Cak Imin: Kalau Tak Ada Gus Dur Demokrasi Tidak Akan Kuat di Tanah Air

Wait 5 sec.

Ketua Umum PKB Abdul Muhaimin Iskandar dalam acara penutupan Musabaqoh Qiraatil Kutub di Kantor DPP PKB, Jakarta Pusat, Minggu (9/11/2025). Foto: Zamachsyari/kumparanKetua Umum PKB Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menilai Presiden ke-5 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menjadi sosok yang memperkuat demokrasi di Tanah Air. Gus Dur salah satu tokoh yang disebut masuk dalam hasil kajian calon pahlawan ke Kementerian Kebudayaan (Kemenbud)."Demokrasi kalau tidak ada Gus Dur tidak kuat di Tanah Air. Demokrasi tidak akan bisa dimaknai sebagai jalan kemajuan kalau tidak ada rujukan khazanah-khazanah ilmu-ilmu pesantren hari ini,” kata Cak Imin dalam pidatonya di penutupan Musabaqah Qiraatil Kutub di Kantor DPP PKB, Jakarta Pusat, Minggu (9/11).Ia menjelaskan bahwa pesantren sejak awal berdiri bukan hanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga pusat rekayasa sosial yang membentuk kultur dan budaya bangsa."Sejarahnya, pesantren itu bukan saja lembaga pendidikan. Kita lihat sejarah-sejarah pesantren tertua, pesantren-pesantren yang memiliki pengalaman dan peran jauh sebelum kemerdekaan. Diawali dengan semangat ilmu, dilanjutkan dengan semangat pengabdian, diikuti dengan kesungguhan menjadi bagian utama dari pengawal rekayasa sosial," kata dia.Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat ini menilai, tantangan demokrasi masa kini adalah bagaimana menjaga substansi dan nilai-nilai moral di tengah praktik yang cenderung hanya prosedural.Ketua Umum PKB Abdul Muhaimin Iskandar dalam acara penutupan Musabaqoh Qiraatil Kutub di Kantor DPP PKB, Jakarta Pusat, Minggu (9/11/2025). Foto: Zamachsyari/kumparan"Hari ini, adik-adik bertanggung jawab atas demokrasi hari ini, manfaat apa mudarat itu berikutnya hari ini. Mudarat karena apa? Karena demokrasi tidak substansinya, tapi proseduralnya, ritualnya, tidak substansinya," ujarnya.Lebih lanjut, Cak Imin juga menyinggung keberhasilan politisi dan para kiai yang memperjuangkan alokasi 20 persen APBN untuk pendidikan. Menurutnya, langkah tersebut adalah bukti nyata peran politisi dalam membangun bangsa."Enggak ada yang namanya 20 persen APBN itu wajib untuk pendidikan kalau tidak ada politisi-politisi, nggak ada. Karena dulu ekonom menolak, teknokrat menolak. Politisi tidak terima. Jepang maju karena dipatok, difikskan untuk pendidikan," tandasnya.