Jalan Panjang Menghindari Tragedi Esemka dan Timor

Wait 5 sec.

Foto karya Luthfiah VOIJAKARTA – Ambisi lawas itu kembali bergaung. Ya, mimpi Indonesia untuk memiliki mobil nasional alias mobnas kini dirajut kembali oleh Kementerian Perindustrian. Lembaga yang dipimpin Agus Gumiwang Kartasasmita itu tengah menggodok rencana pengembangan mobnas sesuai dengan perintah Presiden Prabowo Subianto.Bahkan, Agus menyebut bila program mobnas tersebut hanya tinggal dijalankan, di mana semua aspek telah dipersiapkan, termasuk urusan merek dan perusahaan yang diduga akan terlibat. “"Industri sudah siap, saya juga sudah berbicara dengan perusahaan. Mereknya sudah ada, dan perusahaannya juga saya sudah ketemu,” imbuhnya, Jumat 24 Oktober lalu.Selain itu, dia telah mengusulkan secara resmi kepada Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) agar program mobnas masuk ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN). Menurut Agus, dengan ditetapkan sebagai PSN, akan mempercepat implementasi pembuatan mobnas di Indonesia. “Dan dengan penetapan status PSN, itu seharusnya semua hal yang berkaitan dengan persiapan, implementasi, sampai nanti commissioning itu bisa lebih cepat, sesuai dengan harapan dari Bapak Presiden,” sambungnya.Terkait dengan konsep mobnas, Agus menjelaskan bahwa beberapa komponen mobil tersebut mungkin tidak sepenuhnya dibuat di dalam negeri. Tapi, pihaknya memastikan standar tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) akan diterapkan sebagai syarat dalam proyek mobnas tersebut, mengingat tidak ada satu pun sektor industri yang komponen seluruhnya berasal dari dalam negeri.Meski layak diapresiasi, pemerintahan Prabowo harus berkaca pada program mobnas terdahulu yang justru berakhir mengenaskan. Pada era 1970-an, bermunculan produksi mobil buatan dalam negeri yang jadi cikal bakal mobnas. Saat itu, setidaknya hadir tiga produk yang dilabeli mobnas, yakni Morina, Sena, dan Kijang Toyota.Sayang, ketiga mobnas itu tidak bertahan lama karena hanya dirancang sebagai basic vehicle. Padahal, pemerintah sudah menelurkan regulasi larangan impor kendaraan utuh (completely built-up/CBU) dengan tujuan membangun industri otomotif dalam negeri. Sena dan Morina tidak begitu populer, sedangkan Kijang Toyota cukup banyak dilirik sebelum akhirnya ikut tenggelam. Padahal, Kijang saat itu direncanakan menjadi kendaraan resmi pemerintah.Masuk era 1990-an, perkembangan proyek mobnas malah ternodai oleh praktik nepotisme. Awalnya, di tahun 1993, pemerintah membentuk proyek mobnas Maleo yang digarap PT IPTN. Desain mobil Maleo dikerjakan oleh B.J. Habibie dalam bentuk sedan berkapasitas 1.200-1.300 cc dengan target komponen lokal di atas 80 persen. Tapi, proyek tersebut disalip proyek mobnas Timor yang dipimpin putra Presiden Soeharto, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto.Ilustrasi Mobil Nasional (ist) Soeharto lebih dulu menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1996 tentang Pembangunan Industri Mobil Nasional. Lewat Kepres Nomor 42/1996, pemerintah memutuskan mendanai PT Timor Putra Nasional alias PT TPN untuk merintis mobnas. PT TPN juga diizinkan mengimpor mobil utuh dari Korea Selatan tanpa bea masuk.Nahas, proyek besutan Tommy Soeharto itu harus terkubur karena PT Timor digugat Jepang, Amerika Serikat, hingga Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Pasalnya, PT TPN mendatangkan mobil KIA Sephia 1995 dan “dilabeli” begitu saja dengan merek Timor S15. Dua tahun berselang–seiring jatuhnya rezim Soeharto, produksi mobil Timor dihentikan.Di era reformasi, sejumlah produsen otomotif lokal berupaya membuat mobil karya anak negeri. Setidaknya, di era 2000-an, muncul beberapa jenama mobil lokal, seperti Tawon, Arina, hingga Komodo. Puncaknya, muncul produk mobil besutan para pelajar sebuah SMK di Surakarta, Jawa Tengah. Mobil itu lantas dikenal dengan nama Esemka. Meski sempat digadang sebagai terobosan dan mendapat dukungan sana-sini, produksinya justru tak jelas hingga saat ini.Jokowi dan Esemka (IST) Awalnya, Mobil Esemka digadang-gadang menjadi mobnas seiring melambungnya pamor Wali Kota Solo saat itu, Joko Widodo (Jokowi). Pengenalan Esemka dilakukan