Bagaimana China Membanjiri Produk 'Murah' di Tengah Perang Tarif?

Wait 5 sec.

Suasana bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Jiangsu, China, Minggu (18/5/2025). Foto: Stringer/AFPPresiden China, Xi Jinping, sangat jeli melihat peluang potensi pasar ekspor produk 'murah' di tengah sanksi tarif tinggi oleh Presiden AS, Donald Trump. Sejak 5 bulan penerapan sanksi tarif resiprokal, mesin ekspor Negeri Tirai Bambu itu masih terus melesat dengan surplus perdagangan mencapai USD 1,2 triliun.Sektor manufaktur yang menjadi tulang punggung tetap menunjukkan pertumbuhan kinerja. Ekspor ke India menjadi rekor tertinggi pada Agustus.Sementara pengiriman ke Afrika berpotensi mencatatkan rekor pada akhir tahun. Menariknya, penjualan ke Asia Tenggara lebih tinggi dibanding pada saat pandemi.Namun demikian, lonjakan ekspor besar-besaran produk murah ini mulai memicu kekhawatiran di banyak negara. Bagaimana China membanjiri produk murah di tengah sanksi tarif AS?Produk BekasMendag Budi Santoso saat melihat produk tekstil ilegal berupa 19.391 balpres pakaian bekas senilai Rp 112,35 miliar dalam ekspose di di gudang yang berlokasi di Bojongsoang, Bandung, Jawa Barat pada Selasa (19/8/2025). Foto: Argya D. Maheswara/kumparan Pakaian bekas, celana jeans, hingga tas branded bekas menjadi salah satu produk yang paling mudah dijumpai di Indonesia. Indonesia merupakan pasar empuk produk 'murah' asal China. Mengutip Bloomberg, beredar video viral vendor China yang berencana akan melakukan ekspor celana jin dan kemeja hanya dengan 80 sen AS.Usai video viral itu tersebar, Indonesia memperketat impor produk murah asal China. Selain itu, banyak negara mulai merasakan dampaknya, negara-negara yang telah bernegosiasi tarif dengan pemerintahan Trump enggan memulai perang dagang baru dengan ekonomi terbesar kedua di dunia. Kondisi ini mengurangi tekanan China dari tarif tinggi AS yang sebelumnya diperkirakan akan memangkas setengah laju pertumbuhan ekonomi tahunan negara tersebut.Wakil direktur riset China di Gavekal Dragonomics, Christopher Beddor, mengungkapkan bahwa beberapa negara tidak ingin terlihat memperburuk sistem perdagangan global.Sementara yang lain menahan diri agar bisa menggunakan tarif terhadap China sebagai alat tawar dalam negosiasi mereka dengan AS."Beberapa negara mungkin tidak ingin terlihat seolah-olah berkontribusi pada terjadinya keretakan dalam sistem perdagangan global," kata Beddor.'Dilema'Ilustrasi Pabrik Manufaktur. Foto: AuthenticVision/ShutterstockSelain Indonesia, Menteri Perdagangan Afrika Selatan, menolak ide mengenakan tarif tambahan pada mobil China dan memilih untuk mendorong investasi.Di Amerika Latin, Chili dan Ekuador diam-diam menerapkan biaya tambahan pada barang impor murah, setelah pengguna aktif bulanan platform e-commerceSementara itu, Brasil yang sempat mengancam akan membalas tarif, justru memberi keringanan tarif bagi BYD Co Ltd, produsen mobil listrik terbesar China, agar meningkatkan produksi lokal.Permintaan Global terhadap Barang-Barang China Masih Meningkat Gubernur bank sentral Kamboja, Chea Serey, mengakui dilema yang dihadapi negara-negara kecil yang bergantung pada Beijing ."Kami memang banyak mengimpor dari Tiongkok, Kami juga sangat bergantung pada investasi asing langsung dari China," ujarnya kepada Bloomberg, dikutip Selasa (4/11).Selain itu, pengiriman barang ke Vietnam juga meningkat, menunjukkan sebagian produk yang seharusnya menuju AS dan negara lain dialihkan untuk menghindari tarif tinggi yang diberlakukan Trump.Permintaan global terhadap produk teknologi canggih buatan China juga terus melonjak, didorong oleh inovasi yang kompetitif di pasar dunia. Penjualan ke negara-negara maju seperti Eropa dan Australia juga meningkat, menandakan Beijing berhasil menemukan pembeli baru untuk banyak produknya.Pangsa Pasar BesarAdam Wolfe dari Absolute Strategy Research mengungkapkan bahwa China memiliki posisi lebih kuat dibanding banyak negara lain dalam mencari pasar alternatif selain AS. Analisisnya menunjukkan sekitar 50 persen produk yang dulu dijual China ke AS kini juga diekspor ke negara-negara BRICS. Ini menunjukkan sebagian besar produk yang tak lagi dibeli AS bisa dialihkan ke pasar lain.“Tiongkok telah menunjukkan kemampuan untuk merambah pasar lain dan meraih pangsa pasar di luar negeri, dan hal itu kemungkinan akan terus berlanjut,” ujar Wolfe.“Saya tidak yakin Tiongkok akan mengalami kontraksi ekspor hingga akhir tahun,” tambahnya.-Reporter: Nur Pangesti