Firdaus Oiwobo Gugat UU Advokat ke MK Buntut Sumpah Advokat Dibekukan

Wait 5 sec.

Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: ShutterstockAdvokat, Firdaus Oiwobo, mengajukan gugatan uji materil UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat ke Mahkamah Konsitusi (MK). Gugatan ini diajukannya usai sumpah advokatnya dibekukan.Firdaus menggandeng Deolipa Yumara sebagai kuasa hukum dalam gugatan tersebut. Gugatan Firdaus teregister dengan nomor 217/PUU-XXIII/2025 tertanggal 11 November 2025. Dalam gugatannya, dia mempersoalkan norma Pasal 7 ayat 3 dan Pasal 8 ayat 2 UU Advokat.Pasal 7 ayat 3 UU Advokat berbunyi:"Sebelum Advokat dikenai tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan diri."Sementara, Pasal 8 ayat 2 UU Advokat berbunyi:"Dalam hal penindakan berupa pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c atau pemberhentian tetap sebagaimana dimaksud dalam huruf d, Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan putusan penindakan tersebut kepada Mahkamah Agung."Firdaus Oiwobo di Ciputat, Tangerang Selatan, Selasa (9/1/2024). Foto: Giovanni/kumparanFirdaus diketahui dipecat dari Kongres Advokat Indonesia (KAI) dan sumpah advokatnya dibekukan usai insiden naik ke meja saat sidang kasus dugaan pencemaran nama baik antara Razman Arif Nasution dan Hotman Paris.Firdaus mengakui, Pasal 7 ayat 3 UU Advokat telah mengatur mekanisme pemeriksaan dan pembelaan diri seorang advokat. Namun, menurutnya, pasal itu tak mengatur secara rinci terkait tolok ukur pasti dalam proses pembelaan yang bisa dilakukan.Misalnya, lanjut dia, organisasi advokat tak diharuskan untuk lebih dulu melakukan pemanggilan terhadap seorang advokat yang diduga melakukan pelanggaran."Dengan kata lain, norma a quo tidak menimbulkan konsekuensi hukum apa pun bagi Organisasi Advokat yang memberhentikan anggotanya tanpa melalui proses pemanggilan, pemeriksaan dan pembelaan," jelas Firdaus dalam permohonannya, dikutip dari situs MK pada Rabu (12/11).Ketidakjelasan itu, menurut Firdaus, telah merugikan hak konstitusionalnya. Sebab, kaburnya norma pasal itu pernah menyebabkannya diberhentikan dari organisasi advokat tanpa didahului proses pemeriksaan.M. Firdaus Oiwobo. Foto: Giovanni/kumparanSementara terkait dengan Pasal 8 ayat 2 UU Advokat, Firdaus menyebut, norma dalam pasal tersebut tidak jelas. Sehingga, bisa terjadi multitafsir dan potensi pelampauan kewenangan oleh Mahkamah Agung."Pasal tersebut hanya mengatur kewajiban Organisasi Advokat untuk menyampaikan keputusan penindakan terhadap advokat kepada Mahkamah Agung, tanpa memberikan kejelasan mengenai tata cara, batas waktu, serta batas kewenangan Mahkamah Agung dalam menindaklanjuti keputusan dimaksud," ucap Firdaus."Ketidakjelasan norma ini menimbulkan kekosongan norma (vacuum of norm) yang berimplikasi pada ketidakteraturan dan kekacauan dalam praktik hukum, di mana Mahkamah Agung cq. Pengadilan Tinggi berpotensi melakukan pelampauan wewenang (excess of power) dengan menafsirkan kewenangannya secara sepihak," sambung dia.Oleh karenanya, dia menilai, perlu ada norma lebih rinci yang mengatur tata cara penjatuhan sanksi kepada advokat.Dia juga menyinggung pembekuan berita acara sumpah (BAS) Advokat miliknya oleh Pengadilan Tinggi Banten. Menurutnya, ini adalah contoh nyata ketidakjelasan norma pasal tersebut.Ilustrasi ruangan Mahkamah Konstitusi. Foto: Helmi Afandi/kumparan"Bahwa akibat kekaburan norma a quo, terjadi multi-tafsir dan potensi pelampauan wewenang (excess of power) oleh Mahkamah Agung cq. Pengadilan Tinggi yang kemudian menafsirkan sendiri seolah-olah memiliki kewenangan membekukan Berita Acara Sumpah (BAS) advokat tanpa melalui putusan etik Dewan Kehormatan Organisasi Advokat," ucap dia.Dari dalil-dalil tersebut, Firdaus meminta agar MK mengubah norma kedua pasal yang dipersoalkannya itu. Dia juga meminta agar putusan Pengadilan Tinggi Banten yang membekukan sumpah advokatnya dibatalkan.Deolipa Yumara di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin, (11/8/2025). Foto: Agus ApriyantoBerikut petitum lengkap gugatan tersebut:1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya.2. Menyatakan Pasal 7 ayat (3) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (Lembaran Negara Tahun 2013 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4288) bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:"Organisasi advokat wajib memberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan diri secara adil, transparan, dan proporsional kepada advokat yang diduga melanggar kode etik sebelum organisasi advokat menjatuhkan sanksi atau tindakan pemberhentian sementara atau tetap."3. Menyatakan Pasal 8 ayat (2)Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (Lembaran Negara Tahun 2013 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4288) bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:"a. Dalam hal penindakan berupa pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c atau pemberhentian tetap sebagaimana dimaksud dalam huruf d, Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan putusan penindakan tersebut kepada Mahkamah Agung untuk ditindaklanjuti.b. Dalam hal Mahkamah Agung telah menerima putusan penindakan dari Organisasi Advokat, Mahkamah Agung membekukan Berita Acara Sumpah advokat terkait sesuai dengan keputusan etik Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.c. Satu-satunya lembaga yang berwenang memeriksa, mengadii dan menjatuhkan sanksi atau tindakan kepada Advokat adalah Dewan Kehormatan Organisasi Advokatd. Segala bentuk pembekuan Berita Acara Sumpah (BAS) advokat yang tidak didasarkan pada putusan penindakan etik Dewan Kehormatan Organisasi Advokat harus batal demi hukum."4. Menyatakan Penetapan Ketua Pengadilan Tinggi Banten Nomor 52/KPT.W29/HM.1.1.1//2025 tidak mempunyai dasar kewenangan dan bertentangan dengan UUD NRI 1945.5. Memerintahkan agar putusan terhadap perkara ini dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinyaAtau apabila Majelis Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aeque et bono).