Jokowi saat masih menjabat sebagai Wali Kota Solo hingga menjabat sebagai presiden. Sepanjang 2005 sampai 2012, Jokowi menggunakan SUV Esemka bernama Rajawali sebagai mobil dinasnya.Namun, kini Esemka justru terseret ke pengadilan karena dianggap gagal memenuhi janji produksi massal. Pada April lalu, Esemka digugat oleh warga Ngoresan, RT01 RW02, Kelurahan Jebres, Kecamatan Jebres, Solo, Jawa Tengah, Aufaa Luqman, yang mengklaim dirinya dirugikan karena tidak bisa membeli mobil Esemka seperti yang dijanjikan. Ia juga melayangkan gugatan wanprestasi kepada Jokowi dan Wakil Presiden ke-13, Ma'ruf Amin.Kegagalan demi kegagalan masa lalu itu tidak menyurutkan asa Presiden Prabowo Subianto menggeber program mobnas. Dia menyatakan, Indonesia bisa meluncurkan mobil sendiri dalam waktu tiga tahun lagi. Tak tanggung-tanggung, presiden juga mengaku telah menyiapkan anggaran hingga lahan untuk memproduksi mobil dalam negeri. “Saya sudah alokasi dana, sudah kami siapkan lahan untuk pabrik-pabriknya. Sedang bekerja sekarang tim. Kita sudah bisa menghasilkan jip buatan Indonesia (Maung),” tukas presiden.Setidaknya, ambisi Presiden Prabowo untuk mewujudkan mobnas terlihat saat perusahaan afilisasi pemerintah memamerkan purwarupa SUV berbasis lisrtrik dalam pameran otomotif Juli silam. Perusahaan di bawah yayasan Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Teknologi Militer Indonesia (TMI) memperkenalkan proyek mobnas berbasis baterai (EV) dan dinamakan i2C atau Indigenous Indonesian Car yang jika diterjemahkan ‘mobil asli Indonesia’ yang disebut merupakan perwujudan atas visi serta ambisi presiden.Presiden dan CEO TMI, Harsusanto mengungkapkan, selama ini Indonesia tidak pernah memiliki industri otomotif yang mandiri. Karena itu, sesuai visi presiden proyek mobil i2C ini akan direalisasikan. Proyek perdana ini melahirkan sebuah konsep SUV listrik berbasis baterai yang wujudnya telah ditampilkan dalam bentuk clay (tanah liat) model skala 1:1. Ini disebut memberi gambaran nyata tentang arah desain yang akan dikembangkan lebih lanjut.Desain mobil ini sendiri terinspirasi elemen ikonik seperti Burung Garuda, serta motif batik yang mewakili identitas seni daerah. Motif itu lalu diintegrasikan ke dalam konsep kendaraan untuk menciptakan pengalaman visual yang khas dan kontemporer. Harsusanto sendiri menyebutkan proyek ini ditargetkan masuk tahap produksi massal paling lama 2028.Bila ditarik benang merah, target yang ditetapkan TMI ini selaras dengan ambisi Prabowo yakni membangun industri mobnas dalam tiga tahun. Terlebih, pihak TMI menyatakan jika nama i2C bisa jadi berubah sesuai arahan Prabowo.Produksi Mobnas Bukan Perkara MudahMemproduksi mobnas yang bisa diterima masyarakat Indonesia memang bukan perkara yang mudah. Sejarah telah menunjukkan belum ada rancangan mobnas yang mampu bertahan lama mengaspal di jalanan Indonesia. Lantas, faktor apa yang membuat mimpi mobnas selalu terkubur? Peneliti Celios, Nailul Huda mengatakan, ketidaksiapan industri, inkonsistensi kebijakan, dan nafsu politik yang lebih besar dibanding strategi bisnis yang matang membuat program mobnas sulit terealisasi.Gugurnya Mimpi Mobil Nasional bersama Mobil Timor (Tempo) Dia menjelaskan, belum adanya ekosistem manufaktur yang cukup kuat untuk menopang produksi mobnas secara mandiri, yang diiringi kebijakan industri yang tidak jelas dan sering berubah membuat investor dan pelaku industri ragu untuk terlibat. Huda mengingatkan agar ambisi membangun mobnas tidak menjadi rutinitas setiap berganti presiden.Dia mencontohkan, Jokowi pernah bermimpi membuat Esemka menjadi mobnas saat baru menjadi presiden. Bahkan, mobil ini sudah digunakan sebagai kendaraan dinas saat masih menjabat Wali Kota Solo. “Saat ini pun, tampaknya semangat mobnas menggelora lagi setelah kemarin Maung buatan Pindad ingin menjadi mobil nasional setelah menjadi mobil dinas,” ungkapnya.Dia menilai, tidak ada yang salah dari semangat pemerintah membuat mobnas. Bagaimanapun juga, keberadaan mobnas diharapkan mampu mendongkrak perekonomian. Tapi, kerja sama dengan swasta saat ini masih sumir terkait ada atau tidaknya skema transfer teknologi. Huda menyebut, keberhasilan Proton