelaku memang tidak sadar atau kah sengaja melakukannya untuk menutupi rasa malu? Bagaimana menurut kalian?Ilustrasi pasangan yang sedang mengalami konflik dalam hubungan. Foto: Freepik.comTernyata, menurut Teori Kognitif Sosial yang dikemukakan oleh Bandura dalam Lisman (2022), ada cara berpikir tertentu yang dilakukan oleh seseorang agar perbuatan buruk yang mereka lakukan, seperti perselingkuhan, terlihat tidak terasa salah secara moral.Artikel ini akan menguraikan beberapa cara berpikir yang sering digunakan oleh pelaku dalam kasus perselingkuhan untuk membenarkan perbuatannya berdasarkan Lisman (2022).Membandingkan Perbuatannya dengan Perbuatan yang Lebih BurukUntuk mendapatkan pembenaran atas perbuatan buruk yang dilakukannya, pelaku dalam kasus perselingkuhan biasanya menggunakan cara berpikir ini agar lebih mudah memperoleh maaf dari korban. Pelaku akan membandingkan perbuatan yang telah dilakukannya dengan perbuatan lainnya yang jauh lebih buruk dan merugikan untuk membuat perbuatannya tampak lebih 'baik'. Misalnya, "Masih mending aku selingkuh cuma sebatas jalan dan makan bareng saja, lihat di luaran sana, banyak yang lebih parah sampai tidur bareng dan ngelakuin KDRT!" Nah, ini adalah salah satu contoh pembelaan diri yang sering kita dengar.Membuat Alasan yang Dapat Dinilai 'Baik' atas PerbuatannyaDalam kasus perselingkuhan, tak jarang pula pelaku berdalih agar perbuatannya dapat diterima sebagai kesalahan ringan. Cara berpikir ini terjadi ketika pelaku membuat alasan yang dianggap bernilai atau berdampak 'baik' menurut dirinya. Misalnya, "Aku selingkuh karena itu membuat aku lebih merasa percaya diri dan hubungan kita bisa jadi semakin lebih baik, kan?" Hal ini menekankan 'manfaat' yang diperoleh ketika melakukan perbuatan tersebut.Membuat Perbuatannya Tidak Memiliki Dampak yang BerartiPelaku dalam kasus perselingkuhan sering membenarkan perbuatan yang dilakukannya karena merasa hal tersebut tidak akan merugikan pihak mana pun. Selain itu, perselingkuhan yang dilakukan secara diam-diam dapat membuat pelaku untuk terus berkhianat. Misalnya, mereka berpikir, "Ah, pasanganku kan ngga bakal tahu, jadi gapapa lah kalau aku ngelakuin ini," atau "Aku selingkuh kan cuma satu malam, anggap saja hiburan sesaat, ngga lebih dari itu kok". Nah, dari contoh ini dapat kita lihat bahwa pelaku cenderung berpikir perbuatannya tidak memiliki pengaruh negatif yang berarti pada hubungannya dengan pasangan yang sebenarnya, sehingga hal ini mendorong mereka untuk mengabaikan konsekuensi yang dapat ditimbulkan dari perbuatan yang dilakukannya. Beberapa cara berpikir yang digunakan oleh pelaku membantu kita untuk mengetahui bagaimana mereka menghindar dari rasa bersalah dan membenarkan perbuatannya. Dengan memahami cara berpikir tersebut, bukan berarti kita dapat menormalisasikan perselingkuhan, tetapi ini dapat menjadi pembelajaran agar kita lebih berhati-hati terhadap berbagai bentuk manipulasi yang dilakukan oleh pelaku.