Presiden RI Prabowo Subianto (kanan) melakukan pertemuan dengan Perdana Menteri (PM) Australia Anthony Albanese di Kirribilli House, Sydney, Rabu 12 November 2025. (BPMI Setpres)JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin menyoroti soal perjanjian antara Indonesia dan Australia yang baru saja disepakati terkait kerja sama kedua negara. Ia mengingatkan agar kerja sama yang dimaksud bukan berarti Indonesia dan Australia menjadi aliansi.Hal ini disampaikan TB Hasanuddin menanggapi pernyataan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese, yang menyebut bahwa Indonesia dan Australia telah meneken kesepakatan bilateral untuk memperkuat mekanisme konsultasi antara pemimpin dan menteri terkait isu keamanan.Dalam rilis resminya, PM Albanese mengungkap bahwa kerja sama itu mencakup identifikasi dan pelaksanaan kegiatan keamanan yang saling menguntungkan, serta mekanisme konsultasi jika keamanan salah satu atau kedua negara terancam, termasuk mempertimbangkan langkah-langkah yang dapat diambil secara individu maupun bersama.Menurut TB Hasanuddin, Presiden Prabowo Subianto memiliki hak penuh untuk menandatangani perjanjian kerja sama internasional, selama dilakukan demi kepentingan bangsa dan negara, serta tetap selaras dengan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif.Hanya saja, politisi PDIP itu mengingatkan bahwa DPR RI belum menerima dokumen resmi perjanjian bilateral tersebut, sehingga analisis mendalam mengenai isi dan dampaknya belum dapat dilakukan.[see_also]- https://voi.id/berita/533512/bpjs-kesehatan-tegaskan-pemutihan-tunggakan-hanya-sekali-dan-khusus-masyarakat-miskin- https://voi.id/teknologi/533441/google-dihadapkan-pada-investigasi-antimonopoli-uni-eropa-terkait-kebijakan-spam- https://voi.id/ekonomi/533502/layanan-premium-garuda-indonesia-siap-kembali-setelah-suntikan-modal-rp23-67-triliun[/see_also]"Ada dua catatan penting yang bisa kita pahami dari pernyataan PM Albanese. Pertama, perjanjian yang dimaksud menggunakan kata kunci ‘konsultasi’, menunjukkan bahwa perjanjian tersebut bersifat diplomasi normatif berbasis niat baik (good will) antarnegara, tanpa menimbulkan ketergantungan yang mengikat, dan tetap menghormati kedaulatan masing-masing pihak," ujar TB Hasanuddin kepada wartawan, Jumat, 14 November.Kedua, terkait pernyataan bahwa kedua negara bisa mempertimbangkan langkah bersama menghadapi ancaman. TB Hasanuddin meminta pemerintah memberi penjelasan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman terhadap prinsip politik luar negeri bebas aktif yang selama ini menjadi pedoman diplomasi Indonesia.“Penjelasan ini penting agar tidak muncul spekulasi bahwa Indonesia tengah membangun aliansi atau pakta pertahanan dengan Australia,” tegas Legislator PDIP dari Dapil Jawa Barat itu.Anggota komisi pertahanan DPR itu menambahkan, kerja sama pertahanan antarnegara adalah hal yang wajar. Namun, kata Hasanuddin, perjanjian harus dijalankan dengan prinsip kehati-hatian."Transparan dan menempatkan kepentingan nasional Indonesia di atas segalanya,” pungkasnya.Seperti diketahui, Presiden Prabowo dan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese menandatangani Perjanjian Keamanan Bilateral Indonesia–Australia di Sydney, Australia. Kesepakatan itu dilakukan saat Prabowo melakukan kunjungan bilateral ke Australia selama satu hari.Dalam keterangannya, Albanese menekankan bahwa kerja sama ini bukan sekadar simbol diplomatik, melainkan wujud nyata kepercayaan dan tanggung jawab bersama sebagai negara tetangga di wilayah yang penuh dinamika.