sebagai mobnas Malaysia, tidak lepas karena transfer teknologi impor. Setelah ada transfer teknologi, Malaysia baru mampu membuat merek mobil lokal sendiri.Dia menegaskan, jaminan transfer teknologi wajib ada bila pemerintah berniat membuat mobnas secara mandiri. Jika tidak, pihak swastalah yang akan untung lantaran produknya diberi label mobnas, tapi ternyata buatan luar negeri. Bahkan, komponen utamanya bisa-bisa dari luar negeri. “Maka saya melihat transfer teknologi harusnya menjadi dasar yang kuat untuk membuat mobnas dengan kerja sama pihak swasta,” tambah Huda.Pengamat otomotif, Bebin Djuana, mengatakan bahwa sudah seharusnya pemerintahan Prabowo belajar dari pengalaman kegagalan proyek-proyek mobnas terdahulu. Terlebih untuk menghadapi persaingan global, kualitas dan inovasi menjadi kunci utama. Menurutnya, ambisi membangun mobnas membutuhkan dukungan industri yang berjalan secara global, dan pemerintah dituntut konsisten karena membangun mobnas tak bisa sekadar menjadi agenda lima tahunan.Selain itu, membangun mobnas juga tidak akan mudah karena masyarakat sudah punya merek langganan. Dengan demikian, pemerintah harus memperhitungkan secara matang opsi yang ada, antara menggaet mobil yang sudah ada atau memproduksi merek baru. “Proyek ini juga perlu didukung seluruh lapisan pemerintahan karena visi membangun mobnas lagi-lagi bukanlah perkara gampang. Hemat saya, tidaklah penting saat ini memaksakan diri untuk memiliki kendaraan nasional,” imbuhnya.Sementara pakar otomotif ITB, Yannes Martinus Pasaribu mengungkapkan, disiplin ketat dan kontrol berbasis waktu dengan target pada mutu dan kecepatan produksi di sisi eksekusi menjadi kunci program mobnas era Presiden Prabowo tidak bernasib gaib seperti Esemka. Dia menerangkan, program mobnas era Prabowo harus terjadi alih teknologi nyata melalui kemitraan global yang juga melibatkan insinyur lokal dalam riset dan pengembangan inti teknologinya.“Jalankan TKDN bertahap realistis dengan join venture dan transfer teknologi—bukan rebadge—fokus pada rangka, bodi, suspensi, lalu powertrain dan ECU. Lalu perkuat kualitas dan keselamatan. Di sini, mobnas harus berani mengikuti homologasi UNECE/NCAP, menjalankan uji durabilitas ribuan kilometer secara transparan dan diekspos ke media besar, lalu memastikan garansi dan suku cadang yang tersedia di semua jejaring distribusi parts nasional,” jelasnya.Untuk diketahui, UNECE atau United Nations Economic Commission for Europe merupakan badan regulasi yang mengembangkan standar keselamatan kendaraan global. Sementara NCAP merujuk ke New Car Assessment Program, sebuah sistem organisasi independen yang melakukan uji tabrak (crash test) dan menilai mobil berdasarkan standar tersebut untuk memberikan informasi kepada konsumen.Rantis Maung (Ist) Hal yang tak kalah penting adalah memastikan layanan purnajual mulai dari jaringan bengkel, pelatihan teknisi, logistik suku cadang, hingga mengatur harga dan total biaya kepemilikan yang tetap kompetitif. “Intinya, harus menghindari strategi lama seperti over-promising prototype, politisasi berlebihan, serta ketergantungan impor kritikal tanpa rencana substitusi yang konkret, realistis, dan bisa dilakukan,” tegas Yannes.Menurut dia, semua faktor tersebut membutuhkan dukungan kuat dari Danantara sebagai motor pembiayaan. Selain itu, berbagai instansi pemerintah perlu terlibat terkait insentif fiskal, regulasi peta jalan dan baterai lokal, serta infrastruktur uji dan kawasan industrinya.Terlepas dari itu semua, Yannes menilai bila ambisi Presiden Prabowo untuk membangun industri mobnas dalam tiga tahun ke depan cukup masuk akal. Dia mencontohkan keberhasilan VinFast, merek mobil asal Vietnam yang dalam kurun waktu tiga hingga empat tahun mampu melahirkan produk berstandar dunia.Penyebabnya tak lain adalah karena Vinfast memperoleh dukungan pemerintah Vietnam untuk menciptakan ekosistem industri. “Soal 3 tahun target Prabowo, kita bisa belajar dari kesuksesan VinFast di Vietnam yang dalam 3-4 tahun bisa melahirkan produk world class jika ada dukungan CAPEX besar, mitra global yang tangguh, dan orkestrasi negara melalui berbagai dukungan kebijakan yang mendukung,” tutup Yannes.