Foto karya Luthfiah VOIJAKARTA - Bagi sebagian orang, mengelola keuangan pribadi saja dapat menjadi sebuah tantangan tersendiri. Terlebih, jika kita berbicara mengenai keluarga dengan kekayaan yang berlimpah, atau yang sering kita sebut dengan crazy rich. Mungkin di sinilah alasan Luhut Binsar Pandjaitan mengemukakan usulannya sejak tahun lalu untuk mendirikan family office (FO) di Bali.Dilansir dari Laman konsultan bisnis manajemen global PricewaterhouseCoopers, menjabarkan, family office adalah organisasi yang diciptakan untuk mengawasi dan mengelola kebutuhan keuangan keluarga tertentu, termasuk melakukan transfer kekayaan secara efektif antar-generasi. Disebutkan juga family office biasanya beroperasi seperti sebuah perusahaan, memiliki karyawan dan dapat diatur sebagai entitas terpisah atau mungkin tertanam dalam perusahaan operasi keluarga.Ketua DEN Luhut Binsar Pandjaitan (Foto: Antara) Family office berperan melindungi kekayaan keluarga, mengelola risiko investasi, meningkatkan kohesi keluarga dan transisi generasi, memperjelas tata kelola kekayaan serta urusan pribadi anggota keluarganya.Luhut Binsar Pandjaitan dalam unggahan video di instagramnya di awal Juli 2024, mengatakan usulannya agar Indonesia membentuk family office. Usulannya ini didasarkan pada data yang dilaporkan The Wealth Report yang menyebut populasi individu superkaya di Asia diperkirakan akan tumbuh sebesar 38,3 persen selama periode 2023-2028.Menurutnya berdasarkan tren itu, Indonesia memiliki kesempatan untuk menarik dana dari family office global yang saat ini diperkirakan mengelola dana sekitar $11,7 triliun. Luhut menyebut Hongkong memiliki 1.400 (single-)family office, meskipun Invest Hong Kong pada Maret lalu mencatat ada lebih dari 2.700 kantor yang secara eksklusif mengurus keluarga yang superkaya di kota itu, mengutip Studi Pasar tentang Lanskap single-family office yang dilakukan oleh Deloitte di Hong Kong.Luhut menjelaskan Family Office merupakan salah satu upaya untuk menarik kekayaan dari negara lain untuk pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan memiliki family office, peredaran modal dalam negeri akan meningkat dan juga menghadirkan potensi peningkatan PDB dan lapangan kerja dari investasi dan konsumsi lokal.“Berangkat dari trend tersebut, saya melihat adanya kesempatan bagi Indonesia untuk menarik dana-dana dari family office global,” kata Luhut dalam unggahannya di Instagram pada Senin, 1 Juli 2024.Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa buka suara terkait wacana Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan untuk membangun family office di Indonesia. Menurut Purbaya, dirinya tidak merasa keberatan selama pendirian tersebut tidak menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan menegaskan anggaran negara tidak akan dialihkan untuk mendanai pembentukan family office."Saya sudah dengar lama isu itu, tapi biar saja. Kalau DEN bisa bangun sendiri, ya bangun saja sendiri. Saya anggarannya nggak akan alihkan ke sana," ujarnya kepada awak media, Senin, 13 Oktober.Ia menambahkan bahwa prinsip utamanya dalam pengelolaan APBN adalah memastikan anggaran dialokasikan untuk program-program yang jelas, tepat sasaran, tepat waktu, dan bebas dari kebocoran. "Saya fokus, kalau kasih anggaran tepat, nanti pas pelaksanaannya tepat waktu, tepat sasaran dan nggak ada yang bocor, itu saja," ucapnya.Wakil Ketua DEN Mari Elka Pangestu (antara) DEN Akui Family Office itu Masih WacanaDewan Ekonomi Nasional (DEN) buka suara terkait pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengenai rencana penolakan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk mendanai pembentukan Wealth Management Consulting (WMC) atau family office di Bali.Wakil Ketua DEN Mari Elka Pangestu menjelaskan bahwa wacana pembentukan family office di Indonesia saat ini masih berada pada tahap awal, yakni pembahasan dan perencanaan, sehingga belum ada keputusan final, termasuk soal sumber pendanaannya."Ini kan sedang dalam pembahasan. Jadi belum sampai kepada suatu, baru dalam bentuk pembahasan, perencanaan, dan pengusulan, dan tidak ada kaitannya dengan anggaran," katanya usai acara 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran, Kamis, 16 Oktober.Ia menegaskan bahwa dalam tahap perencanaan seperti saat ini, belum ada kebutuhan anggaran yang konkret. Terkait target Ketua DEN Luhut Binsar Pandjaitan yang menginginkan family office terealisasi pada tahun ini, Mari Elka menyebut hal itu sangat bergantung pada penyusunan regulasi yang saat ini tengah dibahas oleh berbagai pihak."Itu kan tergantung peraturannya. Ini kan sesuatu yang akan memerlukan regulasi. Akan memerlukan peraturan-peraturan baru yang ini sedang dibahas, direncanakan dan ada aspek-aspek hukum yang perlu diperbaiki khusus untuk bisa berjalannya family office. Jadi, kita tunggu saja ya, ini masih dalam proses pembahasan," sambungnya.Berpotensi Menciderai Keadilan Para Wajib PajakDirektur Eksekutif The Prakarsa, Ah Maftuchan beranggapan pembentukan badan tersebut akan menciderai rasa keadilan wajib pajak, di mana yang wajib pajak bawah-menengah di kejar dan diperketat, sementara wajib pajak keluarga superkaya diberi kelonggaran dan dikecualikan.Pembentukan Family Office dinilai akan menurunkan kredibilitas pemerintah di mata rakyat biasa. Tak hanya itu, pemerintah juga bisa dianggap terlalu tunduk terhadap keluarga super kaya dan jelas berpotensi menciderai rasa keadilan para wajib pajak terutama untuk masyarakat kelas menengah. Padahal, selama ini penerimaan negara dari WP pribadi kelas menengah ini yang paling besar.Kantor Keluarga (Ilustrasi) "Pembentukan badan ini juga berpotensi menjadi sarana bagi orang-orang super kaya melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum. Misalnya saja praktik pencucian uang lintas negara, baik yang bersumber dari aktivitas legal maupun aktivitas ilegal seperti narkoba, judi, perdagangan orang/human trafficking hingga penyelundupan barang dagangan,"kata Maftuchan dalam pesan tertulisnya.Maftuchan juga mengatakan, Family Office tidak serta merta meningkatkan foreign direct investment (FDI) ke Indonesia, karena dari berbagai praktik yang ada, Family Office di suatu negara tidak selalu melakukan investasi di negara tersebut.Sebut saja Family Office yang terjadi di Dubai Uni Emirat Arab (UEA). Ia memberi contoh, 1-Digi Investment yang bergerak di bidang fintech dan lainnya, lokasi investasi di India. Begitu juga dengan Anglian Omega, bergerak di bidang media dan entertainment dan lainnya, di mana lokasi investasinya di India.Family Office tidak serta-merta meningkatkan perekonomian nasional. Pasalnya, Family Office tidak otomatis melakukan investasi langsung pada sektor riil di Indonesia. Sederhananya, Family Office tidak otomatis akan membangun pabrik, pengolahan, atau toko di Indonesia."Family office di Bali Indonesia, namun kegiatan investasinya bisa saja di India, di Afrika Selatan, di Amerika Serikat, di Vietnam atau negara lainnya," terangnya.Artinya, Family Office tidak akan menambah penciptaan lapangan kerja dan pemerintah Indonesia tidak dapat memajaki kegiatan investasinya karena tidak dilakukan di Indonesia.Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah menyampaikan skema investasi family office merupakan bisnis yang berbasis kepercayaan. Oleh karena itu dirinya ingin pemerintah berfokus membangun kapasitas (capacity building) supaya bisa meningkatkan minat investasi di skema pengelolaan dana berbasis keluarga, dengan cara membuktikan rekam jejak pengelolaan keuangan dengan total anggaran hingga ratusan triliun."Buktikan dulu bahwasanya orang Indonesia bisa seprofesional para pengelola dana di luar negeri," katanya.Di sisi lain ekonom sekaligus pemerhati pasar modal Yanuar Rizky mengatakan, dirinya mendorong penerbitan instrumen keuangan lain untuk meningkatkan perekonomian negara melalui minat investasi, dibandingkan menggunakan skema bisnis family office. "Bisa juga BUMN mengeluarkan sekuritisasi aset yang namanya EBA (Efek beragun aset), misalnya proyek IKN, EBA-nya dibeli sama mereka (investor)," kata dia.